• Thursday, 11 January 2018
  • Kirmi
  • 0

Perekonomian merupakan faktor yang penting bagi sebuah keluarga, karena ekonomi sebagai penggerak dan penunjang kelangsungan hidup keluarga.

Kebutuhan ekonomi menjadi salah satu faktor yang membentuk keharmonisan keluarga, namun pembagian bidang kerja dalam ranah domestik merugikan kaum perempuan, terutama yang memiliki suami pemalas, pemarah, atau tidak memiliki keterampilan yang dapat bersaing di ranah publik.

Agar kelangsungan hidup kelurga, istri akan mengambil alih tanggung jawab dan tugas suami sebagai penyokong ekonomi keluarga.

Keadaan tersebut memaksa perempuan harus mampu bersaing dengan para lelaki untuk mendapatkan pekerjaan yang dibutuhkan, selain istri masih harus mengurus pekerjaan rumah tangganya seperti memasak, mencuci, membereskan rumah, merawat anak, dan seabrek kesibukan rumah tangga lainnya.

Ekonomi di desa

Keadaan tersebut sangat terasa dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah. Sebuah contoh kasus di sebuah desa, sebuah keluarga yang tediri dari seorang nenek, suami, istri, dan satu anak laki-lakinya yang sekarang berumur 9 tahunan.

Sebut saja namanya Ati, seorang istri kira-kira berumur 33 tahunan, dengan seorang suami yang berumur 36 tahunan, merupakan keluarga dengan profesi yang tak pasti.

 
Mata pencaharian utama di desa itu adalah bertani. Dengan kepemilikan lahan yang tidak begitu luas dan cara bertani yang masih tradisional, menjadikan penghasilan dari bertani tidak menentu.

Bahkan dalam kegiatan bertani suaminya tidak berperan banyak. Untuk mencangkul saja hanya jika sedang tidak malas, maka demi memaksimalkan hasil,  sang istri harus mencangkul, menanami dan merawatnya sendiri.

Hasil pertanian yang tidak menentu, menuntut pemasukan dari bidang lain. Dan lagi-lagi, sang suami yang baru mengerjakan sedikit pekerjaan yang disukainya, memilih beristirahat di rumah.

Demi memenuhi kebutuhan keluarga, Ati bekerja mengangkut balok kayu yang ditebang dari kebun atau ladang layaknya seorang laki-laki. Untungnya Ati memiliki teman perempuan yang juga untuk melakukan pekerjaan sama.

Westau aku baloan karo Anah wes weteng ngeleh kayune abot sikel gemetar, mlakune mondak-mandeg” (Sudah pernah aku membawa kayu dipanggul berdua dengan Mbak Anah karena kayunya besar dan karena lapar kaki jadi gemetar dan harus sering berhenti untuk mencapai tujuan transit pengumpulan kayu), tuturnya saat menceritakan pengalaman paling terkesan selama mengangkut balok kayu.

Setelah bekerja begitu berat, ia masih harus mencuci, memasak, dan merawat anaknya. Ati juga memelihara kambing beberapa ekor, maka pekerjaannya bertambah lagi yaitu membersihkan kandang dari kotoran kambing jika sudah membukit.

 
Mengapa demikian? Sang suami pernah berkilah bahwa ia belum menemukan pekerjaan yang cocok, sehingga masih suka menganggur, sedangkan pekerjaan mencuci, memasak, dan merawat anak adalah pekerjaan perempuan.

Ada sebuah gambaran lain yang dinyatakan oleh Widanti (2005:218,21) yaitu :

Istri yang bekerja mencari nafkah keluarga… karena penghasilan suami tidak mencukupi… dipersalahkan sebagai ibu rumah tangga yang tidak baik karena tidak sesuai dengan pelabelan istri sebagai ibu rumah tangga. Bahkan suaminya menikah lagi dengan alasan istri yang bekerja kurang dalam melayani suami.

Ada cerita lain. Sebuah kelurga, istrinya bekerja di ranah publik karena sang suami mempunyai keterbatasan fisik. Dan sang suami sering mengerjakan pekerjaan rumah tangga, membantu mencuci, merapikan rumah, dan mengantar-jemput anaknya sekolah.

Keluarga ini memang keluarga yang tinggal di kota dan memiliki tingkat ekonomi yang memadai. Ini contoh kecil keluarga yang saling melengkapi, dan kasus ini tidak banyak.

Tentu akan tercipta kehidupan yang lebih nyaman jika lebih banyak orang tidak lagi memandang label maupun kodrat.

Kita akan lebih banyak menemukan keluarga yang saling bahu-membahu dalam menunjang perekonomian keluarga. Suami pencari nafkah utama, dan istri membantu jika keadaan menghendaki.

Begitu pula sebaliknya, suami tak keberatan melakukan tugas rumah tangga jika dibutuhkan. Salam saling menjaga, menghormati, dan menyayangi dengan kebijaksanaan.

Kirmi

Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Ibu dari Atisha, Kepala Sekolah Paud Saddhapala Jaya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *