Tentunya, kita ingin hidup yang otentik. Kita tidak ingin berpura-pura dalam hidup. Kita tidak ingin jatuh ke dalam kemunafikan. Tak ada orang yang ingin hidup dalam kepalsuan terus menerus.
Kita juga tak ingin hidup dengan rasa takut. Kita tidak ingin terus mengingkari nurani dan akal sehat yang kita punya. Untuk jangka pendek, kita mungkin rela ditindas. Namun, untuk jangka panjang, hasrat untuk merdeka akan menghujam keluar.
Di Indonesia, kita ditikam oleh ajaran sesat yang mengaku suci. Ajaran ini menindas perempuan dengan dalih kesucian dan surga. Ajaran ini merusak budaya setempat yang sudah hidup ribuan tahun lamanya. Ajaran ini menjadi pembenaran untuk ibadah yang merusak ketenangan hidup bersama.
Kita tentu tak ingin hidup seperti ini terus menerus. Penjajahan bisa terjadi. Namun, naluri untuk merdeka tak akan pernah bisa dibunuh. Ada sesuatu di dalam diri manusia yang menolak untuk tunduk pada segala bentuk penindasan, walaupun itu berkedok kesucian.
Kita juga harus ingat, bahwa pemberontakan tak bisa tanpa arah. Ia harus berpola, supaya tidak jatuh pada kekacauan. Jika tanpa arah, pemberontakan itu hanya seperti mengganti masalah yang satu dengan masalah yang lain. Ini seperti keluar dari mulut singa, dan masuk ke mulut serigala.
Maka, kita perlu pijakan. Dalam hal ini, pijakan paling tepat adalah kebenaran itu sendiri, yakni kebenaran tentang kenyataan sebagaimana adanya. Inilah kenyataan sebelum teori, konsep dan bahasa. Inilah kenyataan yang berujung pada kebijaksanaan dan pencerahan batin.
Empat Hukum Dunia
Kenyataan sebagaimana adanya memiliki empat hukum. Pertama, ia terus berubah. Ia adalah aliran deras yang tak akan pernah berhenti. Kenyataan itu tak akan pernah bisa tunduk pada konsep dan teori, karena ia selalu bergerak.
Dua, dunia adalah hasil ciptaan kesadaran manusia. Segala hal adalah persoalan sudut pandang. Kita bisa sepakat tentang beberapa hal, misalnya tentang tata nilai moral bersama. Namun, kesepakatan itu pun bermakna berbeda untuk orang-orang yang berbeda. Ia tak abadi.
Tiga, tak ada diri, atau ego. Itu hanya hasil kebiasaan semata. Itu juga hanya konsep dan bahasa yang berpijak pada ingatan. Diri kita yang asli bersifat kosong, sadar dan selalu terhubung dengan segala yang ada.
Empat, semua emosi dan pikiran akan berakhir pada ketidakpuasan. Ini terjadi, karena emosi dan pikiran mencoba menggenggam kenyataan yang terus berubah. Ini seperti orang yang hendak menggenggam asap. Ia tak akan pernah berhasil, dan justru menjadi frustasi.
Orang mengira, pikiran positif akan menciptakan kebahagiaan. Orang juga mengira, bahwa kenikmatan adalah kebahagiaan. Maka, mereka memanjakan tubuh mereka dengan berbagai kenikmatan. Namun, ini semua adalah usaha sia-sia yang akan bermuara pada rasa tidak puas.
Makan kenyang dan enak akan melahirkan rasa penuh atau mual di perut. Bercinta akan menghasilkan rasa lelah. Belanja akan menghasilkan rasa bersalah, dan bahkan hutang. Harapan akan menghasilkan kekecewaan, jika tidak sesuai dengan kenyataan.
Menjadi Merdeka
Menjadi merdeka bukanlah bertindak semaunya. Menjadi merdeka haruslah berpijak pada kebenaran, yakni pemahaman tentang dunia sebagaimana adanya. Pemahaman ini akan melahirkan kebijaksanaan. Merdeka haruslah bijaksana.
Orang yang bertindak semaunya justru tidak merdeka. Ia dijajah oleh hasrat-hasrat di dalam dirinya. Padahal, hasrat-hasratnya bukanlah miliknya, melainkan hasil rayuan pasar, ataupun pengaruh kuat dari lingkungan sosial. Hidupnya pun akan dangkal, dan berakhir di dalam ketidakpuasan. Ia juga akan membuat sulit hidup orang lain, terutama orang-orang terdekatnya.
Menjadi merdeka berarti paham kebenaran, dan hidup sejalan dengannya. Ini berarti orang punya pemahaman memadai tentang empat hukum dunia, dan hidup sesuai dengannya. Segala keinginan yang tak sesuai kenyataan akan lenyap seketika. Inilah keadaan batin yang tercerahkan, yakni ketika orang melihat kekosongan dari segala sesuatu.
Tidak ada ambisi berlebihan, dan tidak ada kekecewaan berlebihan. Bagaimanapun rumitnya, hidup hanya sementara. Ia adalah permainan. Kita hanya perlu bermain dengan gembira dan merdeka.
Dengan pemahaman ini, baru bisa menjadi manusia yang sungguh merdeka. Kita pun bisa bertindak menolong orang lain dengan ketulusan. Tidak ada agenda yang disembunyikan. Ketulusan murni adalah buah dari kemerdekaan batin yang sejati.***
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara