Relief di atas menceritakan seekor gajah yang sedang birahi karena kepanasan maka berteduhlah ia di bawah sebuah pohon. Kondisi birahi dan cuaca yang panas membuat sang gajah pun cepat panas. Ia menjebol pohon itu hingga tumbang.
Di pohon itu bersarang burung beo yang sedang mengerami telornya. Karena pohonnya dicabut, hancur pula sarang, dan hilanglah kesempatan kedua burung beo itu untuk meneruskan keturunannya.
Keadaan itu diketahui oleh seekor pelatuk, lalat, dan raja katak. Mereka bersepakat untuk membalaskan dendam si beo. Berkat kerja sama ini, maka matilah sang gajah.
Yang besar, janganlah berlaku sewenang-wenang karena orang orang kecil pun akan dapat mengalahkan yang besar apabila bersatu.
Krom dalam ItHJ. Kunst II dan Crucq dalam OV 1930, sedikit berbeda melihat relief ini meskipun keduanya sepakat bahwa relief ini menceritakan penggalan Tantri.
Relief Brahmana dan Binatang di candi Jago. Malang
Dalam relief yang lain, entah bagaimana mulanya, seekor ular, kera, harimau, dan seorang manusia terjatuh bersama ke dalam sumur.
Pada saat yang hampir bersamaan, lewatlah seorang Brahmana yang kehausan dan ingin mengambil air dari sumur itu. Ketika dilihatnya banyak makhluk berkerumun di bawah sana, tergeraklah hatinya untuk menolong mereka.
Baca juga: Ojo Ndeso! Begini Cara Peziarah Kuno Membaca Relief Borobudur
Maka satu persatu binatang itu ditariknya keluar dari dalam sumur dengan menggunakan tali. Setelah semua binatang tersebut dapat keluar dengan selamat, maka hanya tinggal manusia dalam sumur tersebut.
Sebelum Brahmana itu menolong dan mengeluarkannya dari dalam sumur, berkatalah para binatang itu kepada sang Brahmana. “Wahai Brahmana yang baik, jangan kau tolong manusia di bawah sana. Dia adalah seorang yang berperilaku tidak baik dan sangat jahat.”
Akan tetapi Brahmana itu tidak menghiraukan perkataan para binatang itu dan tetap menolong manusia tadi keluar dari dalam sumur. Benar seperti yang dikatakan para binatang, brahmana itu pun mendapatkan kemalangan karena ulah manusia yang ditolongnya itu.
Di dalam kisah ini tidak diceritakan bagaimana kelanjutan nasib para binatang dan manusia tadi serta mengapa dia dikatakan jahat oleh para binatang.
Goenawan Sambodo
Seorang arkeolog, Tim Ahli Cagar Budaya Temanggung, menguasai aksara Jawa kuno.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara