• Tuesday, 30 May 2017
  • Ngasiran
  • 0

Di daerah sisi timur pantura Jawa Tengah yang meliputi Jepara, Pati, Rembang, dan Kudus, pada masa lalu pernah menjadi episentrum kebudayaan Hindu Buddha. Seperti Kerajaan Sima Kalingga di Kabupaten Jepara abad 5-6 M dan Kerajaan Lasem yang pada abad ke-14 merupakan salah satu kerajaan kecil di bawah Kerajaan Majapahit, seperti disebutkan dalam Negarakertagama. Hingga kini, masih dapat kita temui jejak peradaban Hindu Buddha di wilayah tersebut.

Seiring kemerdekaan Indonesia, tepatnya sesudah peringatan 2500 Buddha Jayanti pada tahun 1956, agama Buddha pun mulai bersemi kembali di daerah pantura. Namun sayang, sejarah dan para tokoh yang masih bertahan hingga munculnya “Tunggak Semi”, jarang diketahui oleh generasi muda saat ini. Padahal kalau mau diamati secara mendalam, ada warisan pustaka luhur peninggalan Majapahit yang digubah oleh seorang Adipati Lasem di pantura. Adalah Mpu Santi Badra, yang menjumpai detik-detik pergantian zaman di Istana Wilwatikta Majapahit, meninggalkan pustaka berjudul Sabda Badra Santi yang kemudian memantik berseminya Buddha Dhamma di sisi timur pantura Jawa Tengah.

Itulah yang mendorong Pemuda Buddhis dari Temanggung-Semarang-Kendal mendalami kebangkitan Buddha Dhamma di pantura Jawa Tengah. Mereka didampingi oleh Dhammateja Wahyudi A. R, seorang peneliti sosial budaya Buddhis yang juga mendalami sejarah kebangkitan Buddha Dhamma di pantura Jawa Tengah.

Sabtu (27/5), sebanyak 60 pemuda Buddhis memulai perjalanan dari Temanggung menggunakan empat mobil L300 dan satu Kijang menuju Semarang. Dengan bimbingan Widodo Brotosejati dan Gintung Swara, dua orang pakar Karawitan Universitas Negeri Semarang, para pemuda Buddhis memulai kunjungan ke rumah Raden Panji Winarno, salah satu putra Mbah Hadidarsana (penulis Pustaka Santi Bara).

Pemuda Buddhis diterima dengan hangat di rumah Raden Panji Winarno. Kidung Badra Santi pun mulai dikumandangkan bersama dua dosen Unnes ini. Dengan berlinangan air mata, Raden Panji Winarno menyampaikan terima kasih atas kedatangan para pemuda.

“Saya merasa bombong (terharu) atas kunjungan adek-adek semua. Perlu saya tegaskan kepada adek-adek, bahwa apa yang ditulis Mbah Kung (Hadidarsana) bukanlah buku atau pustaka klenik, tetapi lebih dari itu, buku yang ditulis Mbah Kung selama 45 tahun setiap pajar hari dalam kertas. Waktu itu kertas masih mahal, apa yang beliau ingat lalu beliau tulis dalam buku tersebut. Buku Badra Santi itu bukan klenik ya, tapi itu adalah ilmunya orang Jawa, hidupnya orang Jawa,” ujarnya dengan isak tangis.

Hadidarsana sempat mempelajari beberapa agama. Pada tahun 1930an ia belajar Islam, tapi merasa tidak cocok. Lalu belajar Kristen. Ada ajaran tentang cinta kasih dan kedamaian, tapi ia juga merasa tidak cocok. Kemudian seorang moden (pemimpin spiritual Buddha) menceritakan Badra Santi kepada Hadidarsana. Dari situlah Hadidarsana menjadi tahu bahwa ajaran Jawa itu luhur sehingga mendorongnya untuk menggubah Badra Santi dari naskah lontar menjadi buku.

Menurut Agus Wahyudi, Pustaka Badra Santi merupakan sebuah tulisan yang berisi ajaran agama Buddha. “Kalau dari bentuk dan isi tulisannya, Pustaka Badra Santi diambil dari kitab Tipitaka Pali yang dikontekstualkan,” ujarnya.

Selesai dari Rumah R.P. Winarno, rombongan pemuda Buddhis melanjutkan perjalanan menuju Jepara. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Jepara pernah menjadi salah satu peradaban agama Buddha yaitu pada zaman Kerajaan Sima Kalingga.

20170530 Menelusuri Jejak Agama Buddha di Pantai Utara Jawa Tengah 2 20170530 Menelusuri Jejak Agama Buddha di Pantai Utara Jawa Tengah 3

Di Jepara, para Pemuda Buddhis berkunjung ke Dusun Guwo, Desa Blingoh, Kecamatan Donorojo. Di dusun ini, umat Buddha berkembang sangat pesat dan belakangan dengan arahan Bhante Khemadiro, umat Buddha bersama-sama membuat kuti (tempat tinggal bhikkhu) di sebuah gowa (goa) yang berada di dusun ini.

“Gowa ini merupakan tempat bersejarah bagi umat Buddha sini. Pada tahun 1965, awal berkembangnya agama Buddha, tempat ini dijadikan tempat persembunyian masyarakat ketika peristiwa PKI. Kemudian, Bhante Khemasarano dan Bhante Sudhammo yang pernah berkunjung ke tempat ini, pernah mengatakan suatu saat akan menjadi tempat melatih spiritual para bhikkhu,” jelas Kasipan, sesepuh umat Buddha Guwo kepada pemuda Buddhis setelah melakukan puja bakti.

Di Dukuh Guwo sendiri memang terdapat goa-goa alami yang memanjang. Dari gowa cilek (kecil) hingga gowa utama yang masih alami dengan kayu-kayu besar membentang luas lebih dari empat hektar. Di gowa-gowa ini sering dijadikan tempat aktivitas spiritual masyarakat Guwo, baik yang beragama Buddha maupun Islam. Di sinilah para pemuda Buddhis Temanggung-Semarang-Kendal bertemu dan belajar sejarah umat Buddha pantura.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *