• Wednesday, 19 August 2020
  • Sunyaloka
  • 0

Suatu ketika seorang petani menemui Buddha untuk berkonsultasi mengenai masalah yang dialaminya. Ia menjelaskan kesulitannya dalam bertani—bagaimana musim kering ataupun musim hujan menyulitkan pekerjaannya.

Ia menceritakan kepada Buddha mengenai istrinya—bagaimanapun ia mencintai istrinya, ada saja hal-hal tertentu dari istrinya yang ingin ia ubah. Sama halnya dengan anak-anaknya—betul, ia mencintai mereka, namun mereka tidak sepenuhnya berbuat seperti yang ia harapkan.

Ketika usai bercerita, ia meminta Buddha untuk membantunya mengatasi masalah-masalah ini.
 
Buddha berkata, “Maaf, Aku tidak dapat membantumu.”
 
“Apa maksudnya?” petani itu mencela. “Bukankah Anda seorang mahaguru!”
 
Buddha menjawab, “Tuan, demikian penjelasannya. Semua manusia memiliki delapan puluh tiga masalah. Itu adalah fakta kehidupan. Tentunya, sebagian masalah kadang-kadang bisa saja lenyap, namun masalah lain akan segera muncul sesudahnya. Maka, kita akan selalu memiliki delapan puluh tiga masalah.”
 
Petani tersebut merespons dengan marah, “Lalu apa hebatnya semua ajaran-Mu?”
 
Buddha menjawab, “Ajaran-Ku tidak dapat membantu untuk mengatasi kedelapan puluh tiga masalah tersebut, namun mungkin dapat membantu mengatasi masalah yang kedelapan puluh empat.”
           
“Apakah itu?” tanya si petani.
           
“Masalah kedelapan puluh empat adalah tentang kita tidak ingin memiliki masalah apa pun.”
 
Di atas adalah kisah yang terdapat dalam buku:
“Being Zen – Maujud Zen, Mengaplikasikan Meditasi dalam Kehidupan” salah satu dari tiga buku karya Ezra Bayda yang telah diterbitkan oleh Penerbit Karaniya.

Dua buku lainnya:
“Intisari Zen – Nasihat Sederhana untuk Hidup dengan Penuh Kesadaran dan Welas Asih”

“Melampaui Kebahagiaan – Cara Zen untuk Mencapai Kepuasan Sejati”.
 
Terlepas dari judul bukunya yang menyebutkan Zen, dan juga bahwa beliau adalah guru Zen di San Diego Zen Center, Ezra Bayda jarang menyebutkan tradisi ini, malah berfokus pada orientasi dasar Buddhis pada pikiran, perasaan, dan kebajikan seperti kemurahan hati, cinta kasih, dan pemaafan. Beliau adalah penulis yang sering membahas pendekatan Buddhis dalam menghadapi tantangan hidup, dengan sangat jelas dan sederhana.
 
Kembali ke kisah di atas, lalu bagaimana cara mengatasi masalah yang kedelapan puluh empat? Uraian yang lengkap tentu ada pada bukunya. Namun merenungkan kutipan singkat berikut akan membantu: “Masalah kita yang benar-benar mendasar adalah mengharapkan masalah kita enyah.

“Kita menolak menghadapi kehidupan kita sebagaimana adanya, karena menghadapi kehidupan sebagaimana adanya berarti mengabaikan cara kita memikirkan kehidupan kita yang seharusnya. Kita jarang menjalani kehidupan tanpa mengharapkan hidup menjadi lain dari apa adanya.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *