• Wednesday, 23 October 2019
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Secara umum, kepercayaan tradisional Tiongkok terbagi menjadi tiga agama utama masyarakat Tionghoa yaitu agama Kong Hu Cu (Rujiao), Taoisme (Daojiao) dan agama Buddha (Fojiao). Pengaruh agama-agama ini bahkan mencapai negara tetangga seperti Taiwan, Korea, dan Jepang, terutama Kong Hu Cu di Korea dan Buddha Chan/Zen di Taiwan dan Jepang. Tetapi hubungan ketiganya tidak selalu harmonis. Hal ini terlihat terutama pada awal penyebaran agama Buddha di daratan Tiongkok.

Sebagaimana yang kita ketahui, agama Buddha bukanlah produk asli negeri tirai bambu. Agama ini berasal dari kawasan India kuno yang kemudian merambah ke kawasan-kawasan lain di sekitarnya. Berkat misionaris awal Buddhis, agama Buddha dikenal dan mulai memengaruhi peradaban dan kebudayaan masyarakat Tionghoa. Terkenal sebagai negara dan budaya yang homogen, agama Buddha menjadi satu-satunya produk asing yang sukses diterima dan menjadi akar budaya masyarakat Tionghoa hingga kini.

Tetapi perjalanan integrasi agama Buddha di Tiongkok tidaklah selalu berjalan mulus. Sejarah mencatat banyak persekusi terhadap penganut Buddha yang terjadi, bahkan saat agama Buddha telah mengakar kuat di kalangan masyarakat awam Tiongkok. Salah satu penyebabnya adalah penolakan yang dilakukan oleh para cendekia Kong Hu Cu dan Taois yang menganggap agama Buddha sebagai produk asing yang ingin menguasai masyarakat dan negara Tiongkok.

Cendekia Kong Hu Cu adalah para terpelajar yang menekankan aspek sosial kemasyarakatan yang tertib dan berbudaya. Selama dua milenium interaksi, umat Kong Hu Cu dan Buddha terlibat konflik terkait politik dan tradisi ritual di sana. Kong Hu Cu sebagai kepercayaan asli Tiongkok didukung oleh banyak kaisar sebagai agama negara.

Gerakan persekusi bersifat anti agama Buddha terjadi selama beberapa dinasti pemerintahan di Tiongkok daratan. Selain karena memandang agama Buddha sebagai produk asing yang dapat memengaruhi kebudayaan setempat, konflik ini juga terjadi karena kentalnya perbedaan antara ajaran Kong Hu Cu dan Buddha akibat minimnya diskusi dan keterbukaan saat itu.

Sebagai contoh, umat Kong Hu Cu terdiri dari para cendikia yang mementingkan peranan dan tata sosial pemerintahan untuk mengatur sendi kehidupan sosial yang tertib, yang dapat terwujud dengan upaya dan peran aktif segenap lapisan masyarakat di dalamnya (zaijia).

Sedangkan agama Buddha dipandang sebagai agama yang mengajarkan para biksu/ni untuk tinggal terpisah di dalam komunitas Sangha, meninggalkan kehidupan keduniawian (chujia) demi mematahkan belenggu samsara. Dengan demikian mereka memandang agama Buddha sebagai ajaran eksklusif yang tidak membawa perbaikan bagi kerajaan di kala itu.

Ajaran Kong Hu Cu menjadi sebuah agama dan filosofi masyarakat Tionghoa didasarkan pada lima kitab kuno (wujing) yang menjadi dasar edukasi masyarakat Tionghoa sejak 136 SM. Kitab suci ini terdiri atas: kitab sanjak suci (shijing), kitab dokumen sejarah (shujing), kitab wahyu perubahan (yijing), kitab suci kesusilaan (lijing), dan kitab catatan periode musim semi dan gugur (chunqiu). Selain lima kitab suci ini, terdapat pula kitab-kitab lainnya yang menjadi pedoman umat Kong Hu Cu seperti Lunyu (analek), dan kitab berisikan ajaran dari Mensius dan Xunzi.

Sama seperti halnya Kong Hu Cu, Taoisme telah lebih dulu hadir di daratan Tiongkok sebelum agama Buddha masuk. Taoisme sebenarnya merupakan kumpulan dari kepercayaan, ritual, dan filosofi tradisional asli yang sudah ada di Tionghoa sejak zaman pra-sejarah. Taoisme merujuk pada Tao atau Jalan sebagai menggambarkan sumber dan pola atas segala yang ada di dunia ini.

Taoisme menekankan pada berbagai prinsip Tao Te Ching dan Zhuangzi seperti spontanitas, kesederhanaan, pelepasan nafsu keinginan, dan wu wei (tanpa aksi atau pikiran kosong). Masuknya agama Buddha di Tiongkok pada mulanya dianggap sebagai ‘Taoisme Asing’ oleh para Taois karena banyaknya kemiripan dalam konsep keduanya.

Naskah-naskah Buddhis pun diterjemahkan ke dalam Mandarin menggunakan kosakata Taoisme. Bahkan Taoisme cukup banyak mempengaruhi perkembangan agama Buddha Chan/Zen. Interaksi ini juga memberikan kesempatan bagi agama Buddha untuk mempengaruhi Taoisme seperti pelarangan mengkonsumsi alkohol, vegetarianisme dan doktrin kesunyataan.

Upasaka Sasanasena Seng Hansen

Sedang menempuh studi di Australia.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *