Coba tanyakan pada diri Anda sendiri “Apakah tanda bahwa kita sudah bisa memaafkan orang lain yang melukai kita?”
Menjaga kesehatan fisik memang penting, namun kesehatan mental juga tidak boleh diabaikan. Jiwa yang sakit akan berpengaruh pada kondisi fisik, bahkan memberikan pengaruh negatif kepada orang-orang di sekitar. Kesehatan mental yang terganggu ini bisa disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari diri sendiri seperti ketakutan dan kekhawatiran yang terus mencengkram pikiran.
Melonggarkan Cengkraman Pikiran
Kerap kali pikiran dicengkram oleh kemarahan, kekacauan, hingga kekerasan. Akhirnya membuat diri ini seolah penuh beban. Dalam buku “Mekar dalam Kedamaian”, Gede Prama menuliskan tiga renungan mencegah pikiran dicengkram oleh hal-hal negatif.
Pertama, setiap kali bertemu dengan orang lain, kurangi sikap merasa lebih penting dari orang tersebut. Entah dari segi status sosial, pendidikan, kekayaan, usia, dan sebagainya. Ingat, hukum alam yang berlaku seperti roda berputar, seseorang yang hari ini berada di posisi atas, hari selanjutnya bisa berada di posisi bawah.
Kedua, logika dan isi kepala bukanlah segalanya. Segala informasi yang ditanggap, tidak disimpulkan mentah-mentah. Pemikiran dari salah satu orang, hendaknya tidak dijadikan sebagai suatu kebenaran pasti, kita perlu melihat dari berbagai sudut atau pandangan orang lain.
Ketiga, belajar mengenakan sepatu orang lain. Kapan saja Anda merasa sakit, sisakan sebagian rasa untuk merasakan rasa sakit orang lain. Saat Anda disakiti orang, sesungguhnya yang menyakiti Anda, juga sedang merasakan rasa sakit dari orang lain.
Memaafkan sebagai Pencapaian
Memaafkan menjadi salah satu pencapaian spiritual menemukan kedamaian. Namun, tidak semua orang mampu dengan mudah memaafkan orang lain.
Hubungan dengan pasangan, keluarga, sahabat, hingga rekan kerja bisa membentuk mata rantai saling melukai. Salah satu penyebab terbentuknya rantai ini sebagai respon rasa sakit hati yang didapatkan dari orang lain atau trauma masa lalu yang dirasakan. Misalnya saja, anak disakiti Ibunya, Ibu dilukai Ayahnya, Ayah berkonflik dengan rekan kerja di kantor.
Akibat luka yang didapatkan dari orang lain, membuatnya melakukan hal yang sama kepada orang lain sebagai bentuk pelampiasan. Rantai saling melukai ini tidak seharusnya dibiarkan begitu saja, namun harus segera diputus.
Gede Prama dalam bukunya menuliskan bahwa “mata rantai saling melukai bisa diputus oleh kecerdasan memaafkan”.
“Apakah tanda bahwa kita sudah bisa memaafkan orang lain yang melukai kita?”
Lihat diri Anda sendiri ketika seseorang membawa kabar baik kepada Anda tentang orang yang pernah melukai Anda.
Sadari bagaimana respon diri Anda sendiri, apakah merasa kesal seperti terbakar atau senyum bahagia?
Buku ini terdiri dari beberapa sub bagian, membahas tema-tema yang saling berkaitan. Tidak perlu membaca buku ini secara keseluruhan untuk mendapatkan maknanya. Walaupun saling berkaitan, namun tulisan dalam buku ini bukanlah cerita bersambung, sehingga kita dapat membuka bab yang ingin kita baca.
Judul buku : Mekar dalam Kedamaian: Bahan Renungan tentang Kesembuhan, Kebahagiaan, Kedamaian
Penulis: Gede Prama
Tahun: 2017 (Cetakan Pertama)
“Bahagia mendengar orang yang pernah melukai ternyata bahagia merupakan sebuah pencapaian spiritual yang langka” – Gede Prama
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara