• Saturday, 17 November 2012
  • Sutar Soemitro
  • 0

Ahimsaka, yang berarti “ia yang tidak pernah menyakiti” adalah putra penasehat Kerajaan Kosala bernama Bhaggava dan istrinya Mantani. Ia seorang anak yang penuh welas asih, berbakti, dan rajin. Pokoknya tipe seorang anak yang didambakan setiap orangtua. Padahal sewaktu lahir, seluruh senjata di dalam kota mengeluarkan sinar terang benderang. Para brahmana peramal kerajaan meramal setelah dewasa ia akan menjadi pembunuh kejam. Raja Pasenadi hendak membunuhnya tapi bisa dicegah oleh Bhaggava dan Mantani.

Ahimsaka sangat penuh cinta kasih, bahkan ketika sedang menyapu, ia sampai berhenti menyapu sebentar karena ada gerombolan semut takut tersapu. Ia juga anak yang pandai dan mahir beladiri. Karenanya, gurunya mengutusnya untuk melanjutkan berguru kepada Guru Dipasamokkha di kota Takkasila.

Kepandaian Ahimsaka membuatnya cepat disayang oleh Dipasamokkha sehingga membuat murid lain yang lebih senior bernama Jayabala, iri kepadanya. Jayabala menghasut Dipasamokkha dengan memfitnah Ahimsaka berusaha mendekati istri sang guru yang cantik. Terbakar cemburu, sang guru memerintahkan Ahimsaka untuk melakukan tugas sangat berat, yaitu membunuh seribu orang dan mengumpulkan semua jari orang yang dibunuhnya sebagai syarat agar bisa menerima ilmu tertinggi Vishnumantra. Tugas berat ini diberikan atas hasutan Jayabala dengan harapan Ahimsaka terbunuh ketika melakukan tugas tersebut.

Demi baktinya pada guru dan memenuhi janjinya untuk pulang membawa ilmu Vishnumantra kepada kedua orangtuanya, Ahimsaka terpaksa memenuhi permintaan tak masuk akal tersebut. Maka sejak saat itulah Ahimsaka berubah menjadi pembunuh kejam dan mendapat julukan Angulimala yang berarti “kalung jari”.

20121117 Melihat Angulimala dalam Paduan Tari, Drama, dan Musik_2

Kisah Angulimala, salah satu murid Buddha yang berasal dari mantan penjahat, yang sangat terkenal itu, dipentaskan dalam paduan sendra tari, drama, dan musik (sendratasik) dengan sangat apik oleh tim teater Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya pada Kamis, 15 November 2012 di vihara yang berada di Sunter, Jakarta Utara tersebut. Tidak seperti selayaknya sebuah teater yang dipentaskan di sebuah gedung pertunjukan, sendratasik Angulimala dipentaskan tanpa panggung di pelataran plaza Bodhi. Namun itu tidak mengurangi kualitas pertunjukan karena tata lampu dan tata suara yang baik, dengan didukung kualitas akting para pemain yang cukup istimewa.

Mungkin sudah banyak yang tahu, akhir dari kisah Angulimala ini adalah bertobatnya Angulimala setelah bertemu Buddha, kemudian memasuki kebhikkhuan dan menjadi Arahat. “Angulimala sebenarnya orangnya baik. Dia jadi jahat karena hasutan dan saking sayangnya pada ibunya, apapun diperbuat walaupun akhirnya hampir membunuh ibunya sendiri,” jelas Denny A. Arta, pemeran Angulimala.

Denny sendiri belum genap setahun bergabung dalam kelompok teater Vihara Dhammacakka, namun ia mengaku tidak terlalu kesulitan berperan sebagai Angulimala, termasuk saat transisi dari karakter Ahimsaka yang baik ke Angulimala yang kejam. “Karakternya ganas, gahar, beringas, tapi sebenarnya punya keraguan dalam dirinya,” jelasnya.

20121117 Melihat Angulimala dalam Paduan Tari, Drama, dan Musik_3

Sendratasik ini adalah pentas pertama kelompok teater Dhammacakka, biasanya mereka tampil secara kecil-kecilan untuk acara ulang tahun vihara atau tahun baru. “Teater udah jalan enam tahun lebih, kita ingin meningkat, adakan yang benar-benar serius yang bagus,” kata Silananda yang memiliki tugas borongan sebagai sutradara, penulis naskah, penata musik, sekaligus pemeran karakter Guru Dipasamokkha.

Pentas kali ini sudah direncanakan selama dua tahun, tapi beberapa kali mengalami penundaan. Bahkan pentas ini seharusnya sudah dipertunjukkan pada Waisak lalu. Silananda menjelaskan kenapa sering tertunda, “Paling susah kumpulin orang-orangnya. Kebanyakan kerja, ada juga yang aktivis di vihara.” Aspek teknisnya justru tidak terlalu bermasalah, semisal kemampuan akting para pemain. “Talent ngga terlalu masalah, bisa dibentuk semua. Yang penting niat dan ada keinginan untuk teater.”

Pentas kali ini diadakan untuk ikut memeriahkan bulan Kathina. Di Vihara Dhammacakka sendiri Kathina Puja baru akan diadakan Sabtu depan tanggal 24 November. Selain belajar dari kisah kehidupan Angulimala, adakah pesan lain yang ingin disampaikan sendratasik kali ini? Menurut Silananda, “Dalam seni, kita bisa nyebarin Dhamma, ajaran Buddha. Jangan mau kalah sama yang lain-lain. Berkesenian itu universal, kita bisa ngarahin seni untuk semua kalangan, semua umur. Kita bisa menyampaikan banyak hal dalam berkesenian.”

Ia mencontohkan, teman-temannya yang membantu bagian sound system kebanyakan bukan beragama Buddha, “Mereka jadi lebih mengerti kalau ajaran Buddha nggak cuma duka, tapi juga ada hal lain.”

Ia juga mengajak siapapun yang berminat belajar teater, langsung saja datang ke gedung serbaguna Vihara Dhammacakka tiap Minggu siang sehabis kebaktian. Tanpa perlu registrasi, langsung bergabung. “Yang penting niat,” ia menekankan.

“Jangan cuma datang ke vihara baca paritta, dana makanan atau dana Kathina terus pulang, nggak ada kegiatan apa-apa,” pesan Silananda.

20121117 Melihat Angulimala dalam Paduan Tari, Drama, dan Musik_4

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *