• Tuesday, 4 September 2018
  • Reni Westi
  • 0

Hidup dua minggu dalam retret adalah sebuah latihan memproduksi pengetahuan tentang diri sendiri, yang nantinya memberi manfaat untuk menopang hidup keseharian. Praktik meditasi kita tekuni, sikap dalam bermasyarakat, hubungan kita dengan unsur alam dan semesta, bahkan juga respon kita dengan hal-hal yang lazimnya disebut problem-problem kehidupan, semua aspek tersebut erat menyatu, secara dinamis saling memengaruhi dalam arti seluas-luasnya.

Tak bisa dipisahkan-pisahkan. Ungkapan klasik ‘sikap kita terhadap dunia luar merupakan representasi dunia batin kita, atau sebaliknya’  itu berlaku hingga kini. Ya, dalam Retret Chan bersama Shifu Gou Jun pada 4-20 Mei 2018, ibarat kita ini satu sosok unik yang hidup – sedang belajar dan  berlatih – untuk menjadi baik, lebih baik dan menjemput yang terbaik yang mampu kita upayakan.

Ada proses transformasi yang diam-diam terjadi. Tentunya pembawaan, kharakter, watak dan kebiasaan kita pun memberi corak tersendiri. Makanya masing-masing individu memiliki pengalaman yang berlainan. Retret itu ibaratnya model miniatur hidup kita. Dan tradisi berbagi pengalaman menjadi semacam persembahan kebahagiaan untuk sesama.

Apa yang kita lakukan selama retret?

Dalam retret lebih mudah meneliti dan mengobservasi diri, karena secara sengaja kita memisahkan diri dari urusan dunia. Noble silent dalam beragam retret adalah tradisi yang memudahkan peserta menempuh latihan. Rasanya retret itu momen spesial, seolah kita berkencan dengan diri sendiri. Begitu asyiknya, sehingga kita mampu mengenali satu demi satu, sedikit demi sedikit semakin dekat dengan diri sendiri, layer demi layer pikiran/batin terkuak.

Kita jumpa dengan diri sendiri “oh aku begini “ atau “oh aku begitu” dalam menghadapi aktvitas di dalam situasi retret. Melatih pikiran menjadi isu utamanya. Mengamati pikiran dari saat ke saat ketika bergerak, beraktivitas, dan selama waktu kita terjaga (kecuali saat tertidur). Dengan tidak memberi perhatian kepada pemikiran-pemikiran dan dengan aplikasi metode batin kita pun mengendap.

Dalam kesunyian retret  terbit rasa dekat  dengan diri sendiri. Ada rasa intim, persahabatan nan tulus dengan diri.  Rasa ini baru muncul di musim retreat ini, rada heran juga saya karena rasa baru. Timbul kelembutan dalam memperlakukan diri sendiri. Merasa begitu nyaman dengan diri sendiri. Merasa ingin menjaga diri seperti menjaga sebutir mutiara yang sangat berharga.

Pikiran yang melembut sedemikian rupa, memunculkan realita yang mudah diterima. Gak ada rasa kepo dengan hal-hal lain di luar. Jadi terharu, bersyukur, bahagia yang mendalam dan sayang pada diri sendiri. Rasa begini jarang kita temukan dalam keseharian di luar sana. Hmmm… retret itu kejadian romantis ternyata.

Terhubung dengan metode dan ajaran sikap hidup

Di awal latihan lazim kita bisa salah mengerti, tidak paham metode, salah menggunakan metode, lupa caranya, merasa tidak bisa, mendiskon metode, skip metode, tegang di sana-sini, malu bertanya, pikiran kusut mendengar  metode regulasi nafas 3-1-5, coba-coba bikin modifikasi berdasar pemahaman sendiri dan kekurangan lainnya yang terjadi, sesuai dengan kapasitas saat itu.

Setelah sekian kali mengikuti retreat Shifu, dalam praktiknya saya mampu melihat macam-macam kesalahan dengan jernih, kemudian merespon dengan langkah perbaikan. Meminimalkan kesalahan, berpraktik dengan lebih presisi, sesuai instruksi. Beginilah proses latihan.

Memperbaiki diri ini merupakan proses yang berlangsung terus-menerus menyempurnakan diri dan memurnikan batin. Terbit welas asih dengan diri sendiri, yang menimbulkan ingin merawat metode dengan telaten, dengan rajin  dan penuh kesabaran. Mengenali ada transformasi diri. Begitu pun dalam melihat orang lain, terbit rasa simpati dan empati dengan sesama.

Searah dengan kemajuan latihan  kita juga merasa yakin, rasa yang membuat tenteram di dunia. Kumpulan pengalaman pribadi ini menjadi pengetahuan mini, buku kecil sejarah saya.

Menguasai tekniknya, kemudian seni mempraktikkannya   

Tujuan praktik meditasi itu halus yaitu kemajuan batin, mengalami transformasi diri dan mencapai samadi hingga entah kapan menjemput batin yang tercerahkan annutara samyak samboddhi …. Maka Chan Master Gou Jun, Guru Monastik Pewaris Dharma dari Chan Master Shengyen memberikan serangkaian metode yang terstruktur.

Desain metodenya sophisticated. Jangan merasa terintimidasi karena tahapan-tahapan yang relatif panjang. Karena tahapan itu bukan hirarki dan bukan kompetisi untuk melatihnya. Untuk menempuh latihan meditasi memang butuh kedisiplinan, ketekunan, kesabaran, dan keseimbangan batin.

Baca juga: Retret Chan: Kembali Melihat Diri Sendiri

Berbeda dengan kecenderungan dunia yang maunya serba cepat atau kalau ada ambil jurus yang instan. Bukan begitu ceritanya. Dalam meditasi ketika terbit rasa ingin, rasa terburu-buru maunya langsung duduk meditasi, duduk dan duduk terus menerus,  mau samadhi maka pengalaman apa pun yang kita harapkan dijamin tidak kita jumpa sepanjang praktik kita.

Banyak aspek lain yang terlibat, dalam sejarahnya tak ada sosok yang tercerahkan karena duduk meditasi. Kita juga sinambi membangun pemahaman yang benar, sikap hidup yang benar, dan kelengkapan lainnya menyenggol khasanah buddhis: Sila, Samadhi, Prajna. (saya mencoba familiar dengan istilah tersebut, meski dalam hati, rasanya saya ini mualaf) Kembali ke soal retret saja. Setiap tahapan metode Shifu punya kharakter sendiri untuk meng-address bagian tertentu,  semakin halus dan mendalam untuk membangun kesadaran yang kokoh. Badan dipersiapkan dahulu, termasuk nafas dikelola, kemudian barulah tahap pikiran/batin.

Sekuen metode Shifu Guo Jun adalah :

1. DIS (Deep inhalation & Sighing) minimum 30 kali.

2. DAB (Deep Abdominal Breathing) minimum 30 kali.

3. PMR (Progressive Muscular Relaxation) minimum 3 set.

4. PME (Pre Mediation Exercise).

5. AAP (Ajustment and Awareness Posture).

6. Regulation of breathing 315 & 426.

7. Natural breathing DAB 314 & 426.

8. CRBS (Cyclic Relaxation Body Scanning ) 10 – 15 set. Pemindaian tubuh dengan cara menyentuh bagian-bagian tubuh. Metode menyentuh ini membuat kita merasakan secara otomatis. Sentuhan mulai dari kepala  bergulir turun hingga menyeluruh hingga jari-jari kaki, ketika itu kita merasakan tubuh utuh, solid. Inilah versi mini dari sekedar duduk.

9. Just Sitting (sekedar duduk).

10. Smile (Dalam setiap tahapan, senyum membuat latihan kita lebih lembut. Rileks dan melembutkan segala macam ketegangan otot dan juga pikiran).

11. Hitung napas (mengetahui napas yang keberapa dari 1-10).

12. Mengikuti napas.

Kita menggunakan setiap metode dengan sepenuh hati. Sikap kita tidak berpikir-pikir, berhenti berpikir, dan tanpa berpikir. Lakukan saja. Meditasi melampaui tindakan berpikir. Tindakan mikir-mikir akan memisahkan kita dari realita. Dalam praktik semata-mata merasakan momennya, hingga perlahan-lahan mikir-mikirnya hilang sendiri. Kita tidak disabot oleh multitasking mikir-mikir. Kita benar-benar tahu dengan jelas sedang melakukan metode, saat demi saat.

Contohnya saat praktik DIS, tahapan pertama yang gampang dilakukan pun membawa kita pada state of mind, rileks. Serileks apa DIS yang kita lakukan, tak perlu dianalisa. Lakukan saja. Praktikkan dengan rileks. Tidak ngotot atau asal-asalan atau ogah-ogahan. Ruang untuk bereksperimen sendiri terbuka luas. Kita sendiri yang memahami tantang diri kita. Fungsi Guru adalah membimbing dan menunjukkan jalannya, namun upaya kita yang menentukan pencapaiannya. Rute itu mau diikuti atau tidak adalah keputusan kita. Kalau kita memutuskan terjun di lapangan, sloga saya: the show must go on.

Keterampilan kita terhadap satu metode membawa kita kepada kedalaman praktik dan bisa diukur dengan rasa semakin dekat dan menyatu dengan metode. Repetisi setiap hari karena ada jadwal rutin untuk aktivitas sehari-hari. Hari lepas hari, makin banyak repetisi kita pun menjadi terampil baik secara teknis maupun dalam ‘how to’-nya. Kita bisa menemukan praktik yang lebih asyik.

Kita berinteraksi dengan metode–ini bukan teori yang mati–tapi kita lah membuat metode itu hidup. Tubuh-napas dan batin kita serba dekat. Sehingga terbit rasa percaya diri, percaya dengan praktik, dan setia menjalani. Yakin pada praktik. Yakin pada Guru. Yakin pada ajaran.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *