Di tengah maraknya pembangunan vihara-vihara yang megah, masih ada sebagian umat Buddha yang beribadah ditengah vihara yang sederhana. Seperti Vihara Bodhi Metta di Desa Ngasem, Kec. Batealit, Kab. Jepara.
Vihara Bodhi Metta terdengar asing bahkan bagi umat Buddha di Kabupaten Jepara, termasuk saya sendiri. Saya mengetahui di Kec. Batealit terdapat umat Buddha saat duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA). Sabu, (16/9/2021) saya berangkat bersama tiga pemuda buddhis Desa Tanjung, Kec. Pakis Aji, Jepara ke vihara tersebut.
Vihara Bodhi Metta berjarak sekitar 10 km dari pusat kota Jepara. Untuk menuju vihara ini harus masuk gang jalan desa. Lokasi vihara yang cukup dalam membuat kami cukup kesulitan untuk menemukan vihara. Beberapa warga yang kami temui bahkan tidak tau kalau di lokasi itu ada vihara.
Pertama kali melihat bangunan vihara kami kaget. Pada zaman sekarang mungkin sudah tidak bisa kita temui bangunan rumah ibadah vihara yang di bangun dari kayu dan sudah begitu tua. Fasilitas yang adapun seadanya. Ragam pertanyaan pun sempat keluar dalam benak saya, di mana tokoh agama jepara, apakah tidak ada yang peduli? Apakah bimbingan masyarakat Buddha tidak peduli? apakah tidak donatur yang mau mendanai?
Pertanyaan-pertanyaan kemudian terjawab setelah mendapat cerita dari pengurus vihara. Sebenarnya vihara tersebut sudah pernah didatangi tokoh-tokoh umat Buddha. Juga pernah menjadi tempat pertemuan legi-nan (pertemuan minggu legi) Wanita Buddhis Jepara. Kondisi vihara reot bukan karena kurangnya kepedulian majelis yang menaungi atau kurangnya kepedulian bimas Buddha.
Persoalannya adalah status kepemilikan tanah vihara yang masih atas nama pribadi dari orang tua pengurus vihara. Jadi cukup sulit dan akan menimbulkan permasalahn jika di bangun vihara permanen. Meski begitu, umat Buddha vihara Boddhi Metta tidak mengeluh yang penting bisa di gunakan untuk sembayang.
Hal tersebut menjadi pelajaran bagi saya ketika melihat semangat umat vihara Bodhi Metta tetap melaksanakan puja bakti walaupun di tengah minoritas dan kesederhanaan. Tidak banyak umat Buddha vihara ini yang tersisa, namun keyakinan mereka begitu kuat terhadap Buddhadharma. “Vihara ini sudah di bangun sekitar tahun 1970-an. Posisi awal di rumah kepala desa Ngasem yang memiliki umat sepertiga dari penduduk desa. Namun dari perjalanan tahun ke tahun para tokoh meninggal dan tidak ada generasi penerus. Jadi ya seperti ini kondisi kami sekarang,” tutur salah satu pengurus vihara saat kami temui.
Saat ini umat Buddha Vihara Boddhi Metta tersisa 5 KK, namun kondisi yang terjadi tidak menyulutkan semangat bagi umat yang tersisa. Bahkan 2 orang telah menyelesaikan progam sarjana di salah satu perguruan tinggi kegamaan Buddha di Jawa Tengah. [MM]
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara