• Saturday, 28 November 2015
  • Kila
  • 0

“Niat kita adalah kunci yang menentukan apakah hal yang kita lakukan itu berarti dan bermanfaat.”

Kebanyakan di antara kita menjalani hidup dengan kekhawatiran terhadap apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Kita berusaha untuk terlihat baik dan membuat orang lain berpikir positif tentang kita. Kita menghabiskan banyak waktu hanya untuk mencoba menjadi seperti dan bertindak sesuai harapan orang lain, hal ini membuat kita menjadi resah karena setiap orang akan mengharapkan hal yang berbeda-beda dari kita.

Di samping itu, apakah yang menjadi motivasi kita ketika berusaha menjadi sesuai harapan orang lain? Apakah kita bertindak dengan ketulusan, ataukah hanya berusaha menyenangkan orang lain? Apakah kita hanya berpura-pura supaya orang lain akan memuji kita?

Kita dapat berpura-pura dan menciptakan citra diri, dan orang lain mungkin akan memercayai bahwa citra diri itu adalah diri kita yang sesungguhnya. Bagaimanapun juga, kepura-puraan tidak akan berarti dalam kehidupan kita karena kita harus hidup dengan diri sendiri.

Kita akan menyadari saat kita melakukan kebohongan dan walaupun orang lain mungkin memuji kita untuk citra yang kita ciptakan, hal ini akan membuat kita merasa tidak nyaman dengan diri sendiri. Di dalam hati kita tahu, kita sudah membohongi diri sendiri. Kita akan menjadi lebih bahagia ketika kita bersikap tulus dan nyaman menjadi diri sendiri.

Menjadi munafik itu sia-sia, dan hasil karma dari tindakan kita bergantung pada niat. Motivasi kita adalah penentu utama apa yang kita kerjakan akan berarti dan bermanfaat. Bahkan ketika kita terlihat sangat baik dan toleran, ketika motivasi kita adalah untuk membuat orang lain menyukai kita, maka tindakan kita tidak benar-benar karena penuh kasih.

Mengapa demikian? Karena niat kita terpusat pada popularitas (ketenaran), bukan pada memberikan manfaat bagi orang lain. Kita mungkin bertindak dengan motivasi yang sungguh penuh kasih, namun orang lain menyalah-artikan tindakan kita sehingga mereka menjadi kecewa. Dalam kasus ini, kita tidak perlu meragukan diri sendiri karena niat kita baik, walaupun kita harus belajar untuk menjadi lebih terampil dalam bertindak.

Selanjutnya, kita belajar memperoleh kebahagiaan dalam bertindak, bukan dari mengharapkan pujian yang kita peroleh dari orang lain akan tindakan itu. Sebagai contoh pada praktik spiritual, kita ingin melatih batin untuk bersukacita dengan memberi. Ketika kita memberi dengan penuh sukacita, maka di mana pun kita dan kepada siapa pun kita memberi, kita merasa bahagia. Tidaklah penting apakah orang lain mengucapkan terima kasih atau tidak, karena kebahagiaan kita tidak berasal dari pengakuan yang kita terima, melainkan dari tindakan memberi tersebut. (thubtenchodron.org)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *