• Thursday, 9 January 2014
  • Sutar Soemitro
  • 0

Di era saat ini, gadget bisa jadi salah satu solusi bagi orangtua untuk mendiamkan anak. Padahal, dengan menggunakan gadget sebagai cara membuat agar anak diam justru bahaya bagi anak.

“Secara fisik, dari sisi tulangnya itu akan melengkung, tulang nggak tumbuh dengan baik. Dia jadi bungkuk, menulis aja nempel di meja, nggak bisa berdiri tegak, begitu juga tulang lehernya,” kata psikolog Kasandra Putranto.

Diakui Kasandra, memang dari sisi mental anak bisa lebih sigap sebagai akibat dari respons dia terhadap game yang biasa dimainkan di gadget. Tapi dari sisi tangan, tulang si anak juga kurang bergerak. Selain itu, sisi negatif terhadap perkembangan mentalnya yakni anak jadi mudah marah atau agresif karena terpengaruh mainannya.

“Dia juga terpaku indoor activity, tidak kuat secara fisik, tidak mau keluar. Lalu secara psikologis dia nggak mau capek, lelah,” kata Kasandra di sela-sela talkshow “Ibu Juara untuk Keluarga SeGar” di Jakarta Convention Center, Jakarta pada Rabu (8/1/2014).

“Belum lagi adiksi pornografi, game, atau media sosial sehingga dia mereduksi hubungan interpesonal, tidak mau bersosialisasi, mereduksi kesempatan mendapat prestasi, dan melakukan aktivitas fisik yang menjauhkan diri dari sehat,” imbuhnya.

Menurut Kasandra, faktor lain yang bisa membiasakan anak suka asyik sendiri dan malas melakukan aktivitas fisik adalah dibiasakan ditinggal nonton televisi sendiri. Hal ini tidak hanya dilakukan orangtua, tapi juga orang yang menjaga misalnya kakak atau pengasuh. Padahal, menurut American Academic of Pediatrics, anak di bawah umur dua tahun boleh terpapar internet, TV serta media tiga atau empat dimensi hanya kurang dari dua jam.

“Anak di boks terus disetelin TV anak ngeliatin TV, karena mamanya mau nyuci, mau masak. Ini bahaya, nggak boleh. Terus ngasih game di gadget, sengaja dikasih supaya anak anteng dan tidak rewel,” katanya.

Sebaiknya, latih anak agar bisa aktif sejak ia masih bayi. Saat dia mau bergerak, maka orangtua harus membiarkan, asal tetap dalam pengawasan. Contoh lain ketika anak memberantakkan mainannya, saran Kasandra biarkan saja dan justru nanti suruh ia membereskannya.

“Begitu juga saat makan sendiri, latih dia, jangan terburu-buru ingin menyuapi, biarkan ia gerak. Makin lama tahapan bergeraknya kan meningkat, dari bisa angkat leher, merangkak, berdiri, sampai naik tangga misalnya,” papar wanita yang juga menjadi Humas Ikatan Psikologi Klinis ini.

Jika orangtua sibuk, mereka harus pandai mengatur waktu agar mempunyai quality time dengan si anak. “Bagaimana manajemen dalam keluarga harus dilakukan dengan baik karena waktu dengan anak-anak itu tidak akan kembali lagi,” pungkasnya. (detik health)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *