• Saturday, 10 July 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Setiap orang perlu bekerja untuk hidup. Sejak zaman dulu manusia telah melakukan segala cara dan upaya untuk menyukupi kebutuhan hidupnya. Satu dengan yang lainnya berinteraksi dan saling membutuhkan untuk mencukupi dan menunjang hidup. Ketika masyarakat semakin maju, maka bentuk-bentuk penghidupan pun bermunculan.

Apabila seseorang melakukan penghidupan tanpa mempertimbangkan dampak terhadap orang lain maka dunia ini lambat laun akan menjadi kacau. Seandainya setiap orang melakukan pekerjaannya dengan cara-cara yang tidak jujur, selalu menipu, maka kehidupan manusia tidak akan harmonis dan damai. Kehidupan manusia akan menjadi kacau.

Ketika seseorang melakukan mata pencaharian yang benar, tentunya berdampak positif terhadap batin, pikiran dan perasaan menjadi lebih tenang. Bayangkan apabila pekerjaan seseorang ilegal, dilakukan dengan menipu, maka orang tersebut akan selalu dipenuhi oleh ketakutan, kecemasan dan perasaan tidak nyaman lainnya. Untuk itulah diperlukan cara hidup yang benar, penghidupan yang benar.

Pengertian penghidupan benar

Di dalam kitab Tipitaka, disebutkan berulang-ulang bahwa Penghidupan Benar adalah penghidupan yang meninggalkan Penghidupan Salah, mempertahankan kehidupannya dengan penghidupan yang benar (SN 45.8). Tidak disebutkan dengan jelas dalam definisi ketika Sang Buddha sedang berbicara mengenai Jalan Mulia Berunsur Delapan. Walaupun demikian, di ucapan-ucapan Buddha yang lain, dapat ditemukan suatu bentuk standar mengenai bagaimana penghidupan benar itu.

Standar tersebut adalah bahwa suatu penghidupan harus dilakukan dengan cara-cara yang legal, bukan ilegal; diperoleh dengan damai, tanpa paksaan atau kekerasan; diperoleh dengan jujur, tidak dengan penipuan dan kebohongan; serta diperoleh dengan cara-cara yang tidak menimbulkan bahaya dan penderitaan bagi orang lain. (AN 4:62; AN 5:42, AN 8:54).

Masyarakat ideal

Penghidupan benar yang apabila dilakukan oleh setiap orang maka akan terbentuk masyarakat yang ideal. Sang Buddha melihat bahwa keharmonisan masyarakat merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan.

Ketika masyarakat hidup secara berkelompok, kedamaian bersama perlu diwujudkan sehingga menghindari banyak penderitaan. Tidak heran Sang Buddha menolak perang, tidak menyetujui penjualan senjata, perdagangan makhluk hidup, perdagangan narkoba. Semua itu demi menghindari kekacauan dalam masyarakat.

Ketika banyak orang memanggul senjata dalam masyarakat, tentu kehidupan setiap orang menjadi tidak tenang. Seseorang yang sedang marah dapat membunuh karena adanya senjata ditangan. Begitu pula anak-anak muda yang mabuk di jalan, dapat memicu pertengkaran dan perkelahian kelompok. Tidak semua orang mempunyai batin yang tenang, damai dan seimbang seperti Sang Buddha dan murid-muridnya, sehingga ketidakharmonisan dalam masyarakat dapat mempunyai pengaruh terhadap batin seseorang.

Inilah alasan-alasan yang membuat Sang Buddha mengharapkan terwujudnya suatu masyarakat yang ideal, masyarakat yang menjalankan penghidupan benar yang memunculkan keharmonisan. Dengan adanya keharmonisan dalam masyarakat, kedamaian dan kebahagiaan dalam batin lebih mudah diwujudkan.

Dicuplik dari “Penghidupan Benar”, terbitan Insight Vidyasena Production.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *