• Friday, 6 October 2017
  • Ngasiran
  • 0

Candra, seorang pemuda buddhis Temanggung, pemerhati situs bersejarah. Tekun selama 8 tahun terakhir mendalami dunia arkeologi. Candra berani memetakan Temanggung menjadi lima jalur yang semua peninggalan sejarahnya berbeda-beda. “Kalau ada orang ingin wisata sejarah di Temanggung, saya akan tanya mau lewat jalur mana?” ucapnya.

Jalur kuno

Pertama, “Mau melalui jalur kerajaan? Jalur kerajaan sendiri ada tiga peradaban. (1), Medang Iwarak dengan peninggalan reruntuhan candi di Desa Wanakersa, Mundal, Paingan, dan masih banyak lainnya. (2), Medang Ipanaruban; ini prediksinya pusatnya antara Parakan atau Kaloran. (3) Medang Ipoh; salah satu peninggalannya Situs Liyangan”.

Kedua, menurut Candra adalah jalur spiritual. Jalur spiritual ini merupakan jalur dari Lasem – Tuban – Sumowono – Temanggung sampai Dieng. “Peninggalan ya Candi Gedong Songo, nama-nama desa tua. Pada saat Gunung Dieng meletus pada tahun 453 M, para petapa di Dieng berlindung dari ledakan Gunung Dieng ke balik Gunung Sindoro dan diketahui oleh orang Lasem dan Tuban”.

Ketiga, jalur Demak, penyebaran Islam, “Masjid Menggoro, Masjid Paingan, Masjid Tolabudin. Jalur penjajahan Belanda dengan peninggalan, pabrik cerutu, tanaman kopi, Candi Roto masih ada boyler kopi, jembatan tua, dan bangunan-bangunan Belanda”.

Keempat, jalur eksodus, orang ke Temanggung mencari tempat tinggal. Ini adalah jalur paling tua menurut Candra. Inilah awal peradaban manusia di Temanggung, Dieng, dan Sumowono.

Kelima, adalah jalur perdagangan, “Belerang pada saat itu menjadi komoditas bahan bakar di Tiongkok”. Untuk mempelajari situs bersejarah Temanggung dan sekitar, beberapa pemuda Buddhis Temanggung, Semarang, dan Wonosobo akan membuat Ekspedisi Penelusuran Jalur Kuno. Untuk Ekspedisi pertama akan mempelajari jalur Gedong Songo – Liyangan.

Candra, tengah. Diapit beberapa sahabatnya.

“Kami mengajak masyarakat untuk belajar sejarah bersama. Banyak nilai-nilai luhur yang bisa kita pelajari dari nenek moyang kita dulu. Selain itu, melalui ekspedisi kali ini kami berharap situs-situs candi dan lainya lebih mendapat perhatian dari pihak berwenang supaya tidak musnah,” pesan Suyikno salah satu penggagas acara ini.

Beberapa kegiatan yang akan dilakukan pada ekspedisi kali yang akan digelar pada Sabtu (14/10) hingga Minggu (15/10) akan mempelajari struktur candi, mengunjungi situs-situs candi, diskusi budaya, gelaran musik oleh Astakosala Volk (band dari Solo yang mengolah kakawin Jawa Kuno ke musik kontemporer), dan memasang plang nama pada situs yang belum mendapat perhatian dari pemerintah.

“Bagi Anda yang berminat, silakan bergabung bersama kami, bisa mendaftar melalui aplikasi Tripal.Co,” ajak Suyikno.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *