• Monday, 10 December 2018
  • Robin Dharmawan
  • 0

Minggu (2/12) di Vihara Dharma Suci PIK, Jakarta. Bhante Uttamo memberikan wejangan Dharma. Sebelum Bhante Uttamo memulai topik pembahasan ini, bhante memberikan peringatan terlebih dahulu bahwa topik yang akan dibawakan khusus untuk usia 17 tahun keatas, bagi umat yang membawa anaknya, diharapkan untuk menutup telinga atau membutuhkan bimbingan orang tua.

Bhante memulai dengan membahas bunga-bunga yang terpasang di area sekitar vihara. Bunga-bunga yang dirangkai dalam seni ikebana dapat dilihat melalui dua sisi. Sisi depan yang terlihat indah dan sisi samping yang ternyata terlihat bahwa keindahan rangkaian tersebut.

Demikian juga dengan diri kita. Ada di antara kita yang mempunyai kaca di kamar mandi yang memperlihatkan tubuh kita secara utuh? Tanyanya. Biasanya kita hanya punya kaca di kamar mandi hanya sepotong saja, jarang sekali yang memiliki kaca besar yang memperlihatkan tubuh kita secara utuh seperti di hotel-hotel. Kenapa? Karena pada saat melihat diri kita secara utuh di depan kaca, wah…bagi yang masih muda, mungkin masih tidak masalah, tapi bagi yang sudah berumur, rasanya tidak berani untuk melihat tubuh kita sendiri.

Siapa yang di kamarnya punya lemari baju? Hampir semua orang memiliki lemari di kamarnya. Coba kalau misalnya semua baju kita yang digantung-gantung di kamar, kita masukkan semuanya ke dalam lemari. Pasti kamar kita terlihat rapi. Biasanya umat kalau ada mengundang bhante ke rumah, satu hari sebelumnya sudah sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam lemari, jadi begitu bhantenya datang, ”Wah…rumahnya rapi yah.” Padahal kalau lemarinya dibuka, wah isinya berantakan, gurau Bhante.

Hal ini sama seperti diri kita bukan?  Ada penelitian yang menyatakan bahwa ketika manusia berjalan di depan lawan jenisnya, manusia cenderung menutupi kekurangan dirinya. Misalnya ada yang punya tompel, apa yang dilakukan? Ditutupi pakai tangan sambil seakan-akan sedang mengusap muka sambil tersenyum-senyum. Atau misalnya ada yang punya jerawat di kening, apa yang dilakukan? Ditutupi pakai rambut. Apalagi? Yang perutnya besar, apa yang dilakukan?

Makanya Bhante salut kepada para ibu-ibu yang luar biasa ketika bayinya flu, sambil Bhante mengacungkan dua buah jempol. Apa yang dilakukan ibu itu ketika anaknya flu? Disedot lalu ditelan, disedot lalu ditelan, begitu kan? Coba kalau suaminya flu, mau tidak? Tanya Bhante. Atau anaknya umur 12 tahun, mau tidak? Tidak mau jawab para hadirin. Lalu kenapa waktu bayi kok mau? Lanjut Bhante. Sama-sama saja kan? Disedot, lalu ditelan. Disedot lalu ditelan. Iya kan? “Yah jangan ditelan Bhante” Jawab salah satu hadirin. Lalu apa yang dilakukan dong? Lanjut Bhante. Masa dibalikan ke bayinya? Disedot, lalu dibalikin ke bayinya. Disedot, lalu dibalikin ke bayinya, gurau Bhante yang disambut gelak tawa para hadirin.

Ini sama seperti lemari yang tertutup, diri kita ini kita tampilkan yang baik-baik, namun dilihat dari sisi yang lain, semuanya berisikan kekotoran. Semua orang memilikinya. Bahkan di dalam ajaran agama Buddha, kotoran-kotoran ini dijadikan objek-objek meditasi.

Nah kita sudah berbicara tentang apa yang kita punya dan keluarkan. Sekarang yang kita masukkan. Bagaimana panitia, apakah tetap dilanjutkan? Semakin dilanjutkan, semakin seru lho yang Bhante ingin bagikan, ucap Bhante. Makanya di awal Bhante sudah memberikan peringatan. Untuk yang dibawah usia 17 tahun sebaiknya tutup telinga atau bimbingan orang tua.

Baca juga: 3 Tips Bhante Uttamo untuk Meningkatkan Kesadaran

Dengan memahami bahwa diri kita ini penuh dengan kekotoran, semua orang memiliki kekotoran yang sama, lantas untuk apa kita sombong? Untuk apa kita merasa rendah diri? Semua orang apapun posisi dan jabatannya, kekayaan yang dimilikinya, semuanya memiliki kekotoran yang sama. Jadi untuk apa yang kita sombong ataupun minder?

Pasangan hidup yang pada masa hidup tidak rela berpisah lama-lama, ketika sudah meninggal. Apakah masih mau menunggui? Tidak. Pasangan hidupnya dititipkan dulu di rumah duka, besoknya baru datang lagi. Ada yang bau tubuh manusia ketika meninggal? Tubuh manusia yang membusuk baunya 1.000 kali lebih bau daripada bangkai tikus.

Kadang Bhante memberikan pembacaan paritta di rumah duka, petinya ada yang bocor. Wah itu baunya, yah sudahlah karena Bhante juga sama akan seperti itu, yah dilanjutkan saja. Selesai dari pembacaan paritta baru diberi-tahukan kepada pihak keluarga atau pengurus di rumah duka untuk diperbaiki.

Warna kulit setelah meninggal juga akan berubah seperti buah mangga yang membusuk. Buah mangga ketika ia membusuk, warnanya akan berubah menjadi ungu-ungu. Seperti itulah warna kulit kita setelah kita meninggal. Setelah lewat 3-4 hari, mulai ada belatungnya. Bibir yang kita rawat baik-baik ini adalah makanan yang paling enak bagi belatung.  Mata kita juga nantinya akan menjadi lubang, habis dimakan oleh belatung.

Lantas apa toh yang kita bawa? Perilaku kita. Pikiran, ucapan dan perbuatan kita yang kita lakukan selama masih hidup, inilah yang kita bawa. Tubuh jasmani yang penuh dengan kekotoran ini hanyalah sebagai alat untuk kita mengisi hidup kita dengan kebaikan. Tubuh jasmani ini boleh busuk, tapi bathin tetap baik.

Jadi berbicara tentang memahami diri kita adalah untuk memahami bahwa tubuh jasmani ini sesungguhnya penuh dengan kekotoran, jadi untuk apa kita sombong ataupun rendah diri. Memahami diri kita adalah untuk memanfaatkan kehidupan, memanfaatkan diri kita dan kehidupan saat ini dengan melakukan yang terbaik dan kebajikan-kebajikan pada saat ini untuk kebahagiaan pada kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *