Kepala Micky terasa pusing. Dunia seolah berputar-putar tanpa henti, perutnya mual. Micky memejamkan mata, diam sejenak di kursinya. Secara perlahan Micky berdiri, menghampiri kasur dengan mata yang tetap terpejam, lalu berbaring.
Memang benar, segala yang berlebihan itu tidak baik. Akhir-akhir ini, Micky jadi keranjingan nonton video di YouTube dan baca artikel tentang metaverse. Metaverse, sebuah kata baru yang menyita perhatian banyak orang, termasuk Micky.
Metaverse akan mengubah kehidupan manusia di masa depan. Fakta mengejutkan, FaceBook mengubah nama perusahaannya menjadi Meta dan di tahun 2021 FaceBook mengeluarkan dana 10 miliar dolar atau setara 140 triliun rupiah untuk membangun metaverse! Tentu ini sebuah peluang bisnis yang tidak main-main. Raksasa IT lain seperti Microsoft, Google, Apple, dan perusahaan-perusahaan game tentu tidak mau ketinggalan.
Semula Micky juga tidak tahu apa itu metaverse. Metaverse menurut FaceBook adalah seperangkat ruang virtual yang dapat Anda ciptakan dan jelajahi dengan orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama dengan Anda.
Kehadiran internet yang diikuti munculnya banyak medsos, game online, aplikasi belanja online, dan lain-lain sudah mengubah banyak hal dalam kehidupan manusia. Apalagi metaverse yang dapat menyajikan dunia 3 dimensi menyerupai dunia nyata secara real time. Wow!!!
Ada sebuah dunia baru yang menawarkan sesuatu yang tak terbayangkan, dunia tanpa batas. Micky masih belum begitu mengerti, akan seperti apa kehidupan mendatang. Bagaimana peluang kerja, kehidupan sosial, dan hal-hal lain. Micky ingin terus memperbaharui pengetahuannya agar tidak tertinggal dan hanya jadi penonton.
Micky ingat ungkapan bahwa medsos itu, “Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.” Iya, memang begitulah faktanya. Apalagi metaverse yang menawarkan sensasi lebih, kita dapat memasuki dunia 3 dimensi yang membuat kita bisa berinteraksi langsung dengan orang di berbagai belahan dunia. Apakah ini tidak akan membuat kita semakin antisosial?
Micky jadi teringat ucapan papanya. “Teknologi atau benda apa pun, sifatnya netral. Kita-lah yang jadi penentu, apakah teknologi atau benda itu berdampak baik atau buruk. Pisau di tangan chef bisa untuk memotong sayuran atau membuat garnish yang indah, di tangan kriminal pisau bisa untuk merampok atau membunuh. Bukan salah pisaunya.”
“Ah … aku alihkan pikiranku ke hal lain saja, biar nggak mumet. Refreshing sejenak,” batin Micky. Pikirannya tertuju pada Metta, pacarnya. Dua minggu belakangan ini Metta sering uring-uringan. Ngobrol via video call tidak seasyik biasanya. Hmmm … mungkin dia sedang kedatangan tamu bulanan? Atau Metta sedang ada masalah? Tapi mengapa Metta nggak curhat saja? Curhat ‘kan bisa lewat telepon?”
“Waduh … aku terlalu egois,” batin Micky. Micky baru tersadar, dua minggu belakangan ini ia lebih asyik dengan dunianya sendiri. Ia terus-menerus menggali info tentang metaverse. Saat Micky mengajak Metta untuk diskusi tentang metaverse, Metta selalu mengalihkan topik pembicaraan.”
“Kok aku egois banget ya? Aku nggak peka terhadap sinyal yang Metta kirimkan. Ini bukan karena wanita tidak begitu tertarik dengan dunia teknologi, tetapi waktunya sangat tidak tepat. Lusa adalah hari ulang tahun Metta!”
Secepat kilat pikiran Micky beralih dari metaverse. “Ini jauh lebih penting. Aku harus menebus dosaku selama dua minggu ini. Dua minggu ini aku cuekin Metta. Biasanya aku selalu perhatian padanya. Telepon cuma sekadar bertanya apakah sudah makan siang? Apa yang bisa aku bantu? Bagaimana keadaan Metta hari ini? Atau sekadar menceritakan jokes yang membuat kami tertawa bersama.”
“Kado apa yang harus kusiapkan? Kali ini harus lebih daripada biasanya. Masih untung kali ini Metta nggak ngambek dan mogok bicara. Jika itu terjadi, pasti susah banget mengajaknya berdamai. Kalau sampai Micky melupakan hari ulang tahun Metta, bisa-bisa ia di-PHK. Kiamat dah …”
Perjuangan untuk mendapatkan Metta tidaklah mudah. Micky yang ngotot dan tak kenal lelah berusaha meyakinkan Metta bahwa Micky-lah laki-laki yang paling tepat jadi pendamping Metta.
Metta memang tidak secantik Rossa, tapi wajahnya manis dan tak bosan dipandang. Senyumnya sungguh menenteramkan hati Micky. Sepenat apa pun, jika bertemu Metta dan ia tersenyum, hilang semua beban. Plus Metta itu baik banget. Ia bukan hanya baik kepada Micky, tapi Metta sayang dan perhatian kepada semua anggota keluarga Micky. Kalau sampai Micky diputusin Metta, pasti Micky-lah yang akan jadi sasaran kemarahan Mama Micky.
* * * * *
“Metta, nanti sore kamu ada waktu luang nggak?” tanya Micky begitu teleponnya diangkat Metta. Micky sengaja melakukan video call biar bisa melihat ekspresi wajah Metta.
“Hmmm … entar dulu. Nggg … kayaknya nggak bisa deh,” jawab Metta dengan muka datar.
“Yah …” kata Micky dengan perasaan kecewa.
“Memangnya mau ke mana?” Metta tetap menunjukkan wajah tak bergairah.
“Biasa, counter alat-alat sulap. Ada produk baru yang sudah lama aku incar. Bisa ya?” wajah Micky tampak memelas.
“Sebentar, Metta dipanggil Mama. Coba telepon lima belas menit lagi ya?” lalu telepon langsung ditutup.
Micky menutup wajahnya. Ia tampak sangat kecewa. Sebenarnya Micky sedang ingin nge-prank Metta. Micky ingin membuat surprise ulang tahun untuk Metta. Kemarin seharian Micky sengaja tidak menghubungi Metta. Jangankan telepon, kirim pesan WA pun tidak. Micky ingin memberi kesan bahwa ia lupa kalau hari ini Metta berulang tahun.
Bagi cowok, jika cewek lupa cowoknya sedang berulang tahun, mungkin bukan masalah besar. Tetapi bagi cewek, jika cowok lupa ulang tahun ceweknya, itu bisa jadi kesalahan yang sulit dimaafkan. Itu bisa jadi alasan untuk putus!
Micky merasa prank-nya tidak berjalan mulus. Mungkinkah kesabaran Metta sudah habis? Mungkinkah keegoisan Micky dua minggu belakangan ini akan jadi akhir kisah kasih mereka? Duh … mengapa jarum jam dinding seolah berjalan sangat lambat. Micky merasa seolah ia jadi seorang terdakwa yang menanti vonis dari hakim.
“Metta, bagaimana? Bisa ya nanti sore temenin aku? Bisa ya? Please …” Micky menampakkan wajah memelas. Micky berharap wajah memelasnya yang terlihat di smartphone Metta itu cukup untuk membuat Metta berubah pikiran.
“Oke, Metta temenin Micky ke counter sulap, tapi ada satu syarat,” Metta sengaja diam sejenak.
“Oke, deal. Jangan sulit-sulit dong syaratnya. Apa sih syaratnya?” Micky berusaha berbicara setenang mungkin untuk menutupi kegugupannya.
“Micky tinggal pilih, Metta First atau Metaverse???”
“Lho, mana pilihannya? Pertama dan kedua ‘kan sama saja?” Micky tak menyadari, kedua kata itu bunyinya mirip, kecuali mereka berkomunikasi melalui pesan teks WA.
“Metta First, Metta dengan 2 huruf t sebagai orang yang selalu Micky dahulukan atau metaverse, dunia virtual antah berantah itu yang jadi prioritas Micky???”
Micky baru tersadar. “Siap!!! Pasti Metta pacarku tersayang dong yang jadi prioritas utama. Selamat ulang tahun Metta tersayang,” jawab Micky dengan wajah berseri-seri. Micky sudah melupakan surprise yang telah disiapkannya. Yang terpenting, Metta sudah tahu, dia-lah yang akan selalu didahulukan. Metta-lah yang selalu jadi prioritas pertama.
Di layar smartphone Micky terlihat senyum manis Metta, itu yang terpenting. Itu sudah menghapus semua rasa gundah gulana di hati Micky.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara