• Tuesday, 20 June 2017
  • Ngasiran
  • 0

Pustaka Badra Santi merupakan sebuah manuskrip Jawa kuno peninggalan Kerajaan Lasem. Pustaka yang berisi tentang petuah hidup orang Jawa bersumber dari pustaka suci Tipitaka Pali ini ditulis oleh seorang adipati Lasem yang ketika berusia lanjut, menjadi sramana, bernama Mpu Santi Badra. Manuskrip asli yang ditulis dalam daun lontar ini ditemukan dalam sebuah sumur tua yang sudah kering di Lasem, Kabupaten Rembang. Kemudian ditulis ulang oleh Pandita Reksowardojo dan Pandita T. Hadidarsana (dikenal dengan sandi asma: Mbah Guru) di Kota Kudus.

Pada masa kebangkitan agama Buddha di Indonesia, tepatnya pasca kemerdekaan. Pada era dekade 1960-an, Badra Santi menjadi salah satu pemantik berseminya kembali agama Buddha di Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur. Mendiang Bhikkhu Khemasarano, adalah salah orang yang berjasa dalam mempopulerkan pustaka Badra Santi. Sehingga dapat dikenal dan menjadi salah satu sumber rujukan seni budaya bagi umat Buddha perumah-tangga di Jawa.

Ajaran luhur yang terkandung dalam pustaka Badra Santi inilah yang kemudian mengundang ketertarikan Dr. Widodo Brotosejati, seorang dosen di Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang (Unnes). Ia menggubah syair Badra Santi dalam sebuah kidung puja. Perpaduan antara gamelan kemanak lokanantha dan syair-syair Badra Santi, membuat suasana puja (memuja Buddha, Dhamma dan Sangha) semakin terasa maknanya.

“Setelah saya membaca walaupun baru sebagian, saya merasakan bagaimana luhurnya nilai-nilai yang terkandung dalam pustaka Badra Santi ini,” ucap Widodo Brotosejati dalam acara Saresehan Pemuda Buddhis Temanggung, Semarang dan Kendal bersama umat Buddha Vihara Heto Giri Loka, Dusun Mlaran, Desa Giyono, Kecamatan Jumo, Temanggung, Sabtu, (17/6). Mpu Karawitan bergelar Kanjeng Raden Tumenggung asal Surakarta ini berpesan kepada umat Buddha. Khususnya kepada generasi muda Buddhis, untuk turut melestarikan seni budaya. “Ini adalah kidung puja, jangan anggap remeh. Anda harus serius dalam setiap melantunkan syair-syair ini. Paling penting kalau umat Buddha mau berkembang, harus mau nguri-uri tradisi budaya puja ini,” tambahnya.

Dalam acara yang digelar pemuda Buddhis bekerjasama dengan Yayasan Abdi Dharma Indonesia dan Umat Buddha Kecamatan Jumo ini, Yayasan Gamelan Mpu Santi Badra hadir khusus beserta mahasiswa Unnes dan Peneliti Sosial Budaya Buddhis Wahyudi Agus R. Bersama Gamelan Mpu Santi Badra berkolaborasi dengan Pemuda Buddhis, kidung puja Badra Santi pun dilantunkan dengan khidmad oleh peserta saresehan sebagai pembuka dan penutup acara saresehan.

Rama Pandita Suwarto Atjing beserta rombongan umat Buddha dari Jakarta juga turut hadir dalam kegiatan yang bertajuk “Warisi Semangat Siddharta, Teladani Kebijaksanaan Buddha” ini. Rama Suwarto pun merasa bahagia dan terharu atas kegiatan umat Buddha terutama pemuda Buddhis Temanggung belakangan ini. “Saya sudah banyak mendengar berita, saat ini umat Buddha Temanggung sudah melakukan puja bakti setiap malam di vihara. Ini sangat bagus kalau bisa ditingkatkan.”

Mekipun begitu, dalam setiap puja bakti jarang ada pembina umat Buddha yang membabarkan Dharma. “Ini agak disayangkan kalau puja bakti tidak ada yang mengulang ajaran Buddha. Kami berharap para aktivis pembina umat untuk mengadakan pelatihan-pelatihan dhammaduta supaya muncul dhamaduta-dhammaduta baru yang bisa mengisi setiap acara puja bakti di vihara.”

Belajar dari para aktivis muda Buddhis

Saresehan Pemuda Buddhis bersama umat Buddha ini merupakan kegiatan rutin pemuda Buddhis yang dilakukan setiap bulan. Kegiatan ini bertujuan untuk membekali para pemuda dalam pendalaman Buddhadhamma.

Dengan mengangkat tema “Warisi Semangat Siddharta, Teladani Kebijaksanaan Buddha” panitia berharap generasi muda Buddhis dapat belajar dari para penggerak agama Buddha di desa-desa. “Kalau tahun lalu kita belajar mengenal para tokoh kebangkitan agama Buddha yang notabenya mereka sudah meninggal, kali ini kami ingin mengenal bagaimana perjuangan para pembimbing kami selama ini,” ujar Evaprastyo, ketua panitia acara ini.

Dengan menghadirkan pembicara seperti Saryanto, Dhammaduta dan Abdi Desa Ehipassiko Fondation dan Sutrisno, Pembina Umat Buddha wilayah Jumo dan sekitar, diharapkan para generasi muda dapat mewarisi semangatnya. “Mereka adalah Siddharta-siddharta muda bagi kami yang tidak kenal lelah dalam berjuang melestarikan Buddhadhamma,” pungkas Eva.

Selain saresehan pemuda Buddhis pun berkunjung dan bermain bersama anak-anak sekolah minggu gabungan vihara desa Jumo.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *