Mungkin banyak dari kita yang menggemari serial Game of Thrones – sebuah serial drama fantasi yang saat ini sedang menayangkan musim terakhirnya.
Ada begitu banyak tokoh dengan beragam watak, dan alur cerita yang memainkan emosi para penonton membuat serial ini menjadi begitu sayang untuk dilewatkan. Sebagai sebuah serial terpopuler saat ini, ada begitu banyak momen yang berkesan dan sulit untuk dilupakan.
Salah satunya adalah saat Arya Stark menancapkan pisau Valyrian pada perut The Night King sehingga dia mampu menghentikan invasi para White Walkers di Winterfell. Pada kenyataannya, membunuh The Night King bukanlah perkara mudah. Arya pasti telah melalui latihan berat hingga ia mampu mendekati The Night King dengan senyap dan membunuhnya. Lantas inspirasi apa saja yang bisa kita pelajari dari Arya?
Arya adalah anak ketiga dari Eddard dan Catelyn Stark. Meskipun terlahir sebagai seorang anak perempuan, Arya selalu bersikap tomboi, mandiri, dan berani.
Dia terkesan berusaha melepaskan tradisi yang mengekang perempuan. Salah satu kutipan ucapannya mengatakan “Sansa dapat menyimpan jarum jahitnya. Aku punya ‘jarum’ sendiri” yang merujuk pada pedangnya. Namun sayang, keseharian yang menyenangkan di Winterfell mendadak berubah ketika ayahnya dituduh pengkhianat dan dibunuh di depan matanya sendiri. Keluarganya tercerai berai dan dia harus bertahan hidup dengan segala cara.
Usahanya untuk bertahan hidup menuntunnya ke The House of Black and White, sebuah kuil yang didedikasikan kepada Dewa Seribu Wajah (The Many-Faced God). Sekilas sosok Dewa Seribu Wajah ini mirip dengan konsep Dewa yang dapat kita jumpai di India. Dewa Brahma adalah Dewa bermuka empat dan dianggap sebagai Dewa kebijaksanaan, penciptaan, dan Dharma.
Ketika Arya tiba di Braavos, dia diterima oleh Jaqen H’ghar – salah satu Faceless Men, yaitu para pembunuh bayaran yang memuja the Many-Faced God. Di sinilah Arya berlatih keras dan melalui banyak cobaan. Salah satu pandangan dari para penganut agama ini adalah menjadi ‘No One’. Setiap kali berlatih dengan si Anak Yatim (The Waif), Arya selalu ditanya siapa namamu? Jaqen berkata padanya bahwa Arya pikir dia adalah seseorang (Arya Stark) tapi pada kenyataannya dia adalah, ‘No one’.
Lanjut cerita, Arya dipaksa untuk mengemis di jalanan Braavos, bertarung dengan The Waif, hingga akhirnya ditugaskan oleh Jaqen untuk membunuh seorang artis bernama Lady Crane. Tetapi Arya berubah haluan pada detik-detik terakhir akan membunuh Lady Crane. Dia malah memperingati Lady Crane bahwa nyawanya sedang terancam. Hal ini menunjukkan rasa belas kasihan yang dimiliki Arya.
Namun hal ini berarti dia telah lalai menjalankan tugas dan nyawanya sendiri menjadi terancam. Arya diburu oleh The Waif, tapi berkat latihannya ketika buta, dia berhasil mengalahkannya dan kembali ke Jaqen. Terkesan dengan kemampuan Arya, Jaqen berkata “Finally a girl is no one”. Arya menjawab “A girl is Arya Stark of Winterfell and I am going home”.
Baca juga: Latar “Buddhis” dari Film The Conjuring Universe
Konsep ‘no one’ sendiri mirip seperti konsep ‘non-self’ atau anatta dalam agama Buddha. Bahwa tidak ada diri yang permanen, selalu berubah. Untuk mencapai tingkat kesucian, penting menyadari pandangan terhadap diri yang tidak permanen ini. Gagasan mengenai ketidakmelekatan terhadap diri merupakan ciri khas dari ajaran Buddha. Meskipun pada akhirnya dia tidak melepaskan identitasnya seutuhnya, Arya telah berlatih cukup untuk menghadapi The Night King.
The Night King sendiri adalah sosok terkuat di serial ini. Awalnya dia adalah seorang manusia yang ditangkap oleh suku Anak Hutan (Children of the Forest) yang menganggap keserakahan manusia sebagai ancaman. Setelah menancapkan dragon glass ke dadanya, pria itu berubah menjadi The Night King dan White Walker pertama. Kemampuannya adalah menghidupkan kembali mereka yang mati menjadi budaknya. Bersama pasukannya para White Walkers, The Night King meneror semua makhluk hidup yang ada.
Hal tersebut mengingatkan kita pada Mara dan pasukannya. Dalam agama Buddha, Mara sering kali digambarkan sebagai sosok Dewa Kematian (atau iblis) yang berusaha menghalangi Pangeran Siddhattha mencapai pembebasan sempurna. Tetapi Mara juga dapat berarti perwujudan dari semua kehendak buruk seperti keserakahan dan kebencian. Oleh karena itu, Mara sendiri dapat muncul dalam setiap diri manusia dan untuk mengalahkannya diperlukan sikap tidak melekat. Satu-satunya tokoh dalam serial GoT yang telah berlatih cukup untuk melepaskan kemelekatan hanyalah Arya.
Mara juga dapat berarti perwujudan dari semua kehendak buruk seperti keserakahan dan kebencian.
Kesamaan-kesamaan di atas mungkin hanya kebetulan semata. Sama halnya dengan nama ‘Arya’ sendiri yang mungkin berasal dari bahasa Sanskerta (Pali = Ariya), atau bisa pula berarti “Are ya (are you)’ Stark?
Upasaka Sasanasena Seng Hansen
Sedang menempuh studi di Australia.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara