Waktu masih menunjukkan pukul lima pagi, tapi terang tanah telah memperlihatkan dirinya. Di pagi hari itu, kota kecil Rantau Prapat, Sumatera Utara telah menggeliat dan terasa dinamis. Banyak anak-anak sekolah berkendaraan becak bermotor yang berjalan kencang seakan mengejar waktu untuk tidak terlambat tiba sekolah. Sementara polisi lalu lintas sibuk mengatur kendaraan yang lalu lalang.
Di antara hiruk-pikuk kendaraan yang lalu lalang di jalan menuju kota Sibuhuan, kami di pagi hari itu meneruskan perjalanan menuju daerah gunung tua. Sekitar 75 km berjalan, tibalah di Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas dan memasuki Desa Bahar, lokasi dimana banyak candi Buddha berada.
Candi Bahal di Kabupaten Padang Lawas terletak di antara kota Rantau Prapat menuju ke kota Sibuhuan. Di antara jalan yang menghubungan dua kota kecil di Sumatera Utara ini terdapat sebuah plang warna coklat bertuliskan Candi Bahal 0,8 km di sisi kanan jalan yang bergelombang.
Setelah memasuki jalan raya berbatu sejauh 0,8 km itu tampaklah sebuah bangunan tegak berwarna merah. Bangunan yang terbuat dari batu bata merah itu semakin memerah tertimpa cahaya matahari. Bangunan purbakala itu berdiri tegak bagai sebuah tugu batas desa dan di sekelilingnya dikitari ilalang.
Itulah Candi Bahal I setinggi 12,8 m yang terlihat dari pintu masuk di antara sebuah pohon rimbun serta sebuah pos jaga di depannya. Pohon itu sedikit menutupi papan nama candi di dekat gapura. Tak jauh setelah memasuki batas pagar yang berduri tampak pula pohon Bodhi memberikan perlindungan dari panas matahari yang menyengat.
Candi Bahal berada di Desa Bahal, Kec. Padang Bolak, sekitar 450 kilometer barat daya Medan, ibukota Sumatera Utara. Ada Candi Bahal I dan Bahal II yang sempat kami kunjungi. Candi Bahal I termasuk candi terbesar di Padang Lawas, Tapanuli Selatan yang telah dipugar.
Banyak pendapat mengatakan, Candi Bahal ini diperkirakan merupakan sisa peninggalan agama Buddha di era kerajaan Sriwijaya berkembang sangat pesat. Kini sisa-sisa candi tersebut masih bisa kita saksikan walaupun perlu direnovasi. Beberapa bagian termasuk beberapa tembok candi juga terdapat coretan oleh tangan-tangan usil. Candi-candi di Situs Padang Lawas masa kini hanya sebagai monumen sejarah dan sudah tidak dipergunakan lagi sebagai tempat ibadat.
Candi Bahal I berdiri di bukit kecil dan dikelilingi lembah berupa lahan persawahan. Lokasi Candi Bahal I ini tampak cukup terawat dan mendapat penanganan dari Balai Arkeologi. Meski tidak seramai seperti di Candi Muara Takus, Riau, tampaknya Candi Bahal juga tidak sepi dari kehadiran masyarakat sekitar.
Anak-anak sekitar desa sering bermain-main di komplek Candi Bahal ini, dan ketika rombongan kami tiba muncul pula ibu-ibu pedagang makanan dan minuman menggelar dagangannya di pintu masuk candi. Tak lama kemudian datang rombongan Prof. Daniel Perret, arkeolog Perancis yang telah 20 tahun meneliti candi-candi di Tapanuli Selatan.
Candi Bahal I merupakan kawasan wisata sejarah, meski tidak terlihat jejeran kios penjual makanan atau suvenir. Di luar hari libur besar, Candi Bahal I yang menghadap arah tenggara dengan sudut 135 derajat ini hanya berupa bangunan rapuh setinggi 12,8 meter dengan bayangan hitamnya di siang hari serta aliran Sungai Batang Panai sekitar 50 meter di bawahnya.
Selain kawat berduri pemagar komplek candi seluas 2.744 meter persegi, di dalam masih ada pagar sepanjang 59 meter berupa susunan bata, mulai dari empat hingga 22 lapis. Candi Bahal I merupakan candi terluas yang telah selesai dipugar bersama empat perwara-nya, yakni candi kecil di samping kiri dan depannya berbentuk bujur sangkar, menyerupai altar.
Perwara pertama luasnya 4,9 x 4,9 m dengan tinggi 1,5 m, berada enam meter sebelah timur laut bangunan induk. Perwara kedua merupakan perwara terluas, berada enam meter sebelah tenggara atau berhadapan dengan candi induk. Ukurannya 9,5 x 9,5 m dengan tinggi dua meter. Perwara ketiga terletak 2,20 m sebelah barat daya perwara kedua. Ukurannya 4,65 x 4,65 m dengan tinggi dua meter. Sedangkan perwara keempat ada di barat daya perwara ketiga, tinggi 1,5 meter dengan ukuran paling kecil, yakni 4 x 4 meter.
Sementara bangunan induk candi itu sendiri berdenah bujur sangkar. Di pintu masuk terdapat delapan anak tangga selebar 2,25 meter. Sepasang arca singa terlihat mengapit tangga. Pada bagian tengah bangunan utama terdapat ruang kosong seluas 2,5 m x 2,5 m yang fungsi awalnya diperkirakan sebagai tempat pemujaan.
Pemugaran Candi Bahal I diresmikan oleh Gubernur Raja Inal Siregar pada 26 Desember 1991. Meski pemugaran itu tidak berhasil meniru aslinya, namun terlihat lebih baik, khususnya pada bagian dalam atas (atap) candi. Bentuknya lapik tiga lapis berupa susunan 21 batu bata. Berdenah bujur sangkar pada beberapa puluh centimeter pertama dan mengerucut di bagian dalam. Sedangkan dari luar, atap berbentuk lingkaran. Renovasi keempat perwara tampak lebih baik, mungkin karena tak ada relief yang harus direkonstruksi.
Kami sesekali berbincang dengan Prof. Daniel Perret yang sudah 20 tahun meneliti candi-candi di Sumatera, khususnya di kawasan Padang Lawas. Profesor dari French School of Asian Studies (EFFO) ini merupakan seorang ahli di bidang studi sejarah kuno dunia melayu. Selain Prof. Daniel juga ada tiga rekannya, diantaranya Arlo Griffit, yang juga professor mengenai Southeast Asian History. Prof. Daniel Perret kemudian mengajak kami bersama-sama mengunjungi lokasi Candi Sipamutung.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara