• Friday, 12 January 2018
  • Surahman
  • 0

Vihara adalah identitas dan kebanggaan bagi beberapa organisasi Buddhis yang ada di Indonesia. Demikian kesimpulan awal yang bisa kita rasakan terkait dengan maraknya pembangunan vihara yang cukup megah dibangun di berbagai penjuru tanah air.

Sering dijumpai vihara megah hanya digunakan oleh beberapa gelintir umat, bahkan sering kosong dari aktivitas umat. Vihara besar yang memakan biaya operasional besar layaknya seperti museum yang sunyi senyap tanpa aktivitas berarti.

Kalaupun ada, aktivitas lazim yang dilakukan adalah perayaan hari besar keagamaan tahunan ataupun kegiatan akbar seperti seminar yang tak tentu waktunya.

Di sisi lain vihara yang berfungsi dengan baik biasanya malah tidak dibangun secara layak dan baik. Vihara di desa-desa dengan umat yang cukup aktif, biasanya dibangun seadanya. Di sini ada masalah pemerataan pembangunan vihara yang cukup serius.

Baca juga: Pendidikan Transformatif

Sejatinya vihara adalah tempat melatih diri, tempat melakukan aktivitas spiritual maupun sosial. Vihara pada era awal perkembangan Buddha Dharma digunakan sebagai ruang belajar dan berlatih spiritual.

Seperti vihara Jetavana, dekat kota Svatthi yang didanakan oleh hartawan Anathapindika, sangat sering disebut-sebut dalam beberapa sutta populer sebagai tempat belajar dan berlatih Dharma.

Fungsi awal vihara digunakan sebagai tempat belajar nilai-nilai spiritual, kasih, dan kemanusiaan, sekaligus wahana berlatih bersama. Dalam perkembanganya vihara banyak beralih fungsi, yang dahulu dominan sebagai tempat belajar berlatih, menjadi dominan sebagai fungsi tempat ritual rutin.

Di Indonesia, perkembangan kuantitas dan kualitas vihara bisa dibilang sangat menggembirakan. Berbagai proposal pembangunan vihara yang disodorkan ke sana kemari, biasanya antusias disambut oleh para donatur.

Para dermawan dan donatur besar relatif mudah mendonasikan uangnya untuk pembangunan vihara. Bantuan dari pemerintah terkait dengan renovasi maupun pembangunan vihara juga tersedia dengan baik. Dalam hal ini, meskipun ada masalah pemerataan pembangunan vihara, tetapi faktanya pembangunan vihara tetap dapat berjalan secara layak dan bahkan menggembirakan.

Berdasarkan data dari Kementerian Agama tahun 2017, jumlah vihara atau tempat ibadah umat Buddha yang ada di Indonesia adalah sebanyak 4.199 (empat ribu seratus sembilan puluh sembilan). Persebaran jumlah vihara juga merata di 34 Provinsi, dengan jumlah rumah ibadah terbesar terdapat di Kalimantan Barat sebanyak 965 (sembilan ratus enam puluh lima), sementara jumlah terkecil adalah di Maluku Utara, yaitu hanya 1 (satu) vihara.

Dari data ini bisa dikatakan bahwa persebaran vihara di 34 provinsi di Indonesia cukup merata, disesuaikan dengan jumlah umat yang ada. Dari empat ribuan vihara yang tersebar tersebut, terdapat beberapa vihara besar dan megah dengan luas lokasi yang cukup fantastis.

Vihara-vihara besar dan megah biasanya menjadi identitas kebanggaan umat maupun majelis yang menaunginya. Majelis agama Buddha yang jumlahnya cukup banyak bila dibandingkan dengan jumlah umat Buddha di Indonesia yang relatif kecil itu, memiliki semacam “semangat berlomba dalam kebajikan” pada aspek pembangunan vihara.

Masing-masing majelis serta organisasi Buddhis memiliki vihara megah yang cukup layak untuk dibanggakan. Selain menjadi tempat ibadah, vihara besar dan asri serta indah yang dibangun juga berfungsi sebagai wahana rekreasi, yang sering dikunjungi oleh wisatawan untuk sekadar melapas kepenatan hidup.

Pembangunan pendidikan seperti anak tiri?

Berbanding terbalik dengan pembangunan rumah ibadah, pembangunan pendidikan Buddhis bisa diumpamakan seperti anak ayam kehilangan induk. Kocar-kacir sudah pasti, terlunta-lunta sudah biasa. Keberpihakan majelis terhadap vihara tidak dijumpai pada aspek pembangunan pendidikan Buddhis.

Umumnya majelis seperti gamang terhadap nasib pembangunan pendidikan atau barangkali menganggap bahwa pembangunan pendidikan kurang religius, kurang dekat dengan aspek spiritual, sebuah cara pandang yang keruh dan layak dijernihkan.

Cara pandang para donatur juga cukup jarang yang peduli dengan dunia pendidikan. Kalaupun ada, jumlahnya relatif sedikit bila dibandingkan dengan yang peduli terhadap pembangunan vihara.

Ceramah para Dharmaduta baik bhikkhu, romo, pendeta, penyuluh agama yang membahas manfaat berdana pada instansi pendidikan bahkan dapat dihitung dengan jari. Berbeda dengan tema ceramah manfaat duniawi dan spiritual dalam membangun vihara sangat mudah dijumpai.

Bisa dikatakan bahwa pembangunan vihara cukup memperoleh legitimasi teologis religius sehingga semangat donatur dalam berdana cukup tinggi.

Baca juga: Perempuan, Pendidikan, dan Agama Buddha

Sering kita mendengar ungkapan “Ketika mampu berdana vihara, kapling surga telah tersedia kelak di sana.” Tidak heran jika jumlah vihara di Indonesia sampai mencapai 4.199 buah, sedangkan jumlah institusi pendidikan Buddhis kita hanya berjumlah 253 sekolah berciri Buddhis.

Sejatinya semua setuju bila dikatakan pendidikan adalah lebih penting dari segalanya. Kita tentu masih ingat sejarah atau kisah yang sangat terkenal ketika Jepang terpuruk total dengan hancurnya Kota Nagasaki dan Hiroshima oleh serangan bom Amerika.

Dalam nada sedih yang menyayat, Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jenderalnya yang masih hidup dan menanyakan kepada mereka “Berapa jumlah guru yang masih tersisa?

Kumpulkan guru yang masih tersisa di seluruh Jepang, dan kepada merekalah kita bertumpu untuk menyongsong Jepang yang bangkit, Jepang yang cerah, Jepang yang pembelajar.” Dan senyatanya, sejarah membuktikan ketika aspek pendidikan diutamakan, Jepang menjadi negara yang maju dan terhormat.

Tidak ada jalan lain, pendidikan adalah kata kunci bagi kemajuan dan cerahnya sebuah masa depan. Pendidikan merupakan tangga emas generasi.

Pendidikan adalah ibu kandung dari peradaban. Peradaban dibangun dengan nalar yang jernih, dengan pijakan pengetahuan yang cukup, dan dengan kebijaksanaan yang terintengarsi dengan tindakan nyata. Dan kesemuanya itu bermuara pada pendidikan yang terurus dengan baik, pendidikan yang tidak dianaktirikan.

Belajar pada peradaban Buddhis masa lalu

Kisah sukses peradaban Buddhis dunia sesungguhnya ditopang oleh pembangunan pendidikan Buddhis yang kuat. Contoh nyata yang masih dapat dibuktikan adalah peran Universitas Nalanda India sebagai soko guru peradaban Buddhis dunia. Universitas Nalanda dikenal sebagai salah satu universitas perumahan yang memiliki asrama pertama di dunia.

Pada masa kejayaannya mampu menampung lebih dari 10.000 mahasiswa Buddhis dari seluruh penjuru dunia dan 2.000 guru dan dilengkapi dengan ruang meditasi, serta ruang kelas yang memadai. Dijelaskan bahwa pekarangan dibangun dengan rapi, dengan danau dan taman indah.

Perpustakaan terletak di sebuah bangunan sembilan lantai, tempat salinan teks-teks hasil pemikir dan koleksi berbagai disiplin ilmu diproduksi. Peziarah dari Dinasti Tang, bahkan guru besar Buddhis Tiongkok Xuanzang juga belajar di sana. Selain itu, beberapa nama tokoh besar Buddhis dunia yang pernah belajar di Nalanda antara lain adalah:

Harshavardhana, Vasubandhu, Dharmapala, Suvishnu, Asanga, Dharmakirti, Shantarakshita, Nagarjuna, Aryadeva, Padmasambhava, Shilabhadra.

Di Nusantara pada era kerajaan Sriwijaya juga dibangun sarana pendidikan Buddhis yang bagus sebagaimana catatan I Tsing, dinyatakan bahwa terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama Budha pada Sakyakirti, seorang pendeta terkenal di Sriwijaya.

Bahkan nama besar Buddhadharma Tibet, Atisa Dipamkara Srijnana pernah menghabiskan waktunya selama 12 tahun belajar di Sriwijaya. Peradaban Buddhis masa lalu telah menunjukkan secara pasti bahwa pendidikan merupakan kunci dari kecerahan.

Sebagai penegas, penulis perlu menggarisbawahi bahwa bukan berarti pembangunan vihara tidak penting, tidak menghasilkan pahala, pembangunan vihara adalah sangat penting dan merupakan kebajikan yang sangat luhur.

Tetapi mari menalar secara jernih, kita tengok nasib pendidikan Buddhis kita, kita kepakkan sayap kepedulian kita secara seimbang, secara utuh antara sayap kepedulian vihara dan sayap kepedulian terhadap pendidikan agar bisa terbang mengangkasa.

Karena ibu kandung peradaban tidak lain dan tidak bukan adalah pendidikan. Rahayu…

Surahman

Pernah bekerja di pusat kerukunan umat beragama Setjen Kemenag RI. Aktif dalam kegiatan konservasi lingkungan hidup.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *