• Friday, 26 February 2016
  • Ngasiran
  • 0

Dosen STAB Nalanda Jakarta, Sutrisno, dalam penelitiannya terhadap umat Buddha di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menghasilkan salah satu rekomendasi penting, yaitu dalam melakukan pembinaan umat, baik pemerintah maupun instansi pembina vertikal lainnya, harus mempertimbangkan kekhususan-kekhususan lokal yang ada. (Baca Percaya Ramalan Darmagandhul, Umat Buddha Jepara Yakin akan Berkembang Pesat)

“Kekhususan itu antara lain berkaitan dengan asimilasi dan akulturasi agama Buddha dengan Kejawen. Pendekatan budaya, tampaknya merupakan strategi yang paling masuk akal. Sekadar contoh, inisiatif pemuka agama lokal untuk mendirikan Candi Sima, yang dibaca sebagai tanda kebangkitan kembali agama Buddha sesuai dengan ramalan Darmogandhul merupakan sebagian kecil dari fenomena kehidupan beragama Buddha di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara yang perlu diapresiasi,” tulis Sutrisno.

Pendapat serupa juga diungkapkan Eddy Setiawan, seorang peneliti Institut Nagarjuga. Menurutnya, pembangunan vihara dan sarana puja, harus memperhatikan tradisi dan budaya setempat. (Baca Umat Buddha di Klumpang Bangun Vihara Berkonsep Melayu)

“Pembangunan vihara-vihara di pedesaan dan hutan juga seharusnya memperhatikan tradisi dan budaya setempat sehingga bangunan vihara juga memberikan aura penguatan kebudayaan setempat,” ujar pria lulusan S2 Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.

“Jadi, metode ceramah bisa dilengkapi dengan metode lain dalam menambah keyakinan dan semangat umat dalam mengembangkan diri dan komunitas. Contoh pendekatan kebudayaan, vihara berarsitektur lokal dengan ragam hias yang juga bernafaskan kelokalan. Tari-tarian, gamelan, kidung lokal juga bisa menjadi sarana menyampaikan Dharma yang efektif dan akan mengakar karena kelokalannya,” ujar Eddy.

Vihara, selain merupakan pusat spiritual juga dapat memiliki fungsi sebagai benteng kebudayaan setempat sehingga umat Buddha di berbagai daerah di Indonesia akan menjadi penjaga kebudayaan leluhurnya.

Eddy berharap, Dharmaduta di Indonesia dapat mencontoh Dharmaduta Tiongkok yang bisa mensinergikan antara ajaran Buddha dengan kebudayaan Tiongkok.

“Kita harus belajar dari para Dharmaduta di Tiongkok sebelum abad 1 Masehi, yang berhasil menyelaraskan tradisi dan budaya Tiongkok dengan agama Buddha, sehingga ajaran Buddha demikian mengakar kuat di sana. Bayangkan berapa kali terjadi penindasan besar-besaran terhadap agama Buddha di sana? Mulai zaman kerajaan hingga masa revolusi kebudayaan, tapi sampai detik ini kita masih dapat menyaksikan betapa ajaran Buddha masih menunjukkan pengaruh yang besar bagi Tiongkok. Tidak hanya dari sisi spiritual, tapi juga seni, budaya, arsitektur, ilmu bela diri, pertanian, dan lain-lain,” katanya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *