• Thursday, 18 February 2016
  • Ngasiran
  • 0

Dalam sebuah acara diskusi lintas agama, saya bertemu dengan seorang teman lama dari kampus Sekolah Tinggi Teologi Jakarta. Setelah beberapa saat tegur sapa, teman ini bercerita, “Eh Yan, beberapa waktu yang lalu saya melihat seorang bikkkhu datang ke Ciliwung, itu suruhan kamu ya?” Dengan rasa ingin tahu saya bertanya, “Siapa namanya?” Teman saya menjawab, “Tidak tau namanya. Yang jelas dia gundul.” Sambil tersenyum saya berkata, “Semua bhikkhu ya memang gundul.” Sontak teman saya tertawa dengan rasa ingin tahu, dia bertanya lagi, “Kenapa bhikkhu kepalanya gundul?” Sambil lalu saya menjawab, “Supaya ngirit sampo!” Teman saya kembali tersenyum.

Tenyata banyak yang tidak tahu mengapa seorang bhikkhu kepalanya harus dicukur gundul. Jangankan orang non-Buddhis, orang Buddha sendiri pun mungkin ada yang belum tahu.

Dalam riwayat hidup Buddha Gotama yang tertulis dalam Majjhima Nikaya 100, diceritakan setelah Pangeran Siddharta meninggalkan istana bersama kuda Kanthaka dan diikuti oleh kusir Chana, sesampai di Sungai Anoma, Pangeran Siddharta langsung memotong rambut dengan pedangnya, sambil berkata, “Rambutku ini tidak cocok sebagai seorang pertapa, saya harus memotongnya.” Menggunduli rambut juga bisa diartikan sebagai melepaskan ikatan duniawi, apalagi bagi seorang wanita di mana rambut adalah mahkota kecantikan.

Dalam sejarah seorang Buddha, bukan hanya Buddha Gotama saja yang kepalanya dicukur gundul, karena Buddha Kassapa, Sammasambuddha sebelum Buddha Gotama juga berkepala gundul. Hal ini tercatat dalam Ghatikara Sutta. Dikisahkan bahwa ketika Ghatikara mengajak Jotipala –yang tak lain adalah Bodhisatva Gotama pada kehidupan lampau– menemui Buddha Kassapa, Jotipala menyebut Buddha Kassapa sebagai “Pertapa berkepala gundul”.

Selanjutnya seorang pertapa (bhikkhu) hingga sekarang kepalanya dicukur gundul, dan hal ini secara khusus tertuang dalam peraturan kebhikkhuan tentang cara mengatur badan jasmani. Para bhikkhu tidak diperkenankan memelihara rambut kepala. Rambut kepala tidak diperbolehkan tumbuh lebih dari dua bulan, atau melebihi dua inchi atau dua jari panjangnya. Terdapat dua hal yang perlu dicermati dalam peraturan ini. Pertama, para bhikkhu harus mencukur rambutnya sebelum lewat dari dua bulan, meskipun rambutnya belum sepanjang dua inchi atau dua jari. Kedua, meskipun belum lewat dua bulan, namun rambut telah tumbuh sepanjang dua inchi atau dua jari, maka rambut juga harus dicukur.

Peraturan mengenai batas waktu mencukur rambut ini muncul karena ada beberapa larangan. Pertama, terdapat larangan bagi seorang bhikkhu untuk menata rambutnya sedemikian rupa dengan cara menyisir rambut (baik dengan sisir atau dengan jari-jari). Selain itu bhikkhu juga dilarang menata rambut dengan mengolesi rambutnya dengan menggunakan minyak rambut. Seorang bhikkhu yang tidak dalam keadaan sakit juga tidak boleh memotong rambutnya dengan menggunakan gunting. Dengan demikian, alat yang diperkenankan hanyalah pisau cukur. Yang terakhir, seorang bhikkhu juga tidak diperkenankan mencabut uban yang tumbuh di kepalanya.

Dari berbagai alasan tersebut, kalau disederhanakan terdapat alasan logis yang berkaitan dengan peraturan yang mewajibkan seorang bhikkhu rambutnya harus dicukur. Dalam hal ini Bhikkhu Sri Pannyavaro menjelaskan dengan sangat menarik.

Bhante Pannyavaro mengatakan bahwa bhikkhu adalah orang yang melatih diri berlaku singkat. Artinya sedikit kebutuhannya, terkendali panca inderanya, dan mudah dirawat.

“Supaya mudah dirawat umat, karena ia tidak usah mencari uang, salah satu di antaranya ya digunduli saja, agar tidak membutuhkan sisir, sampo atau minyak rambut,” jelasnya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *