• Sunday, 6 May 2018
  • Hendry F. Jan
  • 0

Sekitar tiga bulan lalu, penulis masih menerima SMS pemberitahuan bahwa penulis jadi pemenang undian berhadiah dari (yang mengaku) operator telepon selular. Hadiahnya Rp 15.000.000

SMS semacam ini bukan kali pertama yang penulis terima. Sudah puluhan kali. Hadiahnya, jika bukan uang tunai, biasanya mobil. Andai SMS itu benar, entah sudah berapa banyak uang yang penulis dapatkan, dan entah sudah berapa mobil yang penulis miliki.

Di awal-awal penulis memiliki ponsel (belasan tahun lalu), SMS penipuan semacam ini sudah mulai ada. Hingga sekarang, SMS ini masih ada. Apa artinya? Mungkinkah cara ini masih efektif untuk mendapatkan uang dengan mudah? Entahlah…

Solusi di hulu

Di awal SMS penipuan ini marak, penulis pernah mengirim Surat Pembaca ke sebuah tabloid. Tapi entah mengapa, Surat Pembaca itu tak pernah dimuat.

Dalam Surat Pembaca itu, penulis menawarkan solusi praktis memutus mata rantai penipuan berkedok undian berhadiah. Yang sering penulis baca adalah himbauan dari pemerintah agar pengguna ponsel lebih berhati-hati.

Mengapa solusinya di hilir, kok tidak mencegah dari hulu? Dulu (sampai akhir-akhir ini) pengguna ponsel gampang sekali memiliki nomor ponsel. Bagi penjahat, beli nomor perdana, kirim SMS penipuan, sudah dapat uang, buang SIM card, lalu beli lagi nomor baru. Gampang sekali.

Lalu ada kebijakan harus daftar, tapi ternyata isi nomor KTP sembarangan pun tetap bisa aktivasi. Jelas cara itu dianggap tidak efektif mencegah tindak kejahatan.

Dan akhirnya, setelah banyak penipuan hingga penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, sekarang aktivasinya harus menggunakan NIK dan nomor KK. Semoga cara ini efektif mencegah ulah orang yang tak bertanggung jawab.

Dulu, lewat Surat Pembaca penulis menyarankan agar Departemen Sosial (tempat penyelenggara undian minta izin menyelenggarakan undian) mengeluarkan peraturan: “Semua pajak undian harus ditanggung penyelenggara.”

Bukan hanya pajak, tapi hadiah sampai ke tangan pemenang pun jangan ada biaya lagi. Andai yang menang dari Merauke, pihak penyelenggara harus siapkan dana mengantarkan hadiah (mobil misalnya), dari kantor mereka sampai ke depan rumah pemenang. Dengan demikian, diharapkan pelaku kriminal sulit untuk melakukan penipuan.

Pemerintah cukup mengeluarkan pengumuman, “Semua pajak pemenang ditanggung penyelenggara undian. Jika ada yang meminta pajak atau uang lainnya dari pemenang, itu pasti penipuan.”

Perang baik vs jahat

Di dunia ini, ada 2 sisi berseberangan. Kaya x miskin, panas x dingin, tua x muda,… termasuk baik x jahat.

Ada orang baik yang terus berusaha melakukan kebaikan, dan ada pula orang yang cenderung mau enaknya saja, selalu cari cara agar bisa dapat hasil banyak tanpa harus kerja keras. Biasanya dengan jalan pintas, melakukan tindak kriminal.

Punya keahlian sama, tapi tindakan yang dilakukan bisa bertolak belakang. Pintar komputer atau katakanlah jago di bidang IT, bisa membuat banyak program yang bermanfaat atau membuat aneka jenis virus atau malah jadi hacker yang meretas masuk ke aneka situs demi keuntungan pribadi.

Dalam keseharian, penulis menemukan banyak sekali cara curang yang dilakukan “orang jahat” demi keuntungan pribadi. Mulai timbangan yang dimodifikasi, kasir yang tidak memberikan struk (makanya kita sering menemukan tulisan “Tanpa struk, GRATIS), pembuat makanan yang menggunakan bahan tak layak (bahan yang kedaluarsa, boraks, formalin,…), dan pengalaman baru saat naik mobil ojek online.

Kami dari rumah ke suatu tempat (hanya menjemput), lalu langsung mau pulang lagi ke rumah. Kami tanya, mau tunggu sebentar nggak, kami langsung mau order untuk kembali ke rumah. Driver mau, tapi minta pembayaran tunai (tadinya langsung potong saldo) dan offline, tarifnya sama dengan saat datang. Alasannya aplikasinya lagi error.

Sekilas sih tampaknya biasa saja, tak ada kecurangan. Setelah dipikir, ternyata ini cara curang. Jika bayar via aplikasi (potong saldo), tarif tersebut dipotong sekian persen untuk keuntungan perusahaan pemilik aplikasi. Perusahaan hidup dari sana. Tidak lama lagi, mungkin akan ada pesan di aplikasi: “Anda dapat perjalanan GRATIS jika driver ojek online kami menawarkan order tanpa aplikasi/offline.”

Penjahat (sisi jahat), dan di sisi yang berseberangan ada polisi yang bertugas menumpas kejahatan atau orang di luar sistem yang peduli (sisi baik). Pertempuran jahat dan baik ini selalu ada di dunia. Di sisi jahat ada yang selalu berpikir bagaimana cara dapat uang dengan cara mudah, di sisi baik, ada orang baik yang berpikir bagaimana kejahatan itu bisa dibasmi. Ini perang yang tak ada habisnya.

Perusahaan memproduksi motor dengan kunci stang. Pencuri menggunakan kunci T untuk mencuri motor. Pabrik motor mengeluarkan kunci pengaman baru, pencuri pasti mencari akal dan punya trik baru mencuri motor. Begitulah yang terus terjadi, perang yang tak pernah usai.

Ilustrasi:Agung Wijaya

Hendry Filcozwei Jan

Suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Hendry F. Jan

Hendry Filcozwei Jan adalah suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan.

Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.

http://www.vihara.blogspot.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *