• Monday, 8 March 2021
  • Jo Priastana
  • 0

Kutulis Puisi pada Tubuh Kang Sutar
Di suatu pagi yang sepi, dua tahun lebih berlalu
Pada dipan di kampung halaman di mana engkau berbaring
Suara kata-kata itu masih terasa berkicau
Terus hidup dari kedalaman kata hati sanubari
Dan selalu berbunyi setiap hari saat menyambut pagi
Nyaris teriris hati ini Engkau terbaring begitu ringkih
Seakan tenggelam dalam sunyi yang kelam
Namun tidak untuk idealisme dan obsesimu
Yang terpancar menyala dari sorot matamu
Ide-ide untuk komunitas dan obsesi media membangun negeri
Tidak akan kalah meski tubuhmu berada tak berdaya
Mata idealisme dan obsesimu terus bercahaya
Seakan tak peduli dengan ringkih tubuhmu
Cahaya yang bergulir dalam setiap aksara-akasaramu
Menebar dalam cakrawala menyelami jiwa BuddhaZine

Kutulis Puisi pada Tubuh Kang Sutar
Emosi bergejolak di suatu siang yang garang
Pada sisi pembaringan yang dingin di sebuah rumah sakit di Karawaci
Terasa begitu senyap, sunyi tanpa kuasa berkata
Tapi matamu tetap bersinar ketika tertangkap selintas tatap
Tidak perlu Sutaryono, katamu, cukup Sutar Soemitro
Begitu saran untuk menuliskan namamu
Pada sebuah buku tentang perjalanan yang selalu kau lakukan dan angankan
Kang Sutar yang selalu berkelana dalam ide dan kreativitas
Dalam setiap aksara yang digoreskan dan setiap tulisan yang diwariskan
Kreasi yang membawanya menyusuri jalan Dharma
Mengarungi jiwa dalam karya di jalan Dharma

Kutulis Puisi pada Tubuh Kang Sutar
Di suatu senja di tengah kerumunan di stadion utama senayan
Nyaris kegembiraan itu meledak di antara bangku penonton
Saat Irfan Bachdim melewati lawan nyaris membuahkan goal
Ledakan kebangaan-Nasionalisme Kang Sutar akan apresiasi sepakbola Nasional
Dari Irfan Bachdim, Bambang Pamungkas, Kurniawan Julianto
Dan atraksi pesepak bola internasional dini hari yang kerap menemaninya
Seakan luapan adrenalin yang membangkitkan aksara-aksaranya
Yang mencari-cari dan menari untuk sebuah goal tujuan mulia
Melesatlah bola-bola jiwanya dari kamar kostnya bersama dinginnya malam
Sutar Sumitro begitu keras kepala cerminan dari tekad yang kukuh berkarya
Laksana burung rajawali yang berani terbang sendiri menggelorakan jiwanya
Seperti auman singa di hutan belantara yang berani menerjemahkan ide menjadi karya
Mengalahkan segala ambisi kenyamanan hidup dan keterbatasan tubuh
Untuk sebuah obsesi yang akan menginspirasi generasi
Atas dedikasi bodhisattwa dan menginisiasi dirinya sebagai pahlawan Dharma

Kutulis Puisi pada Tubuh Kang Sutar
Di suatu malam sunyi dinihari diantara tebaran aksara grup whatsapp
Ia menulis telah membelikan tiket kereta-api untukku datang menjumpainya
Sangat terasa ia terpaksa dan memaksa aku mengunjunginya
Seakan lirih berkata, “Datanglah Bapak, waktuku tiada banyak lagi”
Di sana pada kursi roda di mana dia mendudukkan tubuh-ringkihnya
Dia berkata dengan sorot matanya yang tak berhenti bercahaya
Dan terdengar lamban suaranya menjawab mataku yang berkaca,
“Santai saja Bapak aku tidak apa-apa”
Dan aku pun tak kuasa bersuara lirih,
“Teruslah berkarya, kalau memang itu kehendakmu”
Dan aku tahu karyanya akan tetap terus menyala abadi menyinari anak negeri

Kutulis Puisi pada Tubuh Kang Sutar
Pada suatu masa dan waktu dimana memori tak akan lagi dapat menghapusnya
Ia yang membaringkan tubuh ringkihnya pada dipan sederhana di kampung halaman
Tempat di mana jiwanya bergelora dan hati damainya bersarang
Tempat di mana ia akan berbaring selamanya sambil tersenyum
Kemenangan atas jiwa yang berkarya mengalahkan kesakitan dan kefanaan tubuh
Jiwa BuddhaZine yang akan selalu menginspirasi setiap anak negeri
Pada setiap anak yang mau berkarya, yang mau menggelorakan diri
Pada setiap anak yang mengerti menuliskan kefanaan tubuh pada keabadian karya
Menyatakan pesan Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pintar setinggi langit, namun kalau belum membuat karya tulis tetap akan dilindas sejarah”
Abadi idealisme, abadi obsesimu, abadi dedikasimu
Abadi bersama aksara-aksara BuddhaZine dalam
sejarah perkembangan Buddhadharma Nusantara

Kutulis Puisi pada Tubuh Kang Sutar
Untuk menyampaikan nyala api dari cahaya sorot matanya
Yang meluncurkan jiwanya pada setiap aksara dalam karyanya
Dan sinar kerendahan hati dari kedalaman budinya
Dalam balutan idealisme dan obsesi bagi komunitas dan kemajuan negeri
Bagi mereka yang mengerti akan arti berkarya
Bagi mereka yang memaknai sebuah dedikasi
Takzim untuk Kang Sutar dalam hening tanpa lagi suara
Damai abadi Kang Sutar, tabur-bunga dan aksara di pusara,
selalu untukmu. Svaha!
***

Desa Cilaku, Tenjo, Bogor, Jawa Barat
3 Maret 2021.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *