Saya akan berbagi tentang pengalaman dan pengamatan saya di tahun lalu. Saat itu, kami bertiga, bersama dengan Romo Muji berada dalam mobil yang disopiri oleh Mas Nur. Kami melewati sawah dan ladang, berbagai keadaan dan penampilan petak sawah-sawah dan ladang itu membuat saya terperangah.
Di beberapa petak, semak pohon cabai tumbuh dengan suburnya, tidak jauh dari situ banyak petak tanaman padi sudah disemaikan, teratur, hijau—dalam bahasa Jawa biasanya disebut, “Ijo royo-royo”.
Tampak juga pohon jagung berderet di sepanjang pematang. Di sela-sela pertunjukan sifat alam yang selalu memungkinkan semuanya untuk tumbuh subur tadi, ada satu-dua petak yang ‘menyedihkan’. Kering kerontang, gersang, ditumbuhi rerumputan, dan berbagai semak perdu liar.
Yang kita lihat itu adalah ‘hasil/buah’ (phala) yang memancing pemikiran tentang ‘sebabnya’ (hetu). Tetapi yang membuat saya terperangah seketika itu adalah seakan-akan ada pesan yang ingin disampaikan. Inilah yang ingin saya bagikan sebagai ‘pesan’ untuk kita semua di tahun baru ini, dan seterusnya. Saya pikir sangat perlu untuk diingat, diendapkan, dan supaya dapat mendarah daging.
Lahan Dharma
Tampak jelas bahwa tidak akan mungkin menanam apa pun jika petak lahannya begitu gersang dan penuh rerumputan liar. Oleh karena itu, hanya orang yang mengerti dan bijaksana yang selalu menjaga kondisi badannya selagi mereka sehat, bukan menunggu sampai mereka sakit.
Membentuk keluarga atau persahabatan yang bahagia hanya mungkin jika kita semua harmonis. Menyejahterakan dan memperkokoh negara hanya efektif di kala negara itu damai.
Jadi, pemikiran bahwa Dharma itu hanya akan berarti di kala kita gundah, di masa kita menderita… ini merupakan sesuatu yang tidak tepat, bahkan tidak mungkin.
Pergi ke vihara atau ikut diskusi Dharma hanya kalau merasa sedang ‘pusing’, jelas tidak efektif. Atau sebaliknya, hanya karena merasa sudah ke vihara atau aktif ikut organisasi ‘Buddhis’ maka semua akan oke. Itu jelas hanya harapan yang kemungkinan suksesnya sangat kecil!
Betul-betul Dharma itu harus ditumbuhkembangkan—bhavana, dan kondisi prima untuk menumbuhkan Dharma, justru selagi semuanya oke. Dan untuk oke, kita sendirilah yang harus menciptakan kondisinya!
Hanya petani yang rajin merawat dan menjaga sawahnya yang bisa menanam, dan akhirnya memanen hasilnya. Hanya orang yang makannya dijaga, cukup olahraga, minum obat-obatan yang sifatnya menunjang kebugaran badan, dan keselarasan semua ‘organ/elemen’, inilah yang bisa menanggulangi sakit yang dialami, tanpa rasa panik.
Hanya hati yang tanpa kesombongan, tanpa kecemasan, tanpa keirian, tanpa kepelitan, tanpa kejengkelan, yang memungkinkan kondisi untuk menumbuhkan cinta kasih dan kepedulian. Hanya hati yang hangat dan terbuka yang memungkinkan kita untuk bisa berguna buat orang lain.
Mandala Agung Borobudur
Yang saya lihat di ladang pada kawasan Borobudur hari itu adalah suatu peringatan yang begitu jelas, bahwa betapa seringnya kita justru memiliki teknik hidup dan cara pandang yang terbalik. Motivasi kita sudah benar, tekad kita juga sudah dicoba untuk diterapkan.
Tetapi, di dalam hati kita masih terlalu sering dicengkeram keinginan untuk menjadi sosok ini atau itu, atau dilandasi kesombongan, atau bahkan ketakutan dianggap begini atau begitu.
Kalau begitu, mana bisa kita berguna buat orang lain? Kalau ladangnya tidak terawat dan bersih, bagaimana kita akan menanaminya? Apakah tidak lebih penting menjaga badan yang sehat daripada hanya panik kalau kita lagi sakit? Bagaimana bisa efektif dan bermakna jika tidak ada keharmonisan di dalam organisasi maupun keluarga?
Dan bagaimana bisa menciptakan keharmonisan jika di dalam hati kita SENDIRI ini terus berkecamuk? Masih merasa harus dihormati, masih mendambakan untuk dipuji, masih yakin bahwa kita yang paling tahu, dan pendapat kita yang paling benar, masih meng-HARUS-kan alam dan makhluk-makhluk seisinya menuruti apa yang kita inginkan?
Jadi, mungkin lebih baik kita berpikir yang paling sederhana, tetapi yang tajam dan berdisiplin. Jagalah ladang kita, rawatlah lahannya, bersihkanlah dari kesombongan yang menggulati kita seperti rumput liar, airilah kegersangan hati yang terlalu fokus ke “SAYA”, sehingga menjadi subur, agar bisa tumbuh kepedulian, kebajikan, cinta, dan welas asih.
Seperti petani yang bijaksana, dia tahu kondisi dan kendala alam yang penuh ketidakpastian, tetapi sang petani selalu mengingat, belajar dan mengumpulkan pengalaman dan keterampilan untuk yakin bahwa semuanya bisa ditanggapi dan tahu cara-cara untuk menghasilkan panen yang terbaik.
Pekerjaan sang petani tidak kenal cuti tahunan; hasil panen yang berlimpah maupun paceklik, perawatan lahan selalu dan harus dikerjakan.
Hati-hati, jangan sampai kita terlalu hafal ajaran Dharma secara harafiah lebih dahulu, sebelum kita berkesempatan untuk mengendapkan dan menerapkannya. Dan jangan tunggu sampai kita diterpa kegundahan baru ingat Dharma, baru ‘aktif’ lagi. Justru semasa kita merasa bahagia dan berkecukupan, inilah kesempatan terbaik untuk lebih mengenal dan mengendapkan ajaran, lebih aktif dalam Dharma.
Untuk itu, kita harus selalu merawat ladang kita, our mind, supaya selalu bersih dari rerumputan dan semak-semak liar yang isinya hanya ingin memperkokoh sosok “SAYA”, serta mempertahankan tingginya proporsi kenyamanan hidup.
Keinginan untuk menjadi orang baik kadang tidak cukup. Menjadi orang baik pun kadang penuh tantangan. Yang paling efektif ternyata adalah berbagi kebajikan. Sentuhlah kehidupan sebanyak orang di sekeliling kita dengan pikiran, ucapan dan perbuatan kita. This is Dharma.
Dan mungkin ini cukup pantas untuk dijadikan resolusi di tahun baru ini.
Salim Lee
Upasaka Salim Lee telah belajar Buddhadharma selama bertahun-tahun dengan Guru-Guru Besar seperti Yang Mulia Dalai Lama ke-14 dan Lama Thubten Zopa Rinpoche.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara