• Tuesday, 12 September 2017
  • Victor A Liem
  • 0

Ada falsafah Jawa dalam kata “lumrah”. Lumrah artinya sudah wajar, sudah semestinya begitu. Lumrah juga berarti hal umum, sesuatu yang memang jika terjadi, maka tidak perlu ditawar lagi. Dan untuk melakukannya juga tidak perlu pertimbangan lain.

Ada yang mempertanyakan:

Benarkah dunia ini adalah ladang yang menentukan kehidupan di alam selanjutnya nanti? Falsafah lumrah bukan anti dengan kehidupan mendatang. Namun justru memahami adanya kedamaian dan ketenteraman pada dunia tanpa harus mengejar pahala atau karma baik semata.

Misalkan perbuatan dalam menghormati orangtua. Bukan soal pahala atau karma baik tapi adalah lumrah, orangtua dibantu dan diberi hormat. Sujud, sungkem, itu adalah perilaku hormat pada leluhur yang wajar dan memang orangtua pantas mendapat hal itu. Tidak perlu mencari dalil pembenaran. Melalui rasa kita akan tahu mana yang lumrah dan mana yang tidak.

Contoh lain. Berbuat yang terbaik pada masyarakat sekitar. Pada tetangga, kerabat dekat, bahkan orang yang serumah dengan kita. Ini juga lumrah. Bukan soal karma baik saja. Bukan tentang surga atau neraka. Tapi tentang bagaimana hidup tenteram di tengah masyarakat dengan memahami kelumrahan. Berinteraksi dengan orang lain, orang terdekat, tidak harus orang yang nun jauh di sana.

Hidup selaras di mulai dari diri sendiri lalu secara alami terhubung dengan orang lain.
Jika sedikit-sedikit kita melihat dunia yang lain, maka kita akan hidup penuh dengan ketidakmampuan menghadapi dunia yang lumrah. Sudah jelas, hidupnya dijalankan dengan aneka konflik dan frustasi.

Jika ketulusan dalam kelumrahan menjadi terabaikan, maka apakah yakin kita telah mengolah ladang subur di dunia? Bagaimana mungkin kita memahami karma baik atau pahala? Jika kita kehilangan rasa peka di dalam diri?

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Victor A Liem

Penulis adalah pecinta kearifan Nusantara dan penulis buku "Using No Way as Way"
Tinggal di kota kretek, Kudus, Jawa Tengah. Memilih menjadi orang biasa, dan menjalankan laku kehidupan sehari-hari dengan penuh suka cita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *