• Sunday, 9 December 2018
  • Adica Wirawan
  • 0

Barangkali nasib manusia adalah sebuah misteri. Tidak ada yang tahu peristiwa apa yang akan dialami oleh seseorang pada masa depan. Ibarat berselimut kabut, semuanya masih belum jelas, sampai pada akhirnya waktu akan menyingkapnya. Namun, setiap kali berbicara soal penjalanan hidup yang serba “abu-abu” tersebut, pikiran saya sering terpental pada cerita Liao Fan.

Bagi saya, Liao Fan adalah seorang “legenda”. Disebut begitu karena ia dikenal bisa “mengubah” nasib. Dalam bukunya, yakni Empat Ajaran Liao Fan, ia bercerita tentang bagaimana awalnya ia yang hanya orang biasa dapat menjelma orang yang mampu “melampaui” manusia lainnya.

Sejak masih muda, oleh ibunya, Liao Fan sudah disiapkan menjadi seorang tabib alias dokter. Sebetulnya itu adalah cita-cita ayahnya. Sebelum wafat, ayahnya berkeinginan agar putranya, Liao Fan, meniti karier di dunia medis. Ia ingin anaknya suatu saat nanti bisa menjadi dokter yang dapat melayani orang banyak. Sebagai anak, Liao Fan pun menuruti kata-kata orang tuanya. Ia mulai tekun mempelajari beragam jenis obat sebagai bekal untuk menjadi dokter.

Namun, pada suatu hari, arah nasib Liao Fan tiba-tiba “berbelok” setelah ia bertemu dengan seorang kakek bernama Tuan Kong. Kakek itu ternyata bukan orang biasa, sebab ia mempunyai keahlian meramal. Oleh karena penasaran, Liao Fan pun menguji kemampuannya.

Kalau Tuan Kong bisa “membaca” masa depan, seharusnya ia juga mengetahui masa lalu. Maka, bertanyalah Liao Fan tentang sejarahnya, dan Tuan Kong menjelaskan semuanya dengan penuh detail. Liao Fan tercengang. Biarpun belum pernah berjumpa sebelumnya, Tuan Kong ternyata mampu menguak masa lalunya dengan tepat.

Tuan kong selanjutnya menguraikan ramalan yang akan terjadi dalam hidup Liao Fan pada masa depan. Ia menjelaskan bahwa Liao Fan akan menjadi pejabat negara yang terpandang suatu saat nanti dan mempunyai kekayaan yang berlimpah. Hanya saja, setelah pensiun dari pekerjaannya, ia akan meninggal dunia pada umur 53 tahun, dan tidak punya anak sebagai pewaris kekayaannya.

Baca juga: Rumitnya Karma

Liao Fan mencatat dan mengingat semua kata-kata Tuan Kong. Sejak saat itulah, ia menjalani hidup sesuai dengan ramalan. Oleh karena hidupnya sudah diprediksi sebelumnya, ia tenang-tenang saja. Sebab, kalau saatnya lulus ujian, ia akan lulus ujian. Jika tiba waktunya naik jabatan, ia akan naik jabatan. Sesederhana itu.

Tahun demi tahun berlalu, dan ramalan Tuan Kong menjadi semakin nyata. Liao fan pun berhenti berupaya. Buat apa berusaha keras kalau memang belum waktunya terwujud sesuai ramalan? Kurang-lebih itulah yang tersimpan di benak Liao Fan.

Hingga, pada suatu hari, pikiran itu “terpatahkan” setelah Liao Fan bertemu dengan Guru Yun Gu. Yun Gu adalah seorang Master Zen yang terkenal, dan Liao Fan tertarik belajar meditasi di bawah bimbingannya. Di wihara, mereka berdua menjalani meditasi duduk selama tiga hari tiga malam.

Setelah selesai, Guru Yun Gu merasa heran dengan kondisi batin muridnya. Sebab, belum pernah ia menjumpai orang awam yang minim keinginan di batinnya. Ia pun lantas bertanya kepada Liao Fan, dan Liao Fan menjelaskan semua kisah hidupnya.

Setelah mendengar cerita Liao Fan, Guru Yun Gu merasa sudah salah kaprah. Ternyata Liao Fan hanyalah orang biasa, yang masih diikat oleh kesenangan duniawi. Kemudian, Guru Yun Gu memberi penjelasan kepada Liao Fan bahwa asalkan ingin berusaha sedikit saja, sebetulnya ia bisa mengubah jalan hidupnya menjadi lebih baik.

Semua itu bisa diwujudkan dengan syarat Liao Fan mau menabung kebajikan setiap hari. Sebab, hanya kebaikanlah yang bisa membalik total hidup seseorang. “Orang yang memiliki harta kekayaan yang berlimpah pastilah sudah melakukan jasa kebajikan yang setara jumlahnya pada masa lampau,” terang Guru Yun Gu. “Sementara, orang yang telah mengumpulkan jasa-jasa dan kebajikan untuk sepuluh keturunan akan mendapat keturunan hingga sepuluh generasi untuk menikmati hasil baik tersebut.”

Biarpun pada awalnya menganggap bahwa hidupnya sudah digariskan tanpa bisa diubah sama sekali, setelah mendengar nasihat dari Guru Yun Gu, Liao Fan menjadi insaf. Guru Yun Gu kemudian mengajarinya cara berlatih konsentrasi dengan menulis mantra dan memintanya “menabung” kebajikan setiap hari.

Sejak saat itu, Liao Fan memiliki sebuah “kaul”; ingin lulus ujian kenaikan pangkat. Sebelumnya, Tuan Kong tidak pernah meramalkan hal tersebut. Namun, oleh karena punya keyakinan kuat, Liao Fan pun memantapkan niatnya, dan untuk mewujudkannya, ia bertekad mengumpulkan 3.000 kebajikan.

“Setiap kali berbuat kebajikan, saya akan mencatatnya dalam sebuah buku. Ibumu, yang tidak bisa membaca dan menulis, akan menggunakan bulu angsa yang dicelupkan di dalam tinta untuk membuat lingkaran merah pada kalender setiap kali ia berbuat baik,” terang Liao Fan.

Bersama istrinya, Liao Fan menanam kebaikan setiap hari, hingga beberapa tahun kemudian niatnya terwujud. Dalam ramalan ia tidak pernah disebutkan akan berhasil, tetapi nyata ia mampu melakukannya. Pelan-pelan ramalan Tuan Kong “memudar” dan garis nasib Liao Fan berubah.

Setelah 10 tahun mengoleksi kebajikan yang berlimpah, Liao Fan kemudian menetapkan niatnya yang lain, yakni mempunyai anak. Dalam ramalan, selamanya ia tak akan memiliki anak, tetapi beberapa tahun sejak ia meneguhkan tekadnya, ia dikaruniai seorang putra, yang bernama Yuan Tian-Chi. Lagi-lagi ia berupaya melakukan 3.000 kebajikan sebagai wujud terima kasihnya, dan ia dapat menyelesaikannya dengan baik.

Transformasi

Setelah melewati banyak peristiwa, hidup Liao Fan mengalami transformasi. Setelah berusia lanjut dan pensiun dari pekerjaannya, ia menulis sebuah buku yang berisi tentang falsafah hidupnya. Buku itu dibuat khusus untuk anaknya. Sepertinya ia merasa kisah hidupnya akan jauh lebih efektif disampaikan dalam bentuk buku.

Sewaktu menulis buku itu, Liao Fan menginjak usia 69 tahun. Ia telah hidup 16 tahun lebih lama dari ramalan yang disebutkan sebelumnya, dan ia bersyukur atas “bonus” tersebut. Pada akhir biografinya, ia menyampaikan pesan kepada anaknya.

“Tian-Chi, anakku, saya tidak tahu bagaimana jalan hidupmu kelak. Dalam soal nasib kita harus selalu siap menerima yang terburuk. Oleh karena itu, bahkan dalam keadaan makmur, bertindaklah seolah-olah kita tidak begitu; dan jika segalanya berjalan sesuai kehendakmu, waspadalah terhadap kemalangan yang mungkin timbul. Ketika hidupmu sedang kaya dan sejahtera, waspadalah terhadap kemiskinan, dan tatkala sedang disukai dan dihormati semua orang, tetaplah berhati-hati dan sederhana. Saat keluargamu sangat dihormati dan dipuja, bersikaplah rendah hati. Ketika pengetahuanmu luas dan dalam, jangan memamerkannya dan tetap bersikap rendah hati.”

Kisah hidup Liao Fan yang “legendaris” barangkali terdengar seperti sebuah dongeng. Namun demikian, caranya untuk mengubah takdir bukannya “pepesan kosong” tanpa bukti sama sekali. Kalau kita membaca beberapa kisah orang yang kaulnya terkabul, kita akan menemukan benang merah antara kisah mereka dan kisah Liao Fan. Bahwa sebuah niat akan terwujud kalau orang tersebut melakukan banyak kebajikan. (Kisah ini akan saya tulis pada artikel berikutnya)

Cara hidup Liao Fan juga dapat dipraktikkan oleh siapa pun yang ingin memperbaiki hidup dan dibuktikan kebenaran hasilnya. Jadi, sebetulnya tidak ada salahnya kalau kita semua meneladani cara hidupnya yang baik. Sebab, sesuai dengan Dhamma, berbuat baik itu hanya akan menghasilkan kebahagiaan, bukan sebaliknya.

Salam.

Adica Wirawan

Founder of Gerairasa

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *