• Saturday, 26 June 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Aku shock sampai tak tahu harus berbuat apa. Mungkin ini semua adalah salahku. Mungkin juga ini adalah karmaku. Tapi semua yang terjadi ternyata hanyalah sandiwara. Semua yang dilakukannya palsu! Bodoh banget ya aku!

Sebenarnya agak sulit bagiku untuk memulai cerita ini. Perasaan malu dan kecewa semua melebur menjadi satu. Butuh waktu lama bagiku untuk berani menceritakan kisah ini. Hanya satu tujuanku: agar anda semua dapat memetik pelajaran dari cerita ini. Tapi ya sudahlah. Konon katanya bercerita adalah terapi manjur untuk hati yang terluka. Kini rasa-rasanya adalah saat yang tepat untukku bercerita.

Semua ini bermula dari setitik kebahagiaan yang kurasa tiga tahun silam. Entah takdir apa sehingga aku bertemu dengannya. Dia seorang pria berparas lumayan dan berpostur tinggi. Perawakannya yang atletis membuatku penasaran tentangnya. Saat berkenalan, aku semakin tertarik padanya.

Singkat cerita, kami pun mulai sering berjumpa. Karena tuntutan pekerjaan. Dia pegawai di kantor supplier material di tempat saya bekerja. Karena sering bertemu membahas masalah pekerjaan, lama kelamaan kami menjadi dekat. Sampai akhirnya dia menembak saya.

Selang setahun berpacaran, kami mantap menikah. Tepatnya, dia meminang saya. Dengan hati yang berbunga-bunga, aku pun menyanggupinya. Meski terkadang masih terasa hampa selama berjalan dengannya. Tak terasa, hari pernikahan tiba dengan cepat. Segala persiapan dan kerumitan membuatku tak sadar akan berlalunya waktu. Hingga hari pernikahan, aku terus mengatakan dalam hati kecilku, “Dialah hidupku! Dialah jalanku!”

Dua bulan berlalu sejak pernikahan kami. Tapi ada terasa yang berbeda darinya. Dia tak lagi sama. Dia menjadi cuek. Dia lebih perhatian dengan smartphone-nya. Dia lebih sering keluar rumah. Pulangnya pun sering malam dengan alasan lembur. Rumah kecil yang kami beli bersama kini terasa begitu lapang dan sepi. Entah apa yang ada dibenaknya? Apakah aku yang tak mampu memuaskannya? Apakah ada wanita lain yang diinginkannya?

Semua pertanyaan ini menghantuiku berhari-hari. Sampai akhirnya aku berinisiatif untuk melacak percakapan whatsapp-nya. Saat dia lengah, aku meng-clone ID whatsapp-nya. Sebenarnya aku tahu aku tidak seharusnya curiga dan berbuat seperti ini. Tapi aku tak tahu lagi apa alasannya dia berubah seperti ini. Bertanya pun hanya dijawab tidak ada masalah. Ini satu-satunya yang bisa kulakukan untuk memastikan hubungan kami.

Dan ternyata…

Dari awal dia tidak mencintai saya. Ada alasan mengapa diriku yang pertama menjadi pacarnya. Dia menikahiku hanya untuk menutupi sebuah kenyataan. Selama ini dia tidak pernah jujur pada saya. Dan bodohnya aku, aku tertipu oleh akal bulusnya.

Ternyata selama ini dia telah menjalin hubungan dengan orang lain, dengan seorang pria lain. Dari percakapan whatsapp-nya, kelihatannya mereka telah berkencan sebelum kami pacaran. Pacaran dan pernikahan ini hanyalah sebuah tameng baginya untuk menutupi hubungan terlarangnya.

Lama kuberpikir apa yang harus kulakukan? Haruskah aku melabraknya? Tapi apa yang akan kukatakan? Entahlah. Semua ini semakin membuatku kalut dan gelisah. Hanya satu hal positif dari semua ini: berat badanku turun dengan cepat. Melihat perubahanku yang drastis, orang tua dan kakakku sering bertanya ada masalah apa. “Tidak ada,” jawabku.

Namun denial ini semakin menyiksaku. Melihatnya pamit bekerja terasa menyakitkan. Dia semakin sering berbohong padahal aku tahu sebenarnya dia mau kemana. Dia bilang kerja hari sabtu, padahal di whatsapp-nya mau kencan dengan pacar gelapnya di hotel. Semakin lama aku merasa semakin jijik. Bukan, bukan hanya rasa jijik dengan sikapnya. Tapi juga jijik dengan rasa sakitku.

Apalagi yang bisa dipertahankan kalau cinta saja tidak ada diantara kita. Semuanya telah hancur berkeping-keping. Sebesar apapun aku mencintainya, menyayanginya, semua tak akan ada artinya bila dia tidak mencintaiku, menyayangiku. Hatiku sakit setiap kali dia berbohong padaku. Sepertinya memang sudah saatnya semua kepalsuan ini ditunjukkan padaku. Malam ini aku akan berbicara dengannya. Demikian aku memantapkan hati.

“Kamu telah pulang?” tanyaku sambil menunggunya di meja makan.

“Iya sayang. Aku capek hari ini. Kamu makan sendiri saja ya,” balasnya.

“Duduklah. Ada yang ingin kubicarakan,” pintaku.

Dia memandangiku dengan tatapan tajam. Kemudian dia pun duduk menghampiriku. “Ada apa? Apa yang ingin kamu bicarakan?” tanyanya.

Dengan agak sinis aku berujar, “Semuanya palsu!”.

Dia terkejut, “Apa maksudmu?”.

“Iya, kubilang semua ini ternyata palsu!”.

Dengan menghela napas, dia mencoba mengatur emosinya. “Sayang, ada apa ini? Apa yang kamu maksud karena aku sibuk bekerja? Coba, tolonglah pahami kalau aku harus bekerja untuk menafkahi kita berdua,” jelasnya mencoba meyakinkanku.

“Sudah kubilang, semua palsu! Aku sudah tahu semuanya!”.

Lagi-lagi dia terkejut. “Tahu apa maksudmu?”

“Iya, aku sudah tahu kalau kamu selama ini punya pacar lain? Seorang cowok namanya X kan?”.

Kali ini dia terdiam. Aku bisa melihat dari mimik wajahnya yang memerah menahan rasa malu, terkejut dan… amarah. Ya, tatapan matanya menjadi semakin beringas. Tapi aku sudah tak takut lagi. Tak ada lagi hal berharga yang perlu kujaga.

“Semua ini, pernikahan ini, semuanya palsu kan?!” bentakku.

“Ini hanya untuk menutup-nutupi hubunganmu dengan cowok itu.

Mengapa kamu selama ini tega padaku? Apa salahku hingga kamu ngancurin semua impianku?”

Dia masih duduk terdiam. Aku pun lanjut berbicara.

“Selama ini tidak ada keterbukaan di antara kita. Kamu tidak mencintaiku. Kamu berbohong untuk berkencan dengannya. Kenapa kamu sejahat itu kepadaku? Apa salahku?” tanyaku lagi.

“Maafkan aku. Aku tahu seharusnya aku tidak berbuat seperti ini padamu,” jawabnya yang cukup mengagetkan bagiku. Kukira dia akan marah atau bahkan mengancamku.

“Sekarang, kamu sudah tahu semua. Apa yang akan kamu lakukan?” malah dia balik bertanya padaku.

Kini air mataku tak terbendung lagi. Emosiku memainkan perasaanku. Dengan berlinang air mata, aku melihat matanya walau sulit.

“Kamu sadar apa yang sudah kamu lakukan? Kamu sadar kalau kamu telah menghancurkan tidak saja hidupku, tapi juga mimpi-mimpiku, mimpi-mimpi keluargaku dan juga mimpi-mimpi keluargamu?”

“Ya, aku tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi,” tuturnya.

“Mau bagaimana lagi?!” bentakku kali ini agak keras. “Harusnya dari awal kamu bersikap jujur pada dirimu sendiri. Jangan melibatkan orang lain hanya untuk menutupi kekuranganmu! Apa hak kamu untuk menghancurkan hidupku? Apa?” tanyaku sambil menangis.

Dia hanya terdiam menungguku lanjut berbicara. “Aku tidak pernah menghakimi seorang pria yang juga menyukai pria lainnya. Itu pilihan dan tanggungjawabmu sendiri. Tapi mengapa kamu sampai melibatkanku dalam permainan sandiwaramu ini?”

Lagi-lagi dia terdiam dan menunduk malu. “Saya ikhlas melepaskanmu.”

Kali ini dia tercengang dengan ucapanku. “Apa kamu yakin?”

“Yah, daripada mempertahankan pernikahan penuh kepalsuan seperti ini. Hanya akan menyakiti hati saya lebih dalam. Besok kita akan pikirkan bersama-sama untuk mengakhiri pernikahan ini.”

Dia memandangiku dengan cukup lama, lalu berkata “Baiklah”.

Sekarang, sudah enam bulan berlalu dari perceraian kami. Keluarganya sudah menduga hal ini cepat atau lambat akan terjadi. Ternyata sebagian dari mereka sudah tahu kepalsuan mantan saya. Sedangkan keluarga saya masih tidak tahu apa-apa. Aku sengaja merahasiakan alasan perceraian kami karena tidak mau menambah beban pikiran kedua orang tua saya.

Tiap kali teringat tentang perjalanan cinta ini, tak sadar air mata selalu menetes. Mungkin ini memang jalan yang harus kulalui. Aku mencoba ikhlas meski terasa berat. Aku selalu menangis tiap perjalanan pulang menuju rumah yang kini hanya kuhuni sendiri. Semoga waktu menghiburku dan menyembuhkan luka ini. Semoga aku menjadi lebih kuat lagi.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *