Indonesia merupakan bangsa yang besar. Selain mempunyai wilayah yang luas, Indonesia juga kaya akan suku, budaya, dan peninggalan sejarah. Sebelum Republik Indonesia berdiri, di nusantara pernah berdiri kerajaan-kerajaan yang mencapai puncak kejayaan bahkan sampai ke mancanegara, salah satunya adalah kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit berdiri pada awal abad 14 yang terletak di daerah Mojokerto, Jawa Timur. Banyak peninggalan sejarah dari kerajaan Majapahit, dan yang paling terkenal hingga sekarang adalah candi-candi di situs Trowulan.
Candi-candi peninggalan kerajaan Majapahit ini menarik perhatian Komunitas Jejak Buddha Nusantara, sehingga komunitas yang terdiri dari mahasiswa dan cendekiawan Buddhis mengadakan program “Napak Tilas Kejayaan Nusantara Kerajaan Majapahit” untuk mengisi pergantian tahun, tepatnya tanggal 29 Desember 2012 – 1 Januari 2013.
Sabtu, 29 Desember 2012, Komunitas Jejak Buddha Nusantara yang sebelumnya pernah mengadakan acara “Jejak Kaki Menuju Borobudur” –acara berjalan kaki dari Jakarta menuju Candi Borobudur pada perayaan Waisak 2554 BE/2010– mengadakan napak tilas kerajaan Majapahit ke situs Trowulan.
Sekitar pukul 8 pagi, tim napak tilas yang terdiri dari 7 orang mengadakan perjalanan dari Jakarta ke Mojokerto dengan menggunakan bus, sampai di Trowulan sekitar pukul 9 keesokan harinya dan beristirahat di Mahavihara Majapahit. Selesai istirahat dan makan siang, tim mengunjungi Siti Inggil, yaitu makam Raja Brawijaya pertama Raden Wijaya. Siti Inggil merupakan tempat spiritual yang banyak dikunjungi oleh para peziarah terutama para pemimpin bangsa dan pemimpin spiritual, bahkan almarhum mantan Presiden Soeharto juga sering berziarah ke Siti Inggil. Juru kunci Siti Inggil, Kukup mengatakan, Soeharto punya perhatian khusus terhadap makam pendiri kerajaan Majapahit, bahkan penasehat spiritual presiden kedua Indonesia itu, yaitu Kyai Salman dimakamkan di kompleks Siti Inggil. “Bagi para peziarah Siti Inggil diyakini menjadi tempat yang sakral dan patut untuk dijadikan tempat ziarah karena ini merupakan makam orang besar yang menjadikan nusantara disegani oleh negara-negara lain pada zaman kejayaannya,” ujar Kukup.
Kompleks Siti Inggil dibangun di atas tanah seluas kurang lebih lima puluh meter persegi. Dengan bangunan utama yang digunakan sebagai tempat ziarah, yaitu makam Raden Wijaya dengan Garwo Padmi Ghayatri, Garwo Selir Dhoro Pethak, dan Ndoro Djingo, dan abdi kinasih Kaki Regel. Di belakang makam terdapat tempat semedi, makam dua penasehat spiritual Raden Wijaya atau yang sering disebut Karta Rajasa Jaya Katwang, yaitu Sapu Angin dan Sapu Jagat. Di sebelah kiri pemakaman terdapat sanggar pemujaan yang biasa digunakan para peziarah untuk melakukan semedi. Sedangkan di belakang pemakaman terdapat makam Kyai Salman. Di bagian depan terdapat sumur yang biasa digunakan oleh para peziarah untuk mencuci tangan dan kaki sebelum masuk ke area pemakaman dan replika patung Raden Wijaya.
Setelah selesai mengunjungi dan berziarah ke Siti Inggil, kami melanjutkan perjalanan untuk melihat peninggalan kerajaan Majapahit lainnya yaitu Candi Brahu. Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat dan berukuran panjang 22,5 m, lebar 18 m, dan tinggi 20 meter. Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha. Diperkirakan candi ini dibangun pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini, ada yang berpendapat bahwa candi-candi ini berumur lebih tua dari candi-candi di situs Trowulan.
Dan candi yang terakhir kami kunjungi pada hari Minggu itu adalah Candi Gentong. Situs Candi Gentong terletak di wilayah administrasi Dukuh Jambumente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan. Candi ini berada di sebelah timur Candi Brahu sekitar 360 m.
Hasil ekskavasi yang dilakukan pada tahun 1995, menunjukkan sisa-sisa bangunan kuno berupa struktur dinding yang dibuat dari susunan bata. Denah bangunan kuno ini berbentuk bujur sangkar yang berukuran kira-kira 14,25 x 14,25 m, tinggi 2,45 m, dan tebal dinding 1,9 m. Sisa-sisa bangunan kuno ini menyerupai dinding-dinding tembok yang di tengahnya terdapat lorong. Pada bagian atas struktur dinding ini mempunyai profil pelipit-pelipit persegi mendatar yang makin ke atas semakin melebar sebanyak 6 lapis bata.
Secara keseluruhan masih sulit untuk ditentukan bagaimana bentuk bangunan Candi Gentong sesungguhnya, meskipun sudah digali dan ditampakkan. Hal ini disebabkan karena bangunan tersebut hanya tersisa bagian kaki dan tidak terdapat unsur-unsur bagian lain untuk dapat dijadikan dasar identifikasi bentuk candi secara keseluruhan.
Program “Napak Tilas Kejayaan Nusantara Kerajaan Majapahit” ini didukung oleh Ikatan Alumni STAB Nalanda (ILUNA), Bhikkhu Wongsin Labhiko, Bhikkhu Jayamedho, Bhikkhu Tejavaro, umat Vihara Buddha Metta Arama, dan para simpatisan Jejak Buddha Nusantara.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara