Hidup di zaman modern bisa menjadi sangat berat dan membuat stres. Terutama bagi anak muda, di mana mereka sering kali berada di persimpangan untuk menemukan jati diri. Dalam prosesnya, seringkali mereka terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang bisa merugikan masa depan mereka sendiri. Di sinilah sebenarnya peran keluarga Buddhis untuk merangkul dan membimbing mereka ke jalan yang baik dan benar sesuai Dhamma. Namun repotnya, banyak anak muda sekarang menganggap agama Buddha adalah agama yang pesimis, kuno, dan membosankan. Apa benar demikian?
Tentu saja tidak, karena Albert Einstein yang diakui sebagai salah satu orang paling cerdas sedunia saja mengatakan seperti ini, “Jika ada agama yang sejalan dengan ilmu pengetahuan modern, agama itu adalah agama Buddha.” Jadi bisa disimpulkan kalau agama Buddha sama sekali tidak ketinggalan zaman. Bukan agamanya yang salah, namun cara penyebarannya yang mungkin kurang tepat, sehingga kesannya membosankan bagi anak muda.
Jadi bagaimana kira-kira cara terbaik untuk menyebarkan ajaran Buddha agar tampak ‘kekinian’ sehingga menarik bagi anak muda? Salah satu jawabannya adalah dengan melalui musik. Ya, musik telah ada dari zaman dulu sampai sekarang, lintas generasi, lintas gender, dan lintas negara. Atas dasar inilah maka Buddhist Fellowship mengadakan konser musik berskala internasional dengan tajuk “Sadhu for The Music”. Bertepatan dengan momentum Waisak, Buddhist Fellowship (Singapura) bekerjasama dengan Buddhist Gem Fellowship (Malaysia) dan Buddhist Fellowship Indonesia menggelar konser tersebut selama dua hari, yaitu 4 dan 5 Mei 2016 di Esplanade Concert Hall, Singapura. Dengan Imee Ooi, artis dan komposer musik Buddhis yang diakui dunia sebagai concert director semakin menambah daya tarik konser tersebut. Rombongan pemusik dari Indonesia adalah True Direction yang dipimpin oleh Irvyn Wongso yang juga merupakan Vice President Buddhist Fellowship Indonesia.
Saya berkesempatan datang ke konser yang digelar pada hari kedua, yaitu pada tanggal 5 Mei 2016. Secara pribadi saya memiliki ekspektasi yang cukup tinggi terhadap konser ini, mengingat konser ini disutradarai oleh salah satu pencipta lagu Buddhis terbaik, diadakan di salah satu gedung konser terbaik, dan dibawakan oleh penyanyi-penyanyi Buddhis terbaik dari tiga negara, wajar kalau saya juga mengharapkan akan menyaksikan ‘yang terbaik’. Konser dimulai pada pukul 19.30 waktu Singapura, gedung konser yang berkapasitas sekitar 1500 orang itu hampir terisi penuh seluruhnya. Konser dibagi menjadi dua bagian, dengan jeda sekitar 20 menit. Total ada sekitar 28 lagu dan chanting yang dibawakan selama sekitar dua setengah jam.
Para artis Buddhis dari tiga negara, yaitu Singapura, Malaysia dan Indonesia tampil silih berganti serta berkolaborasi bersama-sama menunjukkan kebolehan mereka dalam empat bahasa yaitu Indonesia, Inggris, Mandarin, serta Pali. Mereka didukung oleh sederet penari yang tidak kenal lelah mengiringi sepanjang konser, serta sepasukan paduan suara yang selalu siap mem-backup vokal utama. Pada awal-awal konser, saya merasa agak kecewa karena saya merasa para penyanyi yang tampil seperti tidak tampil maksimal, alias performanya di bawah standar. Hal ini cukup terlihat ketika tim Indonesia membawakan lagu Sang Tiratana. Saya tampak seperti sedang menyaksikan audisi mencari bakat menyanyi, hanya saja dukungan audio visual yang cukup keren cukup mengobati kekecewaan saya.
Namun seperti cerita Ajahn Brahm tentang apel yang sedikit bagiannya rusak, masih ada jauh lebih banyak bagiannya yang manis untuk dimakan. Saya pun akhirnya memahami maksud Ajahn Brahm itu lewat konser ini. Lupakanlah bagian awal yang kurang baik itu, karena di sepanjang bagian konser yang lain saya sangat menikmatinya. Mungkin mereka gugup atau ada kendala lainnya di awal, tetapi yang jelas untuk seluruh penampilan berikutnya, mereka semua menebusnya dengan penampilan yang prima, sehingga sangat layak untuk dikatakan a lifetime experience bagi saya untuk dapat menyaksikan penampilan mereka. Sangat cocok dikatakan bahwa musik adalah bahasa universal, karena biarpun lagu dan chanting dibawakan dalam berbagai bahasa, sukacita dan emosinya tetap sampai kepada saya, dan saya yakin penonton yang lain pun merasakan hal yang sama dengan saya. Bahkan ada satu lagu yang dinyanyikan dalam bahasa Thailand, yaitu Lang Wan De Khon Tum Jai, yang saya benar-benar tidak mengerti liriknya karena saya sama sekali tidak bisa bahasa Thailand, namun itu adalah salah satu lagu yang paling saya nikmati malam itu.
Salah satu highlight dalam konser ini adalah penampilan duet antara Imee Ooi dan Irvyn Wongso. Kedua pencipta lagu dari dua negara berbeda ini saling bertukar lagu untuk dinyanyikan. Irvyn membawakan lagu legendaris Imee Ooi yaitu Chant of Metta sambil memainkan piano. Saya bisa mengatakan kalau penampilan Irvyn ini adalah salah satu puncak dari konser malam ini. Irvyn berhasil menyihir para penonton dengan suara khasnya serta alunan pianonya. Setelah itu Imee Ooi gantian membawakan lagu karya Irvyn yaitu Semoga Semua Makhluk Hidup Berbahagia, juga sambil memainkan piano. Sekali lagi Imee Ooi menunjukkan bahwa ia memang layak disebut sebagai artis dan komposer musik Buddhis yang diakui secara internasional. Membawakan lagu Irvyn dalam bahasa Indonesia, Imee Ooi tampil penuh percaya diri. Begitu Imee Ooi selesai menyanyikan lirik terakhir, seisi gedung bertepuk tangan dengan meriah, bahkan beberapa tampak memberikan standing ovation.
Semua penonton kembali bertepuk tangan dengan riuh karena Imee Ooi mengabulkan teriakan encore dari penonton. Irvyn dan Imee Ooi kembali membawakan Chant of Metta dan Semoga Makhluk Hidup Berbahagia dengan diiringi piano, kali ini ditambah dengan efek panggung yang lebih keren, yang membuat penampilan mereka berdua semakin menghangatkan suasana. Berikutnya pada lagu terakhir, seluruh penyanyi bersama-sama tampil dan membawakan lagu tema konser tersebut yaitu Sadhu for The Music.
Sebagai penutup, semua pendukung mulai dari penyanyi, penari, dan paduan suara dari tiga negara tampil bersama-sama di atas panggung untuk memberikan salam, di mana para penonton tidak putus-putusnya memberi tepuk tangan yang meriah. Ucapan terima kasih diberikan kepada seluruh penyanyi dari Buddhist Fellowship, Buddhist Gem Fellowship, Buddhist Fellowship Indonesia, seluruh penari, paduan suara, sang pianis Tomonari Tsuchiya, dan sang violis Nina Teoh, serta seluruh pihak yang turut membantu sehingga konser luar biasa ini bisa terlaksana. Bahkan Imee Ooi sendiri mengungkapkan harapannya bahwa konser ini tidaklah hanya one time event, namun harapannya adalah agar menjadi event yang berkelanjutan, sehingga kita bisa terus menyebarkan cinta kasih melalui musik. Imee Ooi sendiri juga akan mengadakan konser Sound of Wisdom Imee Ooi World Tour Dhamma Concert 2016 di Medan tanggal 4 Juni dan Jakarta tanggal 12 Juni.
Secara keseluruhan, saya sangat menikmati malam tersebut. Mengingat tujuan utama diadakannya konser ini adalah sebagai sarana menyebarkan Dhamma melalui cara yang menarik dan ‘kekinian’ bagi anak muda, saya setuju bahwa musik adalah salah satu sarana yang tepat. Selama ini sebagian besar dari kita, termasuk saya, menganggap musik Buddhis ya begitu-begitu saja. Namun melihat keindahan musik yang saya saksikan malam ini, saya tidak ragu mengatakan bahwa Dhamma bisa dikemas secara modern, dengan tanpa mengurangi manfaat yang bisa didapat. Sesuai dengan penggalan lirik lagu tema Sadhu For The Music, ‘Joy from body that sings it, Peace within mind that hears it’, menunjukkan bahwa musik membawa kebahagian bagi yang menyanyikannya serta memberikan kedamaian bagi yang mendengarnya. Seperti dikatakan dalam Anguttara Nikaya bahwa Dhamma itu indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara