• Sunday, 27 January 2019
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Pertanyaan di atas cukup menggelitik tetapi juga bukan tak mungkin Anda pernah ditanya oleh teman-teman Anda yang berbeda agama/keyakinan. Memang hidup di masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, terlebih dengan mayoritas pergaulan kita berasal dari latar belakang agama yang berbeda, ada banyak anggapan bahwa menjadi seorang umat Buddha adalah merugikan.

Umat Buddha dianggap menyembah berhala. Umat Buddha tidak mengenal Tuhan. Umat Buddha tidak pernah sembahyang ataupun puasa. Mereka pun bertanya-tanya, lantas akan ke manakah para umat Buddha ini setelah meninggal dunia? Akankah ke surga?

Untuk menjawab ini, baiknya kita memahami berdasarkan perspektif Buddhadharma. Karena pertanyaannya ditujukan kepada umat Buddha, tentu kita tidak dapat menjawabnya berdasarkan pandangan agama lain. Menurut Buddhadharma, seseorang setelah meninggal dapat terlahir di alam surga maupun neraka dikarenakan timbunan perbuatan mereka semasa hidup. Apabila orang tersebut semasa hidupnya banyak berbuat baik, maka dia akan terlahir (masuk) ke alam surga. Sebaliknya, apabila seseorang selama hidupnya banyak berbuat jahat, meskipun dia adalah orang yang taat beribadah, dia akan masuk ke neraka. Hal ini dapat ditemukan dalam Pacchabhumika Sutta (SN 42.6).

Pacchabhumika Sutta (para brahmana dari negeri-negeri Barat) menceritakan bahwa pada suatu ketika seorang tokoh masyarakat bernama Asibandhakaputta menemui Buddha dan berkata: “Para brahmana di negeri-negeri Barat, mereka yang membawa pot-pot air, mengenakan kalung bunga, membersihkan dengan air, dan menyembah api – dapat membawa (arwah) orang mati, mengangkatnya, memerintahnya, dan mengirimnya ke surga. Tetapi Bhagava, yang mulia dan sepenuhnya sadar, dapat membuat sesuatu sehingga semua dunia, ketika tubuh ini telah rusak, setelah meninggal, muncul kembali di sebuah destinasi baik, alam surga.”

Menjawab hal ini, Buddha memberikan dua perumpamaan. Pertama, beliau bertanya pendapat tokoh tersebut, andaikata ada seseorang yang selama hidupnya berbuat jahat seperti membunuh, mencuri, berbuat asusila, seorang pembohong, kasar, serakah, dan berpandangan salah. Kemudian sekelompok massa orang, berkumpul dan berdoa, memuji dan berharap agar orang itu terlahir di alam bahagia/surga. Apa pendapat Anda: akankah si orang tadi – yang karena didoakan, dipuji-puji, dapat terlahir di alam bahagia?

Asibandhakaputta menjawab tidak.

Sama halnya dengan seandainya seseorang melemparkan batu besar ke dalam danau yang dalam, dan kerumunan besar orang, yang berkumpul, berdoa, memuji, dan berkata: ‘Bangkitlah, wahai batu! Ayo melayang, wahai batu! Ayo mengapung ke pantai, hai batu!’ Bagaimana menurut Anda: akankah batu besar itu – karena doa, pujian orang banyak itu – bangkit, naik melayang, atau mengapung ke pantai?

Lagi, Asibandhakaputta menjawab tidak. Buddha pun menegaskan bahwa orang yang selama hidupnya berbuat jahat, meskipun setelah meninggal didoakan, dipuji-puji, dan dipuja oleh orang banyak, tidak akan terlahir di alam bahagia/surga. Selanjutnya Buddha memberikan perumpamaan kedua sebagai berikut.

Baca juga: Melampaui Surga dan Neraka

Andaikata seseorang yang selama hidupnya menghindari diri dari: pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila, berbohong dan berkata kasar, dia tidak serakah dan memegang pandangan benar. Kemudian sekelompok massa orang, berkumpul dan berdoa, berharap agar orang itu terlahir di alam derita/neraka. Apa pendapatnya: akankah si orang tadi – yang karena didoakan, dapat terlahir di alam derita?

Asibandhakaputta menjawab tidak.

Sama halnya dengan seandainya seseorang melemparkan sekendi ghee atau minyak ke dalam danau yang dalam, dan kerumunan besar orang, yang berkumpul, berdoa, memuji, dan berkata: ‘Tenggelamlah, wahai ghee/minyak! Ayo turunlah, wahai ghee/minyak! Ayo pergilah ke bawah, wahai ghee/minyak!’ Bagaimana menurut Anda: akankah ghee/minyak itu – karena doa, pujian orang banyak itu – tenggelam, turun, ke bawah?

Lagi, Asibandhakaputta menjawab tidak. Buddha pun menegaskan bahwa orang yang selama hidupnya berbuat baik, meskipun setelah meninggal didoakan dan diharapkan oleh orang banyak untuk terlahir di alam derita/neraka, dia akan terlahir di alam bahagia/surga.

Dengan demikian, menurut pandangan Buddhadharma, seseorang dapat masuk surga apabila dia selama hidupnya banyak berbuat baik. Sebaliknya seseorang akan masuk neraka apabila selama hidupnya dia berbuat jahat. Tidak dengan memeluk agama tertentu.

Hal tersebut rasanya lebih adil tanpa diskriminasi. Karena terlepas dari agama apa pun seseorang (yang mungkin dia tidak punya pilihan), dia akan memiliki kesempatan yang sama untuk masuk surga/neraka sesuai dengan timbunan kebajikannya semasa hidup.

Upasaka Sasanasena Seng Hansen

Sedang menempuh studi di Australia.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *