• Tuesday, 31 March 2020
  • Deny Hermawan
  • 0

Dunia kini masih terus memerangi pandemi virus Corona (Covid-19). Ada negara yang sudah “lulus” namun ada juga yang masih berjuang. Yang menarik, terdapat pihak yang memprediksi bahwa pandemi Covid-19 dapat menjadi pemicu kebangkitan otoritarianisme.

Satu di antaranya dikemukakan sejarawan dan penulis buku laris Sapiens dan Homo Deus, Yuval Noah Harari. Ia telah memetakan berbagai kondisi yang mungkin akan terjadi setelah pandemi Covid-19 berakhir.

Tak seperti prediksi pakar lainnya yang berfokus pada aspek ekonomi, Harari justru menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 dapat menjadi penanda atas kebangkitan otoritarianisme negara.

Dalam tulisan Harari tanggal 20 Maret 2020 di ft.com yang berjudul The World after Coronavirus, ia menjelaskan, dunia dihantam oleh gelombang demokratisasi pasca Perang Dunia II, dan akan terjadi kebalikannya usai pandemi Covid-19.

Poin utama yang diungkapkan oleh Harari yang menjadi potensi kuat kebangkitan otoritarianisme atau totalitarianisme adalah hadirnya surveillance state atau negara pengawasan.

Dengan adanya pandemi Covid-19, Harari menyebutkan bahwa saat ini, baik pemerintah maupun masyarakat telah mengecualikan hak privasi untuk menghadirkan negara pengawasan.

Itu terjadi karena tingkat penularan Covid-19 yang tinggi membuat pemerintah harus menjaga agar social distancing tetap terjadi dengan menempatkan berbagai peralatan pengawas. Tak hanya itu, bahkan menurutnya berbagai negara, seperti Tiongkok, Inggris, Prancis, dan Filiphina juga menyiagakan aparat kepolisian dan personel militer untuk berpatroli agar masyarakat tidak melanggar protokol social distancing.

Masyarakat diawasi

Menurut Harari, walaupun nantinya penularan Covid-19 menjadi “nol”, pemerintah akan tetap menjaga hadirnya negara pengawasan yang disebut Harari sebagai biometric surveillance (pengawasan biometrik) karena menilai itu sebagai langkah preventif atas gelombang selanjutnya dari Covid-19 ataupun atas penyakit menular lainnya.

Lebih jauh, Harari bahkan menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 akan menjadi preseden atas kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap negara. Penanganan Covid-19 yang berpusat pada pemerintah membuat masyarakat mau tidak mau harus menaruh kepercayaannya kepada pemerintah.

“Bahkan ketika infeksi dari coronavirus turun ke nol, beberapa pemerintah yang haus data dapat berargumentasi bahwa mereka perlu mempertahankan sistem pengawasan biometrik karena mereka takut gelombang kedua coronavirus, atau karena ada gelombang Ebola baru yang berkembang di Afrika tengah, atau karena… kamu dapat idenya. Pertempuran besar telah terjadi dalam beberapa tahun terakhir karena privasi kita. Krisis coronavirus bisa menjadi titik kritis pertempuran. Karena ketika orang diberikan pilihan antara privasi dan kesehatan, mereka biasanya akan memilih kesehatan,” tulis Harari.

Siapkah kita semua seandainya kembali ke zaman otoriter? Bila tidak, Harari memberikan penangkalnya, yakni dengan cara masyarakat percaya pada sains, otoritas publik, dan media massa. Selain itu, untuk mengatasi krisis global, antar negara menurutnya harus saling membantu, dan masyarakat dunia harus membentuk kesatuan global, tak lagi tersekat negara dan perbedaan lain.

Masa depan

“Di hari-hari mendatang, kita masing-masing harus memilih untuk mempercayai data ilmiah dan ahli layanan kesehatan daripada teori konspirasi yang tidak berdasar dan politisi yang mementingkan diri sendiri,” tulis Harari.

Sebagai tambahan informasi, Profesor Yuval Noah Harari adalah praktisi meditasi Vipassana menurut tradisi SN Goenka, yang ia mulai ketika berada di Oxford pada tahun 2000. Ia berlatih selama dua jam setiap hari, setiap tahun melakukan retret meditasi selama 30 hari atau lebih. Ia juga merupakan asisten guru meditasi.

Ia mendedikasikan buku Homo Deus kepada gurunya itu dengan menulis “untuk guruku, SN Goenka (1924-3013) yang mengajarkanku bermacam hal penting dengan penuh cinta.” Ia juga menuliskan, “Aku tidak mungkin menulis buku ini tanpa fokus, kedamaian dan wawasan yang diperoleh dari berlatih Vipassana selama lima belas tahun.”

Deny Hermawan

Editor BuddhaZine, penyuka musik, film, dan spiritualitas tanpa batas.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *