• Wednesday, 28 April 2021
  • Andre Sam
  • 0

Rupang di atas kini terletak di Karmawibhangga Museum. Dari istilahnya merupakan rupang Buddha yang tak sempurna secara pahatan baik jemari, lengan, bahu, ataupun struktur wajah.

Serat Centhini merupakan salah satu karya sastra yang merupakan ensiklopedi dan sumber informasi yang tak bisa diabaikan pada abad ke-18 M dalam memahami di manakah letak aslinya The Unfinished Buddha?

Bait 8
Umiyat kurungan sela, tinrancang alus remit, nglebete kurungan sela, isi reca geng satunggil, nanging panggarapneki, kinten-kinten dereng rampung, saranduning sarira, kathah kang dereng cinawi, kang samya myat langkung eram ing wardaya.

(Nampaklah sangkar batu yang dikerjakan halus dan rumit. Sangkar ini berisi satu buah arca besar, tetapi pengerjaannya kira-kira belum selesai. Pada seluruh tubuhnya banyak yang belum diukir. Mereka yang melihatnya sangat kagum di dalam hati.)

Bait 9
Mas Cebolang angandika, paran darunane iki, reca agung tur neng puncak, teka tan langkep ing warni, yen pancen durung dadi, iku banget mokalipun, baya pancen jinarag, embuh karepe kang kardi, mara padha udakaranen ing driya.

(Mas Cebolang berucap, “Bagaimana mungkin ini, arca besar lagi pula di puncak kok tidak lengkap macamnya. Kalau memang belum jadi, itu sangat mustahil. Mungkinkah memang disengaja? Entah apa maunya yang membuat. Mari kita renungkan dalam hati.”)

Catatan tersebut tertulis di Serat Centhini yang dipublikasikan pada 1814 M. Dalam potongan bait pupuh 105 pada halaman 59-60 dari jilid II Serat Centhini Latin. tersebut menjelaskan pengembaraan Mas Cebolang yang bermalam di Borobudur dan mengamati lokasi candi.

Dalam catatan Stuttherheim menjelaskan bahwa menurut Sang Hyang Kamahayanikan jumlah arca Buddha 505 buah, yang masing-masing menggambarkan pengejawantahan dari Buddha. Seluruh arca Buddha telah terwakili oleh 504 buah arca yang ada di Borobudur. Sementara menjadi berjumlah 505, yakni diwakili oleh The Unfinished Buddha, atau dengan kata lain Sang Bhatara Buddha.

The Unfinished Buddha sebagai penggambaran kesempurnaan di luar kesempurnaan, tak bisa diterangkan dari segi kesadaran manusia, karena keterbatasan manusia. Arca Buddha yang tak sempurna bertakhta di dalam stupa induk Candi Borobudur adalah menggambarkan manifestasi dari Buddha secara keseluruhan.

Van Lohuiz-en de Leeuw berupaya memecahkan masalah The Dhyani-Buddha of Barabudur dan meneliti kembali sebuah naskah yang tidak pernah diterbitkan. Naskah tersebut disusun oleh Sieburgh, seorang pelukis yang pernah tinggal di Borobudur antara tanggal 20 November 1837-2 April 1839. Dalam naskah tersebut si penulis melaporkan bahwa di dalam stupa besar di puncak Candi Borobudur terdapat sebuah arca batu yang belum selesai pengerjaannya.

Sumber informasi lain, jika Anda googling The Unfinished Buddha, bisa nyanthol ke The Unfinished Solomon.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *