• Thursday, 26 April 2018
  • Kirmi
  • 0

Guru berperan sebagai pemandu dan anak akan menemukan sendiri kemampuannya.

Membaca kata “desa” dalam benak akan terlintas gambaran suasana banyaknya pohon di perbukitan, udara dingin, gunung-gunung menjulang, jalanan berliku dan tidak rata, mudah dijumpai berbagai hewan ternak, serta situasi lengang tanpa kebisingan kendaraan lalu lalang.

Demikianlah memang keadaan di sebagian desa yang masih jauh dari jalan raya. Namun pesatnya kemajuan tekhnlogi telah menjangkau ke dalam pedesaan, dari 20 orang tua murid di sebuah TK, keseluruhan memiliki HP dan 70­­­­% aktif menggunakan WA dan Facebook. Hal tersebut menjelaskan bahwa dewasa ini masyarakat desa sudah menikmati kemudahan mengakses informasi.

Alam adalah sarana belajar

Alam merupakan tempat belajar yang ideal untuk perkembangan dan pertumbuhan anak. Desa memiliki alam sebagai modal utama sarana kegiatan anak dengan didukung kemajuan teknologi menjadi pelengkap keragaman informasi dan perkembangan terbaru dari ilmu pengetahuan.

Terlihat saat anak-anak keluar dari kelas untuk melakukan kegiatan di luar, wajah-wajah ceria dan jiwa-jiwa bebas terpancar dari antusias mereka. Apa pun yang mereka temukan menjadi alat bermain yang menyenangkan. Mereka tidak kehabisan ide untuk menjadikan suatu benda sebagai alat main yang menyenangkan.

Baca juga: Bagaimana Melatih Cinta Kasih pada Anak?

Berbagai karakter anak muncul ketika mereka mendapat waktu untuk mengeksplor di lingkungan sekitar (di luar ruangan) secara bebas. Tentu sebelumnya telah disepakati berbagai peraturan untuk bermain yang aman.

Ada anak yang mengatur temannya untuk melakukan suatu permainan, ada yang senang menenangkan temannya saat bertikai, ada yang lebih asyik untuk bermain sendiri, bahkan menjadi pengamat.

Banyak aspek yang dapat mereka pelajari, seperti membagun komunikasi, bersosialisasi, kerja sama, saling berbagi, memberikan solusi, dan menggunakan anggota tubuhnya untuk bergerak dan menciptakan sesuatu.

Pengalaman langsung lebih melekat di ingatan

Anak yang ceria dan penuh kebahagiaan lebih mudah mempelajari sesuatu, lebih mudah untuk diarahkan, dan cenderung memiliki simpati dan empati. Kasih sayang yang tertanam dalam perilaku membantu pendewasaan tindakan mereka.

Dengan kegiatan yang dipilih sendiri menumbuhkan kreativitas dan sensitivitas anak terhadap kegiatan bermainnya. Kebebasan berekspresi dengan kegiatan bermain yang dipilih dan diciptakan sendiri oleh anak menghasilkan pengalaman yang berkualitas bagi anak.

Dengan pengalaman yang dimiliki akan memudahkan anak mengenal pengetahuan baru. Anak cenderung mau mengikuti peraturan dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang dipilih.

Pengetahuan yang diperoleh anak nantinya akan tersimpan dalam memori anak, bukan sekedar hafalan yang mudah hilang dari ingatan. Pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dengan menemukan sendiri menjadi memori yang baik bagi anak.

Kreatif menggunakan alam sebagai media belajar

Alam dan lingkungan sekitar telah menjadi media yang memadai sebagai sumber kegiatan anak. Tinggal bagaimana lembaga penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat memanfaatkan dan mengemasnya menjadi kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan anak dan tujuan nasional pemerintah.

Warisan sistem pendidikan dan pemahaman masyarakat tentang IQ sebagai ukuran kecerdasan anak menjadi salah satu ganjalan untuk menciptakan kegiatan yang benar-benar sesuai dengan minat anak. Mengingat satu anak dengan anak yang lainnya memiliki minat yang berbeda, namun orangtua masih mengukur dengan kemampuan calistung.

Orang dewasa (penyelenggara pendidikan, orangtua, dan masyarakat) sering lupa mengukur kemampuan anak dengan ukurannya dan lebih menuntut daripada mendidik. Hal itu menjadi beban bagi anak dan membuat suatu kegiatan menjadi tidak menarik.

Baca juga: “Agama Buddha Harus Kembali ke Pendidikan!”

Peristiwa yang demikian menjadikan ruang gerak anak terbatas sehingga sulit untuk mengaktualisasi diri, bahkan untuk menjelajah lingkungan sebagai sumber pengalaman belajar. Pemikiran demikian masih nampak jelas terlihat dalam perilaku orang tua (wali murid/masyarakat).

Demikan keadaan tersebut menjadi tantangan sendiri bagi lembaga penyelenggara pendidikan untuk mewujudkan kegiatan yang selaras dengan alam dan dunia anak.

Berbagai pendekatan terus disampaikan kepada orangtua melalui berbagai bentuk kegiatan. Di antaranya parenting yang menghadirkan narasumber, mengadakan lomba yang mewadahi sebanyak mungkin minat dan kemampuan anak. Melakukan permainan tradisional, belajar menanam, mengunjungi museum, mengadakan perayaan keagamana (berdana), dan mengisi acara dengan pentas seni.

Penyelenggaraan kegiatan tersebut menggunakan, “Sistem among yaitu mengganggap permainan anak memegang peran penting dalam mendidik anak, karena semuanya terletak dalam jiwa anak itu sendiri. Sistem among diterapkan dalam sistem pendidikan Taman Siswa, yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara.”

Kirmi

Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Kepala Sekolah Paud Saddhapala Jaya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *