• Sunday, 23 May 2021
  • Salim Lee
  • 0

Dalam bahasa Tionghoa modern, sebutan yang digunakan untuk Buddha adalah Fo. Buddhadharma adalah Fojiao dan para Buddhis adalah Fojiaotu.

Ketika orang Tionghoa pertama kali mengenal ajaran Buddha pada periode Han (206 SM-220 M), kata “Buddha” dalam bahasa Sanskerta dan Pali ditransliterasikan ke dalam bahasa Tionghoa sebagai Fotuo dan akhirnya disingkat menjadi bentuk kependekan Fo. Para penulis sejarah di akhir periode Han menulis bahwa “ada dewa di barat, yang namanya Fo“.

Banyak yang beranggapan bahwa orang Tionghoa kuno tidak kompeten dan konsisten dalam menerjemhakan bahasa asing dan menyalin suara asing ke dalam bahasa mereka sendiri. Bagaimana bisa “Buddha” menjadi “Fotuo“?

Untuk memahami ini, orang harus menyadari bahwa fonologi, atau pola bunyi, bahasa Tionghoa telah berevolusi selama beberapa milenium. Kata-kata yang sama diucapkan dengan cara yang berbeda pada zaman kuno.

Secara fonologis, bahasa Tionghoa umumnya dibagi menjadi bahasa Tionghoa Kuno, dituturkan sekitar tahun 1300 SM sampai abad pertama Masehi; Bahasa Tionghoa Pertengahan, digunakan selama hampir 700 tahun antara abad ke-5 dan ke-12; dan yang modern, dituturkan dari abad ke-13 hingga hari ini.

Karena bahasa Tionghoa tidak ditulis menggunakan abjad, rekonstruksi bunyinya di masa lalu menjadi tantangan. Dengan menggunakan berbagai metodologi, cendekiawan dan ahli bahasa baik dulu maupun sekarang telah dengan susah payah menelusuri evolusi bahasa Tionghoa lisan dari zaman kuno hingga saat ini, meskipun ini adalah ilmu yang tidak pasti, yang sebagian mengandalkan tebakan yang terpelajar.

Dinamisasi bahasa
Pada dasarnya, perubahan utama dari bahasa Tionghoa kuno ke bahasa Tionghoa modern adalah pengurangan jumlah konsonan dan vokal, dan peningkatan jumlah nada (kebanyakan ahli setuju bahwa tidak ada nada dalam bahasa Tionghoa Kuno).

Jumlah suku kata yang digunakan dalam bahasa Tionghoa juga telah berkurang selama berabad-abad. Bahasa Tionghoa Standar saat ini hanya memiliki sekitar 400 suku kata (1.500 jika termasuk nada yang berbeda).

Pelafalan kata-kata juga telah berubah, terkadang secara radikal. Ketika agama Buddha pertama kali tiba di Tiongkok, “Fotuo” mungkin diucapkan sebagai “bood da” dalam bahasa Tionghoa Kuno yang digunakan pada saat itu.

Dalam bahasa Hokkien atau Minnan, yang menyimpang di awal evolusi bahasa Tionghoa, dan digunakan oleh jutaan orang di Fujian bagian selatan, Taiwan dan sebagian Asia Tenggara, Fo masih dilafalkan sebagai “bood“.

Setelah menyadari bahwa bahasa Tionghoa, seperti semua bahasa lainnya, tidak pernah statis dan juga berubah seiring waktu, dapat dipahami mengapa banyak puisi klasik dan lirik lagu tidak berima ketika dibaca dalam bahasa Mandarin Standar modern, mengapa beberapa kata saat ini memiliki beberapa pengucapan yang berbeda, dan mengapa Buddha disebut Fotuo dalam bahasa Tionghoa.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *