Sebentar lagi kita akan merayakan Festival Musim Semi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Tahun Baru Imlek (Chinese New Year). Di negara Tiongkok, festival ini disebut chunjie (春节) karena menandai berakhirnya musim dingin dan tibanya musim semi di Tiongkok. Sebagai masyarakat agraris, penting untuk merayakan tibanya musim semi ini.
Orang-orang akan membawa persembahan-persembahan berupa makanan atau hasil bumi, serta melakukan pembersihan sebagai bagian dari ritual dan upacara untuk mengucapkan syukur. Mereka akan pergi ke kuil atau wihara dan berdoa kepada Para Dewa maupun Buddha. Tak lupa mereka juga akan berdoa kepada para leluhur dan berterima kasih atas semua jasa leluhur mereka sebelumnya.
Selain memanjatkan doa, festival ini juga digunakan untuk melawan monster/makhluk jahat yang bernama Nian (年). Menurut mitos, monster ini akan muncul setiap malam tahun baru. Nian ini senang memakan penduduk desa terutama anak-anak. Karena takut, banyak orang yang bersembunyi di rumah mereka. Hingga pada suatu ketika, seorang lelaki tua datang dan tinggal di desa.
Baca juga: Merayakan Tahun Baru Imlek Ala Buddhis
Dia memutuskan untuk melawan si Nian jahat itu. Para penduduk desa berpikir bahwa dia telah gila. Tetapi lelaki tua itu menyiapkan kertas-kertas merah dan menyalakan petasan. Besoknya para penduduk desa mendapati bahwa Nian tidak merusuh dan menghancurkan desa. Mereka pun mengira bahwa Nian takut dengan kertas merah dan suara bising. Maka, sejak saat itu menjelang Tahun Baru Imlek, orang-orang akan memasang kertas merah di pintu dan jendela rumah, memasang lampion merah di jalan-jalan, memakai baju merah, serta menyalakan petasan.
Tradisi unik lainnya dari tahun baru Imlek atau Festival Musim Semi ini adalah perayaan-perayaan yang dilakukan setiap hari menjelang dan sesudah tahun baru. Selama festival ini, orang-orang akan pulang berkumpul bersama keluarganya. Mereka berkumpul bersama dan menjalani perayaan-perayaan sebelum dan sesudah tahun baru sebagaimana dijelaskan berikut ini.
Hari-hari menjelang Imlek
Pada hari kedelapan sebelum tahun baru Imlek, ada hari Laba (腊八) yang mana bubur Laba disediakan sebagai peringatan atas perayaan kuno yang disebut La, tepat terjadi sesaat setelah winter solstice (titik balik matahari pada saat musim dingin). Acar seperti bawang putih Laba yang telah berubah warna menjadi hijau karena cuka juga dibuat pada saat ini. Umat Buddhis Tiongkok juga menganggap hari Laba ini sebagai hari Bodhi.
Setelah itu mereka bersama-sama mulai membersihkan rumah. Ungkapan orang Kanton adalah membersihkan rumah pada hari ke-28 bulan 12, meskipun praktik membersihkan rumah tidak harus dilakukan pada hari ke-28. Dipercayai ini dilakukan untuk membuang nasib buruk dan membuat rumah siap menghadapi keberuntungan. Orang-orang juga akan mulai menempel kertas merah, memasang lampion.
Di rumah para penganut Buddha, altar-altar rumah pun dibersihkan. Para penganut Tao (dan beberapa umat Buddha) juga akan mengantar Para Dewa kembali ke surga (送神) seperti dengan cara membakar uang kertas bagi Dewa Dapur yang mencatat perbuatan keluarga tersebut. Ini dilakukan agar Dewa Dapur dalam laporan tahunannya kepada Kaisar Giok (salah satu dewa utama orang Tiongkok, yang dalam pandangan Buddhis Tiongkok dianggap sebagai Dewa Sakra) menceritakan hal-hal baik tentang keluarga itu.
Malam tahun baru
Mungkin inilah peristiwa terpenting dari Festival Musim Semi, yaitu makan malam bersama anggota keluarga. Ini mirip seperti Thanks giving dinner di negara-negara Barat. Di Tiongkok bagian utara, orang-orang akan menyajikan dumplings (jiaozi) untuk dimakan pada pergantian tahun. Dumplings ini menyimbolkan kekayaan karena bentuknya yang menyerupai uang kuno. Sebaliknya di Tiongkok bagian Selatan, orang-orang biasa akan menyediakan kue Cina (niangao). Sebelum makan malam bersama (makan besar) di malam tahun baru, banyak orang akan pergi mengunjungi kuil dan wihara untuk berdoa. Sedangkan bagi keluarga Buddhis, banyak pula yang memutuskan bervegetarian pada malam tahun baru dan tahun baru Imlek.
Hari pertama
Hari pertama, tepatnya pada malam pergantian tahun, adalah hari untuk menyambut Para Dewa. Petasan dan kembang api dinyalakan untuk mengusir roh-roh jahat. Hari pertama juga dimanfaatkan sebagai hari untuk menghormati para sesepuh dan orang tua. Keluarga akan saling mengunjungi terutama sanak keluarga yang sudah sepuh, kakek-nenek. Bagi umat Buddha, hari pertama ini adalah hari lahirnya Bodhisattwa Maitreya (Budai Luohan). Orang-orang akan menghindari pembunuhan. Untuk menambah kebahagiaan, orang-orang juga memberikan angpao kepada anak-anak.
Hari kedua
Hari kedua adalah hari ketika keluarga mengunjungi keluarga istri. Hari ini juga dipercayai sebagai hari lahirnya Che Kung.
Hari ketiga
Hari ini dikenal sebagai “mulut merah” (赤口). Chigou secara harafiah berarti anjing merah, sebutan untuk Dewa Amarah Menyala. Hari ini dianggap kurang baik untuk menerima tamu ataupun melakukan kunjungan. Sebaliknya, hari ini dianggap baik untuk mengunjungi kuil Dewa Kekayaan.
Hari keempat
Hari ini adalah hari dimana bisnis mulai berjalan normal.
Hari kelima
Hari ini adalah hari lahirnya Dewa Kekayaan. Di Tiongkok bagian Utara, orang-orang akan memakan dumplings atau jiaozi.
Hari keenam
Hari ini adalah Hari Kuda dimana orang-orang akan mengusir Dewa Kemiskinan dengan membuang sampah yang telah ditumpuk selama festival.
Hari ketujuh
Umumnya dikenal sebagai hari lahir manusia. Oleh karena itu usia semua orang akan bertambah 1 tahun. Di negara seperti Malaysia dan Singapura, ini adalah hari ketika orang akan memakan salad ikan, yusheng.
Hari kedelapan
Makan malam bersama keluarga dilakukan pada hari ini untuk memperingati malam kelahiran Kaisar Giok. Bagi umat Buddha Tiongkok, Kaisar Giok adalah Dewa Sakra yang memimpin Para Dewa dalam kosmologi Buddhis.
Hari kesembilan
Hari ini adalah hari saat orang-orang berdoa kepada Kaisar Giok. Hari ini juga disebut Ri Kong Dan atau Pai Ti Kong. Tanaman tebu merupakan salah satu barang wajib di sini.
Hari kesepuluh
Pesta ulang tahun Kaisar Giok dirayakan hari ini.
Hari kelimabelas
Hari ini diperingati sebagai Festival Yuanxiao atau Festival Lampion. Di Indonesia sendiri lebih dikenal dengan sebutan Cap Go Meh (malam kelimabelas). Tangyuan atau ronde dimakan pada hari ini. Lampion-lampion dipasang di rumah dan di jalan-jalan.
Upasaka Sasanasena Seng Hansen
Sedang menempuh studi di Australia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara