• Saturday, 25 March 2017
  • Andre Sam
  • 0

Pada umumnya ketika orang mendengar Nyepi, berpendapat itu adalah perayaan orang Hindu. Ada benarnya. Khusus umat Buddha, memang sedikit apes (kurang beruntung) secara sejarah di Nusantara. Karena berbagai faktor, agama Siwa masih tetap bisa menembus ruang dan waktu di Tengger dan Bali usai keruntuhan Majapahit.

Sementara agama Buddha? Lebur dengan agama Siwa di Bali, lebur dengan agama Islam di Jawa. Hasil peleburan itu di Bali menjadi agama Hindu (Siwa-Buddha dan ajaran leluhur) yang sekarang. Hasil peleburan agama Siwa, Buddha dan leluhur dengan Islam menjadi Kejawen. Agama Buddha disemai kembali pada era 1930’an.

Bagi yang sedikit fanatik agama Buddha, akan sedikit susah menerima ulasan di atas. Tenang, anggap saja sudut pandang yang berbeda. Masyarakat Jawa khususnya, memiliki pertalian tua dengan agama Siwa dan Buddha di bumi Jawa. Ada perbedaan besar cara manusia Jawa dan Bali dalam merayakan tahun baru. Ketika suku bangsa lain merayakan tahun baru dengan pesta, makan-makan maupun meniup terompet atau menyalakan kembang api. Masyarakat Jawa maupun Bali secara kultural merayakan dengan penuh keheningan.

 Nyepi-9

Tahun Saka

Tahun baru dalam hitungan kalender Saka, dimulai pada 78 Masehi. Jika sekarang 2017, tinggal dikurangi 78. Sehingga tahun Saka kali ini adalah 1939!

Di dalam kalender Saka, setidaknya ada dua nama bulan di dalam perayaan umat Buddha, yakni bulan Waisakamasa (April – Mei) dan Asadhamasa (Juni – Juli). Bulan Kathina jatuh di bulan paling indah, yakni bulan Kartikamasa (Oktober-November) bulan purnama yang terbaik sepanjang tahun.

Kalender Saka berawal pada tahun 78 Masehi dan juga disebut sebagai penanggalan Saliwahana (Sâlivâhana). Kala itu Saliwahana yang adalah seorang raja ternama dari India bagian selatan, mengalahkan kaum Saka. Tetapi sumber lain menyebutkan bahwa mereka dikalahkan oleh Wikramaditya (Vikramâditya). Wikramaditya adalah seorang musuh atau saingan Saliwahana, dia berasal dari India bagian Utara.

Sebelum masuknya agama Islam, para suku bangsa di Nusantara bagian barat yang terkena pengaruh agama Hindu dan Buddha, menggunakan kalender Saka. Namun kalender Saka yang dipergunakan dimodifikasi oleh beberapa suku bangsa, terutama suku Jawa dan Bali.

Jadi sudah sedikit terbayang bukan, pada masa Hindu maupun Buddha di Nusantara perhitungannya memakai kalender apa? Saka. Jadi ketika pergantian tahun, rujukannya kalender apa? Saka.

Nyepi 

Laku Hening

Apabila sampeyan dibesarkan di kota Solo maupun Jogja, setiap tahun akan memperingati yang namanya perayaan tahun baru Jawa atau Suro, tahun baru Jawa ini merupakan hasil modifikasi Sultan Agung yang merupakan perpaduan antara kalender Islam dan kalender Saka.

Jika di Solo atau Jogja, sampeyan akan diajak berjalan hening di malam penyambutan tahun baru tersebut dengan mengelilingi tembok keraton sebanyak tujuh kali. Kok tujuh? Ya macam-macam jawabannya, bergantung pada orang yang beragama apa, beda agama beda jawabannya. Intinya tanda bakti pada Hyang Maha Esa. Pusaka-pusaka keraton akan diarak setelah disucikan, agar masyarakat mendapat berkah.

Laku hening merupakan bentuk collective memory orang Jawa. Ingatan yang terekam secara turun temurun ini jika ditelusur merupakan ajaran leluhur ketika era Majapahit, atau bahkan era kerajaan di Jawa pada masa yang lebih tua.

Sunyata merupakan sebuah konsep filsafat dalam aliran agama Buddha Mahayana dan Tantrayana yang tertinggi, bagaimana agar masyarakat Jawa kala itu yang pada umumnya memeluk agama Siwa maupun Buddha dapat dengan mudah memahaminya?

Sunyata atau dalam bahasa Jawanya Sunya, (sunyi, lengang, diam tak bersuara, tidak bercahaya). Ketika Nyepi, empat laku ini ada baiknya dijalankan yakni Amati lelanguan (tidak mencari hiburan), Amati lelungan (tidak bepergian), Amati karya (tidak bekerja), mengistirahatkan panca indra; dan Amati geni (tidak menyalakan api).

Menyambut tahun baru dengan keheningan, Nyepi. Dengan hening kita kembali diajak untuk istirahat di rumah kejernihan dan kedamaian yang dalam bahasa Mpu Kuturan, seorang pendeta Buddha yang sangat berpengaruh di Bali, “Kepanggih Sang Hyang Mbang, Berjumpa Keheningan Yang Maha Sempurna.”

Selamat Nyepi (1939/2017) hati yang damai, semoga semua makhluk hidup damai di seluruh alam.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *