• Friday, 17 November 2017
  • Ngasiran
  • 0

Ekspedisi Jalur Kuno, sebuah penelusuran situs sejarah, kembali digelar. Kali ini, pesertanya khusus Pemuda Buddhis dan menelusuri Situs Argopuro.

Candi Argopuro banyak disebut dalam penelitian para ilmuwan, tetapi keberadaannya masih simpang-siur. Ada beberapa perbedaan tempat antara para peneliti. Karena itu, berbekal informasi dari peta lama, pemuda Buddhis Temanggung, Wonosobo, dan Lasem menelusuri situs candi gerbang kota ini.

“Saya sudah enam tahun mencari titik Candi Argopuro, tapi sampai hari ini belum ketemu. Menurut peta kiriman dari Belanda, situs ini berada di Desa Sigedong area Tretep. Saya juga belum tau persisnya, jadi mari kita cari bersama-sama,” ucap Candra Viriyanto, pemandu ekspedisi ini.

Minggu pagi (12/11), peserta ekspedisi berkumpul di Monas Geseng, Ngadirejo. Perjalanan dari Ngadirejo hingga Kecamatan Tretep sekitar 30 menit. Dalam perjalanan, kami disuguhkan pemandangan alam yang indah khas pegunungan.

Kami berteduh sebentar di sebuah warung sambil bertanya arah Desa Sigedong. Kopi panas dan camilan ringan pun terhidang sebagai penghangat guyuran hujan dan dinginnya udara pegunungan. “Inilah asyiknya blusukan, kehujanan sudah pasti. Jadi jangan kaget!” kelakar Candra.

Setelah memperoleh cukup informasi letak Desa Sigedong, kami melanjutkan perjalanan. Hujan masih rintik, meskipun begitu tetap kami terjang. Sebelum masuk Desa Sigedong, ada sebuah makam dengan pohon besar. “Biasanya kalau ada makam tua, di situ ada batu-batu candi. Coba kita lihat,” ajak Candra. Batu candi tidak ditemukan.

Hujan masih mengguyur dengan deras saat kami memasuki Desa Sigedong. Salah satu cara mencari situs candi adalah bertanya pada warga sekitar. Masih dalam keadaan basah kuyup, Candra masuk rumah salah satu warga.

“Monggo Mas, pinarak (silahkan masuk, Mas),” ujar mpunya rumah. Bu Siti namanya, melihat kami basah kuyup dan kedinginan. Bu Siti dan keluarga sibuk menyiapkan minuman hangat untuk kami. Kami agak sungkan menerima kebaikan ibu ini. Tak hanya minuman, makanan khas desa pun segera dikeluarkan.

Ampun repot-repot Bu, kawulo mung ajeng nuwun pirso kaleh njenengan (Tidak usah repot-repot, Bu. Kami hanya ingin bertanya pada ibu),” tutur Suyikno pada Bu Siti.

“Inilah kebaikan orang desa, mereka tidak kenal dengan kita, tetapi kedatangan kita diterima begitu hangat,” ujar Abdi Desa Ehipassiko Wonosobo ini mengungkapkan kekagumannya kepada Bu Siti.

Selesai bersantap dan menghangatkan badan, Bu Siti bercerita bahwa di gundukan ladang pertanian sebelah Desa Sigedong ada arca. “Di atas bukit sana dulu pernah digali Mas, banyak ditemukan arca, ada yang perunggu juga,” tuturnya.

Perjalanan

Dari rumah Bu Siti sampai lokasi Candi Argapuro tidak lebih dari 500 meter. Kondisi jalan dicor kanan kiri, tetapi kondisinya sudah rusak. Karena siraman air hujan, jalan jadi licin. Harus ekstra hati-hati ketika berkendara.

Untuk menuju lokasi situs candi, sepeda motor harus berjalan keluar dari jalan yang sudah dicor, melewati jalan kricak (tatanan batu) sekitar 100 meter. Ladang pertanian menghampar luas di lereng Gunung Prahu ini. Setelah melakukan pencarian di area ladang pertanian warga kurang lebih 15 menit, akhirnya kami menemukan batu-batu candi.

Batu-batu candi ini tersebar di area pertanian. Tetapi puncak candi tempat ditemukannya arca persis di tanah tertinggi pada gundukan itu. Bahagia tentu menyelimuti perasaan kami, tetapi melihat situs candi yang kondisinya tidak terawat, dibuat tempat lemen (pupuk kandang), membuat hati merasa miris. “Enam tahun saya mencari titik Candi Argapura, akhirnya ketemu!” ujar Candra kegirangan.

Pencarian pun berlanjut, sisa-sisa batu kami telusuri. Batuan candi berserakan di mana-mana bercampur batu biasa. Di tumpukan batu, kami menemukan batu candi yang ada reliefnya dan juga antefik (bagian atas candi). “Kalau sudah ditemukan relief dan antefik, sudah pasti ini candi. Kemungkinan besar candi masih tertimbun di bawah tanah,” terang Candra.

Arca

Mungkin sebuah keberuntungan, saat kami turun dari lokasi candi, kami bertemu dengan Pak Jumeno yang sedang mencari rumput. Pak Jumeno adalah salah satu orang yang sekitar 2-3 tahun lalu ikut menggali situs candi ini.

“Saat itu saya dan beberapa teman dibayar 50 ribu per hari untuk menggali. Kami menemukan Arca Ganesha dan Dewi Durga,” jelasnya. Ketika ditanya siapa yang menggali dan dari dinas mana, Pak Jumeno mengaku tidak tahu. Dia hanya mengatakan ada empat orang dari Solo dan Yogyakarta.

“Arca yang wanita (diperkirakan Dewi Durga) kalau dilihat dari jauh tersenyum bagus dan kalau dalam gelap dia menyala,” imbuhnya. Hingga saat ini kedua arca yang ditemukan di Candi Argopuro masih belum jelas keberadaannya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *