• Sunday, 27 May 2018
  • Praviravara
  • 0

Tempat perayaan Waisak yang favorit biasanya adalah di vihara, candi-candi, atau mungkin belakangan ini sedang tren Waisak in the Mall. Padahal masyarakat Indonesia dari zaman dahulu (hingga sekarang sekalipun) sudah (dan masih) memiliki tradisi sembahyang di gunung.

Agak tidak biasa, bahwasanya ada umat Buddha Indonesia merayakan Waisak di gunung, kecuali mungkin bagi umat-umat yang memang bertempat tinggal di sana, misalnya kita ketahui ada komunitas umat Buddhis Tengger, dan sebagainya.

Masyarakat Indonesia memang dikenal memiliki ikatan emosional yang sangat kuat dengan gunung, mungkin karena memang topografi wilayah Indonesia yang mayoritas adalah terdiri dari pegunungan. Ambil contoh, masyarakat Bali yang menganggap Gunung Agung sebagai gunung suci dan mereka memiliki ritual khusus yang dilakukan di Gunung Agung. Demikian pula, masyarakat Lombok dengan Gunung Rinjani. Di Jawa sendiri ada banyak gunung yang dianggap sakral/suci, seperti Gunung Semeru, Gunung Kawi, Gunung Salak, dan sebagainya.

Di dalam tradisi Buddhis Himalaya (Tibet dan sekitarnya) pun memiliki budaya dan ritual yang berkaitan dengan gunung, antara lain kita ambil contoh yang dinamakan sebagai hari Zamling Chisang.

Apa itu Zamling Chisang?

Sejarahnya, Zamling Chisang ini dimulai dari peristiwa di abad ke-8 Masehi. Dalam rangka selamatan keberhasilan pembangunan biara Buddhis yang pertama di Tibet pada masa itu, yaitu Biara Samye oleh Guru Padmasambhawa, Raja Trisong Detsen, dan rakyat Tibet pada masa itu melakukan doa dan puja persembahan asap kepada para dewa yang dianggap telah ikut berjasa dalam melancarkan pembangunan biara tersebut.

Biara ini memegang tonggak sejarah penting preservasi dan penyebaran Buddhadharma, khususnya silsilah Biara Nalanda, yang seolah-olah dicangkok dari India ke Tibet sehingga silsilah ini terselamatkan dan tidak ikut musnah ketika Buddhadharma di India merosot seiring dengan invasi Turki pada abad ke-13 Masehi. Dikatakan bahwa pada hari tersebut, di puncak Gunung Hepo-Ri, bubuk wewangian menumpuk tinggi dan asap wangi semerbak menyelimuti langit.

Momen puja tersebutlah yang hingga sekarang pun masih dirayakan dengan nama Zamling Chisang atau diterjemahkan sebagai Hari Puja Persembahan Asap Dunia (“Zamling” merujuk ke “Dzambuling” yaitu benua dunia kita berada sekarang, “Chi” artinya universal/global dan “Sang” artinya persembahan asap). Umat Buddha di sekitar pegunungan Himalaya, sampai sekarang pun masih melakukan puja di puncak-puncak gunung, sambil berpiknik dengan keluarga pada hari tersebut.

Waisak 2018 di gunung-gunung Nusantara

Dalam rangka peringatan Waisak 2018 dan juga sekaligus menuju rampungnya bhaktisala utama, Aula Mahakarunika Awalokiteswara, di Pusdiklat Jina Putra Tushitawijaya, Kadam Choeling Indonesia juga melakukan puja di dua puncak gunung sakral di Indonesia.

Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Nama gunung ini diambil dari nama Gunung Meru, yang di dalam kosmologi Hindu-Buddhis, merupakan pusatnya mandala dunia dan menjadi tempat tinggal para dewa.

Berdasarkan legenda yang dipercaya secara turun-temurun di kalangan orang-orang Jawa, juga dipercaya bahwa gunung ini memang berasal dari sana. Diceritakan bahwa pada zaman dahulu, para dewa memotong puncak Gunung Meru dari India dan menempatkannya ke pulau Jawa untuk memaku pulau tersebut agar tidak terombang-ambing oleh laut. Gunung Meru ini bahkan dianggap oleh orang Bali sebagai bapaknya Gunung Agung yang sangat suci di Bali.


Gunung Rinjani. Lars E

Gunung Rinjani adalah gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia, dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut dan berlokasi di pulau Lombok. Ada banyak legenda yang terkait dengan Gunung Rinjani. Ada yang percaya bahwa Gunung Rinjani adalah tempat tinggal para jin yang dipimpin oleh Ratu Anjani (yang dipercaya menjadi asal muasal nama gunung ini).

Berdasarkan legenda mitologis yang lain, ketika Pulau Jawa sudah selesai dipaku, giliran pulau Bali dan Lombok yang menjadi tidak stabil, sehingga para dewa kembali ke India dan memotong puncak Gunung Meru lagi untuk ditempatkan di pulau Bali yang kemudian menjadi Gunung Agung dan di pulau Lombok yang kemudian menjadi Gunung Rinjani.


Gunung Agung. Max M

Bagi penjelajah spiritual, ada tiga gunung yang dianggap sakral dan harus ditaklukkan. Ketiga gunung tersebut adalah Gunung Semeru yang menyimbolkan Dewa Siwa, Gunung Rinjani yang menyimbolkan Dewa Wisnu, dan Gunung Agung yang menyimbolkan Dewa Brahma.

Kadam Choeling Indonesia, sebagai keluarga praktisi Buddhadharma yang menjunjung tinggi khazanah kebesaran Nusantara, di Waisak 2018 ini mengadakan puja waisak di beberapa lokasi sakral di Indonesia, baik sakral secara Buddhis maupun sakral dalam budaya Indonesia.

Selain di puncak Gunung Semeru dan Rinjani, puja juga akan dilakukan di Candi Muaro Jambi yang berlokasi di Jambi dan dibangun sekitar abad ke-11 Masehi, serta merupakan bagian dari Kerajaan Sriwijaya yang dahulu juga dikenal dengan nama Suwarnadwipa dan menjadi pusat Buddhisme terbesar di Asia Tenggara pada masa itu.

Kemudian puja akan dilanjutkan ke Candi Bahal yang berlokasi Sumatera Utara dan dibangun sekitar abad ke-11 Masehi, dengan corak Buddha Vajrayana dan dipercaya memiliki kaitan khusus dengan Istadewata Heruka. Setelah itu, puja juga akan dilakukan di Pusdiklat Jina Putra Tushitavijaya di Malang yang merupakan biara pertama di Indonesia dan Asia Tenggara yang memiliki institusi pendidikan monastik (kebiksuan) yang lengkap berdasarkan silsilah dari Biara Nalanda India, Guru Suwarnadwipa dari Sriwijaya, Guru Atisha, dan Biara Lamrim Dagpo. Selain puja, berbagai aktivitas bajik juga dilakukan seperti fangshen (pelepasan hewan), pemasangan pelita, dan pemasangan bendera doa (prayer flag).

Adapun bagi yang hendak ikut berpartisipasi ataupun untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait Rangkaian Puja Waisak 2018 Kadam Choeling Indonesia, ataupun ikut berkontribusi dana, bisa menghubungi Call Center Berita Bajik Biara di 0811-2195-678.

Praviravara Jayawardhana

Pengembara samsara yang mendambakan kebebasan

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *