Kebahagiaan dan kenyamanan adalah dua hal berbeda yang sering terlanjur dianggap sama. Merasa nyaman dianggap sama dengan kebahagiaan. Walaupun kebahagiaan itu pasti memberi kenyamanan, namun belum tentu hal yang nyaman itu membahagiakan.
Nasihat bijak dalam tradisi Jawa sering ditekankan pentingnya keselarasan antara apa yang di dalam dan yang di luar. Di dalam adalah pikiran, sedangkan di luar adalah ucapan dan perbuatan. Telu mesti podo. Ada tiga hal yang mesti sama yaitu pikiran, ucapan, dan perbuatan. Ini menjadi jarwa dosok dari kata “dupo”. Ini cara dari leluhur Jawa dalam berdoa dan merenung dengan terlebih dahulu menyalakan dupa.
Kembali pada kebahagiaan dan kenyamanan. Justru orang yang hanya maunya mencari kenyamanan untuk dirinya, orang itu malah jauh dari kebahagiaan. Kebahagiaan menjauh karena dia melupakan satu hal yaitu kebaikan. Kebahagiaan itu selalu melibatkan kebaikan (kabecikan). Melupakan kabecikan, maka otomatis jauh dari kebahagiaan.
Serat
Dalam Serat Pepali, ada nasihat bijak dari Ki Ageng Sela. “Manise netra ruruh, angedohken mring salah tampi, wong kang trap sileng tata, tan agawe rengu, wicara lus kang mardawa, iku datan kasendhu marang sasami, wong kang rumaket ika.”
Artinya: Wajah manis dan mata lembut, menjauhkan kesalahpahaman, orang yang menerapkan tata susila, tidak akan diragukan orang, orang yang bicaranya halus, tidak akan diumpat orang, semua itu menunjukkan keakraban sesama.
Baca juga: Keselarasan Agama Buddha dan Budaya Jawa dalam Merawat Alam
Tata susila dalam budaya Jawa terasa lebih alami, bukan aturan kaku yang dogmatis apalagi bersifat mengikat. Karena sifat yang alami itu, maka etika orang Jawa didasarkan pada hal yang wajar, lumrah, dan bersifat keseharian. Tidak perlu mengikat karena baik atau buruk yang merasakan adalah individu masing-masing.
Perilaku yang dibuat-buat dengan segala upaya, walaupun secara luar nampak baik dan sementara bisa diterima khayalak, namun yang paling bisa merasakan adalah dirinya sendiri. Jika tidak ada keselarasan dari dalam dan luar, maka ketidakbahagiaanlah yang didapat. Dari sini, kita bisa memahami bahwa tata susila bukan sekedar mengenai norma hidup bermasyarakat, tapi mengenai rasa, sesuatu yang dari dalam.
Dengan kata lain, kabecikan iku roso. Kebaikan hati itu tentang rasa. Mengolah rasa guna menumbuhkan budi pekerti yang luhur, maka mesti membiasakan melakukan kebajikan. Kulinakne nandur kebecikan.
Istilah “nandur” jelas mengumpamakan seperti menanam tanaman. Bagi masyarakat pedalaman yang agraris, mereka paham bahwa menanam tanaman membutuhkan proses dan tidak bisa sehari semalam biji yang ditanam besoknya menjadi pohon yang besar.
Laku
Tata susila adalah perilaku keseharian. Jadi bukan perbuatan sesaat, tapi hal yang rutin dan terus menerus. Sama seperti tanaman yang tumbuh, berproses menjadi pohon yang besar. Tanaman tidak pernah berproses seperti manusia yang kadang suka melakukan sesuatu yang dibuat-buat.
Tanaman berproses secara alami, tiap saat, bukan pada saat tertentu saja. Tidak memaksakan diri untuk menjadi tanaman yang paling hebat dibanding tanaman lainnya. Tidak mengejar diluar batas kemampuan, tidak juga pamrih dan meminta timbal balik, semua dijalani dan berproses secara alami hingga pada saatnya menjadi matang.
Baca juga: Merawat Ladang Citta Sepanjang Tahun
Menjaga aspek dalam dan luar, adalah berproses, hingga kelak menjadi pohon yang selain besar dan rindang juga memberi buah, memberi manfaat bagi orang sekitarnya.
Laku menjadi orang Jawa (njawani) ibarat dalam berproses kita akan ke dalam memahami makna yang dahulunya tersamarkan akan muncul dan terlihat. Makna itu membantu kita untuk selaras dengan semesta dan seiringan akan selalu ditingkatkan kualitasnya.
Pencinta kearifan Nusantara dan penulis buku Using No Way as Way.
Tinggal di kota kretek, Kudus, Jawa Tengah. Memilih menjadi orang biasa, dan menjalankan laku kehidupan sehari-hari dengan penuh suka cita.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara