“Nah semuanya ini, tradisi-tradisi sesaji ini adalah sarana memohon atau berdoa kepada Tuhan YME dan yang kedua berdoa untuk sesamanya yaitu manusia, hewan-hewan dan juga makhluk halus supaya bisa hidup bersama-sama dan berdampingan tanpa harus saling mengganggu.”
Itulah petikan pesan yang disampaikan Mbah Sukoyo selaku Kepala Dusun sekaligus sesepuh Dusun Krecek kepada puluhan peserta live in dalam sesi kelas sesaji.
Kelas sesaji menjadi kelas yang unik dan menarik bagi para peserta live in “Nyadran Perdamaian 2020” di Dusun Krecek yang dihelat kedua kalinya pada Rabu-Jum’at (10-13/03). Di samping kesan spiritual yang didapat dari mengikuti kelas sesaji namun para peserta juga mendapatkan penjelasan yang lebih masuk akal mengenai tradisi sesaji.
Dusun Krecek memang masih kental dengan tradisi sesaji yang digunakan dalam setiap acara adat ataupun setiap melaksanakan hajat seseorang seperti pernikahan, potong rambut gimbal, memperingati usia kehamilan, ruwat kali, mengawali panen, merti dusun dan acara-acara adat dan hajat lainnya. Berbagai perlengkapan sesaji akan disediakan dan dikumpulkan dalam sebuah wadah yang diberi nama ancak.
Sesaji yang biasa digunakan dan menjadi sesaji pokok di antaranya adalah bucu atau tumpeng, ketupat bermacam-macam bentuk, jenang abang putih (merah putih), buah-buahan, ingkung (ayam yang dimasak), kinang, rokok dan berbagai sesaji lain yang menjadi pelengkap atau pengiring sesaji utama. Setiap sesaji yang disediakan sebagai bentuk simbolik yang mempunyai maknanya sendiri-sendiri.
“Lha ini yang pertama ada bucu/tumpeng maknanya ini bisa menunjukkan hajatnya atau perlunya apa dan ini menjadi lambang petunjuk. Lalu kenapa ada ingkung yang dulu sebenarnya ini telur dan saat ini diganti inkgung, kenapa kok telur? Artinya ketika ada sesuatu kondisi yang tidak enak atau tidak diinginkan bisa manjing (berpindah dan menetap) di telur ini, telur ini kalau di Jawa dipercaya bisa menjadi tolak bala yaitu menolak resiko yang akan mengganggu manusia dari gangguan makhluk halus yang tidak bertanggung jawab,” terang Mbah Sukoyo mengawali penjelasan.
Mbah Sukoyo melanjutkan penjelasan tentang kupat /ketupat dengan tiga macam bentuk. Yang pertama ada ketupat kepel artinya untuk menggambarkan sebuah tekad, kalau sudah tekad punya hajat antara hati dan pikiran harus menyatu/searah atau kempel sehingga tidak ada keraguan. Bentuk kedua adalah ketupat sumpil bentuknya segitiga sebagai simbol harapan untuk manusia, makhluk halus dan hewan ataupun bangsa serangga supaya bisa bersama-sama untuk berkumpul walaupun ada yang tidak kelihatan tapi diyakini ada, dan juga harapan kepada Dah Hyang yang menjaga dusun ikut dirangkul dan diajak untuk memikirkan dan menjaga yang punya hajat.
Kemudian ada ketupat segi empat sebagai simbol upaya usaha seseorang dalam mencari rejeki, artinya manusia ini harus mencari pengalaman, mencari rejeki atau kekayaan ini jalannya mrapat (empat penjuru mata angin) atau bisa diartikan berbagai jalan bisa dilalui untuk mencari rejeki sehingga bisa mengangkat hajat yang sudah diniatkan.
“ Lalu ada jenang abang putih ini biasanya digunakan untuk tradisi memperingati kelahiran, saat baru lahir dan akan memberi nama menggunakan jenang merah putih yang melambangkan sebuah ketetapan nama seseorang biar namanya tidak berubah-ubah, misal saya namanya Sukoyo ya tetap Sukoyo kalau pun ada yang nama paraban atau panggilan itu akan dipanggil siapa saja kalau mau ya silahkan tapi yang nama asli ya yang menggunakan jenang merah putih ini. Kalau istilah dalam Bahasa Jawa seperti kata mbah kaum atau mbah manggalia ketika memberi pengantar dalam ritual kenduri pemberian nama yaitu ilange jenang manjingo marang jeneng,” lanjut mbah Sukoyo.
Selanjutnya terdapat buah-buah yang menurut penjelasan Mbah Sukoyo merupakan simbol dari buah manusia. “Terus ini ada buah-buahan nek jenenge buahe menungso niku nopo to? (Kalau yang namanya buah dari manusia itu apa sih?) Yaitu keturunan, lha keturunan ini yang nanti akan melanjutkan sejarah hidup kita. Makanya dengan keturunan ini tradisi semacam ini bisa diturunkan ke anak cucu supaya tidak hilang. Ada juga ini namanya kinang nek ting ndeso niku enten suruh (kalau di desa ini ada sirih),kesusu leh arek weruh (buru-buru ingin melihat) maksudnya melihat kahanan (kondisi) yang kira-kira tidak enak dirasakan manusia yang berasal dari gangguan makhluk halus sehingga bisa ditanggulangi.
Ini juga bisa menjadi sesajian untuk makhluk halus dan juga menjadi kesukaan makhluk halus sehingga dengan memberikan apa yang menjadi kesukaan mereka, diharapkan mereka bisa berbahagia dan tidak mengganggu manusia. Ini juga ada rokok alus ini tradisinya Danyang (Dah Hyang) sini, Danyang sini kalau nggak pakai rokok alus kadang akan memberikan kode atau tanda melalui seseorang seperti ketika ada orang yang kerasukan makhluk halus atau kesurupan menjadi lupa diri. Dan ada juga rokok yang kretek-kretek ini juga kesukaan makhluk halus yang turut menjaga Dusun Krecek ini,” imbuhnya.
Selain sesaji pokok terdapat pula berbagai sesaji yang menjadi pelengkap. Bagi warga Dusun Krecek selain menjadi sara untuk berdoa namun juga menjadi satu simbol untuk merealisasikan cinta kasih universal seperti yang terkandung dalam ungkapan “semoga semua makhluk hidup berbahagia” yang maknanya supaya manusia dan semua makhluk hidup bisa hidup bersama, berdampingan, saling membantu dan saling mendoakan yang terbaik.
Di akhir sesi Mbah Sukoyo menyampaikan harapan agar melalui sesaji ini bisa mewujudkan kehidupan yang rukun dan harmonis bagi semua makhluk dan juga berharap kelak akan ada generasi muda Dusun Krecek yang mampu melanjutkan dan memelihara tradisi sesaji.
“Mudah-mudahan besok bisa lebih berkembang lagi tradisi yang sudah diterapkan di Dusun Krecek ini, semoga ada yang bisa melanjutkan tradisi ini. Karena sudah sejak jaman dulu puluhan tahun bahkan mungkin lebih, di Dusun Krecek ini menggunakan sesaji ini,” pungkasnya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara