Bagi Anda yang senang dengan cerita-cerita pewayangan, tentu Anda tidak akan asing dengan nama Sengkuni. Ya! Dia dikenal sebagai seorang konspirator ulung, seorang penghasut, dan seorang pemain dadu yang ahli menipu lawannya. Dia adalah tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Hidupnya dipenuhi dendam dengan satu tujuan untuk memusnahkan garis keturunan Bhisma (kakek para Pandawa dan Kurawa).
Dikisahkan, Sengkuni adalah seorang Pangeran dari Kerajaan Gandhara yang diperintah oleh Raja Subala. Dia adalah putra ke-100 dari Raja Subala dan menjadi satu-satunya yang bertahan hidup. Dia tidak senang atas pernikahan adik perempuannya Gandhari dengan Pangeran Kurawa yang buta bernama Dretarastra. Salah satu versi menceritakan bahwa dia menyalahkan Bhisma yang mengajukan perjodohan ini karena menganggapnya sebagai sebuah penghinaan.
Gandhari – karena kesetiaannya terhadap suaminya, memutuskan untuk selalu menutup kedua matanya menggunakan selembar kain. Gandhari dan Dretarastra dikaruniai 100 orang putra. Sedangkan Sengkuni, untuk mencapai tujuannya, tinggal bersama dengan Dretarastra dan mengasuh 100 keponakannya – para Kurawa. Setiap hari dia meracuni pikiran Duryodana, yang tertua dari para Kurawa, agar memusuhi sepupunya sendiri yaitu para Pandawa (anak-anak Pandu).
Ketika Duryodana memimpin Kerajaan, Sengkuni menjadi penasihat utamanya. Disini, dia memerankan peran jahat dengan mengadu domba para Kurawa dan para Pandawa. Berbagai tipu muslihat dan kelicikan dilakukannya. Dalam Mahabharata, dia adalah penyebab munculnya berbagai perang saudara, bahkan menjadi perang terbesar dalam sejarah India. Hal ini dilakukannya antara lain dengan:
Menganjurkan Duryodana untuk memasukkan racun kedalam makanan Bhima sebanyak 2 kali
Membayar Purochana untuk membunuh para Pandawa di Istana Laksagraha (tempat kediaman para Pandawa bersama ibu mereka – Kunti
Memenangkan Kerajaan Indraprastha dan mempermalukan Dropadi (istri para Pandawa) hanya dengan sebuah permainan dadu
Menasehati Duryodana untuk menafkahi pasukan Shalya sehingga nantinya pasukan ini akan bertarung membela para Kurawa
Sebagai seorang penipu ulung, dia adalah orang yang berani menghadapi segala rintangan dan melakukan segala sesuatu untuk mencapai ambisinya. Dalam setiap tipu muslihatnya, dia tidak pernah mengakui kegagalan meskipun rencananya tidak tercapai. Dia selalu memiliki seribu satu alasan dan rencana untuk mencapai tujuannya. Satu-satunya orang yang ditakutinya adalah Krishna.
Dalam setiap tipu muslihatnya, dia tidak akan menunjukkannya di hadapan Krishna karena dia tahu bahwa Krishna memiliki kepintaran dan kekuatan untuk membongkar rencana-rencana busuknya. Dalam babak permainan dadu yang dimenangkan Sengkuni dengan licik, dia mempermalukan Dropadi. Sadewa – si bungsu dari para Pandawa, bersumpah untuk membalaskan dendam Dropadi dan membunuh Sengkuni. Hal ini akhirnya terwujud pada hari ke-18 Perang Mahabharata. Demikian, berakhirlah hidup Sengkuni.
Sebagai seorang tokoh dalam epos Mahabharata, Sengkuni adalah contoh orang licik yang menjalankan segala cara untuk mencapai ambisinya. Epos Mahabharata dapat diibaratkan sebagai panggung politik dalam kehidupan kita. Dengan demikian, Sengkuni dapat diibaratkan sebagai salah satu ahli strategi karena dia selalu menyiapkan rencana-rencana politik yang menyulut perang.
Meskipun kita tidak menyukai karakternya (atau mungkin malah mengidolakannya), jelas kita tidak dapat meremehkan Sengkuni dalam peranannya di dunia perpolitikan Mahabharata. Kita dapat mengambil beberapa pelajaran dari kisah hidup Sengkuni dan menjadikannya sebagai peringatan. Dari perspektif ajaran Buddha, beberapa poin dari karakter Sengkuni yang dapat dijadikan pelajaran antara lain:
Sengkuni mengadu domba para Kurawa dengan 5 Pandawa karena dilatarbelakangi oleh dendamnya kepada Bhisma. Dia sangat benci pada Bhisma dan menginginkan agar seluruh keturunan Bhisma baik dari Pandu (Pandawa) maupun Dretarastra (Kurawa) lenyap dari muka bumi. Segala daya upaya dilakukannya namun selalu gagal pada akhirnya. Hal ini mengingatkan kita pada Dhammapada Syair 5:
“Dalam dunia ini, kebencian tidak pernah dapat dilenyapkan dengan kebencian, kebencian hanya dapat dilenyapkan dengan cinta kasih (kasih sayang) dan saling memaafkan. Ini adalah kebenaran abadi”.
Sepanjang hidupnya, Sengkuni selalu menghasut Duryodana. Duryodana yang selalu dihasut menjadi benci kepada para Pandawa dan ingin membunuh mereka. Hal ini mengingatkan kita pada Dhammapada Syair 291:
“Barang siapa ingin memperoleh kebahagiaan dengan menyakiti atau menyiksa makhluk lain, ia tidak akan terbebas dari kebencian, ia akan terjerat dalam jaring kebencian dari orang lain”.
Karena dendam yang terus dipupuknya, Sengkuni meracuni dirinya sendiri dengan perbuatan-perbuatan buruk. Hal ini seperti apa yang disampaikan Buddha dalam Dhammapada Syair 162:
“Seperti tanaman menjalar maluva yang menghancurkan pohon sala, demikianlah orang jahat yang melakukan perbutan jahat, menghancurkan dirinya sendiri seperti yang diinginkan oleh musuhnya”.
Sengkuni dapat menjadi salah satu contoh orang bodoh yang menyengsarakan dirinya sendiri, sebagaimana syair 66 dari Dhammapada:
“Orang-orang bodoh yang dangkal kebijaksanaannya memusuhi dirinya sendiri, yaitu dengan melakukan perbuatan buruk yang akan membawa penderitaan bagi dirinya kelak”.
Secara umum, kisah hidup Sengkuni menegaskan bahwa ketidakbenaran (Adharma) tidak akan menang melawan kebenaran (Dharma). Kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari panggung politik. Untuk itu diperlukan mawas diri dan kebijaksanaan untuk tidak terjerumus dalam cara-cara Adharma dalam mencapai tujuan kita.
Upasaka Sasanasena Seng Hansen
Sedang menempuh studi di Australia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara