• Tuesday, 20 February 2018
  • Surahman Ana
  • 0

Memang, namanya juga orang Jawa. Ya begini, tak ada habisnya membahas tentang wayang dan wayang lagi. Kali ini artikel saya yang merupakan artikel kedua dari yang sebelumnya yang juga membahas tentang wayang dari sisi Buddhis.

Dari banyaknya cerita wayang yang dibawakan oleh para dalang dalam setiap pertunjukan wayang hingga cerita-cerita tentang wayang di kalangan masyarakat umum, sering menimbulkan pertanyaan tentang keaslian cerita tersebut.

Banyak yang berpendapat wayang hanyalah saloka atau gambaran tentang nilai-nilai kehidupan yang disajikan dalam bentuk seni, namun tidak sedikit yang menganggap cerita itu adalah kisah nyata yang telah berlalu.

Bagi mereka yang menganggap cerita itu nyata biasanya mengacu pada tempat-tempat tertentu yang dipercaya sebagai petilasan para tokoh-tokoh dalam pewayangan.

Baca juga: Mbah Prapto, Pencipta Wayang Buddha yang Terinspirasi dari Meditasi Vipassana

Sebagai contoh, ada beberapa tempat di daerah saya yang dianggap dan dipercaya merupakan tempat petapaan para tokoh wayang, seperti Gunung Andong Cinawi yang konon dipercaya sebagai tempat untuk bertapa Dewi Ajani; Ibu kandung salah satu tokoh wayang Hanuman atau orang kampung menyebutnya sebagai Anoman.

Ada juga tempat berupa bukit batu yang tinggi dan pipih di daerah Kendal mendekati perbatasan Temanggung sebelah utara yang di sebut bukit Selorejuno, yang juga dipercaya pernah menjadi tempat petapaan Arjuna. Dan mungkin masih banyak tempat-tempat di daerah lain yang dipercaya sebagai tempat petilasan sejarah wayang.

Berawal dari situ, entah suatu kebetulan atau memang kebetulan. Pada satu waktu saya mengikuti kegiatan Napak tilas Tokoh Agama Buddha Pantai Utara Pulau Jawa, Forum Muda-Mudi Buddhis Temanggung-Semarang-Kendal. Salah satu kunjungan dalam napak tilas ini Kabupaten Rembang, selain Jepara dan Pati. Di Rembang kami berkunjungi ke sebuah padepokan seni milik dalang kondang Ki Sigit Ariyanto.

Sedikit cerita tentang Ki Sigit Ariyanto, bahwa beliau adalah satu-satunya dalang di Indonesia yang pernah tampil di stadion sepak bola GBK (Gelora Bung Karno), begitu menurut penuturan beliau. Masih menurut beliau, bisa tampil di stadion GBK merupakan suatu keistimewaan karena sangat sulit untuk mendapatkan izin pementasan wayang kulit di stadion tersebut bahkan sebelum dan sesudah beliau pun belum ada yang bisa pentas di stadion tersebut.


Ki sigit ariyanto tengah membawa buku. Sarbini

Dalam kunjungan ke padepokan tersebut, tujuan kami hanya untuk silaturahmi dan juga untuk sekadar berbagi tentang sejarah para leluhur di daerah Pantura. Namun di sela-sela obrolan kami dengan Ki Dalang, tiba-tiba Ki Dalang mengeluarkan sebuah pertanyaan kepada salah satu anggota kami yang merupakan pemandu perjalanan kami.

Beliau bertanya tentang, “Apakah menurut kami wayang itu benar-benar kisah nyata atau bukan?” Kami pun menjawab, “Tidak tahu.” Lalu Ki Sigit menjelaskan tentang ada dan tidaknya kisah wayang ini.

Menurut Ki Sigit Ariyanto, kisah wayang memang benar-benar terjadi di masa lampau. Beliau memaparkan bahwa kejadian kisah wayang ini sekitar 23 abad Sebelum Masehi. Di mana wilayah yang mencakup kisah wayang ini adalah India melebar ke Asia Tenggara termasuk Indonesia hingga Thailand.

Dalam penjelasannya, dijelaskan bahwa pada zaman dahulu Indonesia merupakan wilayah India bagian Selatan, tapi pada waktu itu belum bernama India. Dan Indonesia pada waktu itu merupakan sebuah negara/kerajaan dari salah satu kerajaan di wayang yaitu Negara Amarta namun Ki Sigit tidak menjelaskan faktor-faktor yang mendukung pernyataan itu.

Baca juga: Buta Cakil

Selanjutnya beliau menerangkan tentang negara Hastina dalam wayang yang dianggap sekarang menjadi Negara Thailand. Acuan dari pernyataan ini adalah arti harafiah kata Hastina yang berasal dari kata Hasti yang berarti Gajah.

Jadi Hastina adalah negara yang mempunyai banyak gajah sebagai kendaraan perang. Kemudian dihubungkan dengan kondisi Thailand yang terkenal dengan habitat gajahnya hingga disebut Negara Gajah Putih sampai sekarang.

Dari penjelasan di atas, bisa dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara para Ksatria yaitu Pandawa dan Thailand merupakan negara para Kurawa. Jika kita kembali ke cerita rakyat yang sekarang, di mana tempat-tempat yang ada terutama di Pulau Jawa yang dipercaya sebagai petilasan tokoh-tokoh wayang, hampir semuanya adalah petilasan tokoh Pandawa. Karena belum pernah saya dengar ada tempat yang dipercaya petilasan salah satu tokoh dari Kurawa.

Sayang sekali karena waktu berkunjung kami ke Padepokan Ki Sigit terbatas, sehingga cerita tentang wayang menurut Ki Dalang hanya berhenti sampai di sini. Entah hal itu benar atau tidak, siapa yang tahu?

Ana Surahman

Pemuda Buddhis Temanggung, mencintai dunia seni rakyat dan wayang. Penggarap gending seni jaran kepang KTKB Mranggen.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *