Seringkali ketika kita berbicara mengenai psikologi dan teknik-tekniknya dikaitkan dengan ajaran Buddha. Ilmu psikologi secara tradisi memang banyak dipengaruhi oleh ajaran Buddha – dalam hal ini terkait dengan aspek-aspek kesadaran dan bagaimana memanfaatkannya sebagai teknik terapi berkesadaran.
Kesadaran sendiri merupakan sebuah proses psikologis yang membawa perhatian seseorang ke dalam pengalaman-pengalaman internal dan eksternal yang muncul di masa kini, yang dapat dikembangkan dengan praktek meditasi dan latihan berkesadaran lainnya.
Namun praktek berkesadaran ini tidak mutlak merupakan milik ajaran Buddha. Salah satu contohnya adalah spiritualitas Rumi yang menekankan pula aspek berkesadaran dalam prakteknya.
Jalaludin Rumi, penyair terkenal Persia abad ke-12 Masehi, adalah seorang cendekia muslim yang membawa pengaruh besar terhadap Sufi dan agama Islam pada umumnya. Syair-syair Rumi dikenal membawa pesan cinta, toleransi dan spiritual yang dapat diterima banyak kalangan lintas agama dan budaya.
Terdapat beberapa kesamaan spiritualitas antara Buddha dan Rumi terkait praktek berkesadaran. Inti ajaran Rumi adalah penerimaan dan pengakuan terhadap pengalaman-pengalaman positif maupun negatif dan menerima momen kekinian seperti yang terkandung dalam syair:
Obat untuk rasa sakit ada di dalam rasa sakit
Baik dan buruk selalu bercampur.
Jika Anda tidak memiliki keduanya, Anda bukan bagian dari kami.
Ketika salah satu dari kita tersesat, tidak ada di sini, dia pasti ada di dalam kita.
Syair diatas mencerminkan pandangan Rumi yang menerima segala bentuk pengalaman sebagai alat untuk memperoleh wawasan. Ini mirip dengan teknik meditasi berkesadaran buddhis yang memfasilitasi penerimaan bentuk-bentuk pikiran tanpa bias. Selanjutnya, Rumi juga memandang penting pikiran seperti dalam syairnya:
Pikiran Anda adalah seperti penunggang unta,
Dan Anda adalah untanya;
Pikiran mendorong anda ke segala arah di bawah kendali pahitnya.
Lagi-lagi ini menyerupai dengan fokus ajaran Buddha yang menegaskan bahwa pikiran adalah pelopor, segala sesuatu dimulai dari pikiran. Dan kita, manusia, memiliki tugas untuk melatih pikiran kita tersebut dengan teknik berkesadaran.
Selain itu, Rumi dalam praktek spiritualnya juga memanfaatkan teknik meditasi dengan bernafas yang penuh kesadaran. Praktek nafas berkesadaran berperan penting dalam tradisi Sufi sebagai sebuah cara untuk mencapai tingkat spiritual yang lebih tinggi. Rumi menuliskan syair:
Bernafaslah ke dalam saya,
Tutuplah pintu bahasa dan bukalah jendela cinta.
Sang bulan tidak akan menggunakan pintu, hanya jendela.
Demikianlah beberapa kemiripan aspek antara spiritualitas berkesadaran Rumi dan Buddha. Ini menunjukkan kebijaksanaan universal yang terdapat dalam ajaran Buddha tidak serta merta merupakan milik umat Buddha sendiri. Kebijaksanaan universal selalu ada menunggu untuk ditemukan dan salah satunya dapat dilihat pada beberapa ajaran Rumi.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara