Waktu masih menunjukkan pukul empat dini hari saat suara langkah kali terdengar agak ramai. Meskipun tidak terbiasa bangun sepagi itu, saya mencoba untuk membuka mata dan keluar dari sebuah bilik tempat istirahat sejak sore tadi.
Ya, suara ramai itu adalah para samanera dan atthasilani. Sepagi itu mereka sudah harus bangun, bersih diri dan menuju ruang Dhammasala untuk melaksanakan puja bakti pagi atau biasa disebut juga chanting. Sepagi itu pula aktivitas latihan diri sebagai seorang samana dimulai, di Padepokan Dhammadipa Arama, Batu, Malang, Jawa Timur.
Di padepokan ini, ratusan samanera dan atthasilani (perempuan yang menjalankan delapan sila) belajar melatih diri mendalami ajaran Buddha. Di bawah bimbingan Bhikkhu Khantidaro sebagai kepala padepokan, Bhikkhu Jayamedho dan beberapa bhikkhu lain, mereka ditempa untuk menjalankan kehidupan spiritual sebagai samana.
“Bhante Khanti lebih pagi lagi bangnunya, jam setengah tiga pagi beliau sudah bangun, lalu menuju Dhammasala untuk membaca paritta,” ujar Bhante Jayamedho.
Setelah melakukan chanting pagi, kira-kira pukul enam pagi, para samana dan atthasilani ini melakukan makan pagi bersama. Menurut aturan kebhikkhuan, seorang samanera melaksanakan 10 sila (latihan moral) dan 75 sekkhiya (peraturan-peraturan kecil). Peraturan kecil itu seperti tentang bersikap dan tingkah laku sebagai seorang samanera, contohnya: bagaimana mengenakan jubah, sikap saat makan dan minum, dan lain-lain. Sedangkan atthasilani melaksanakan delapan sila.
“Mereka tidak hanya dituntut disiplin dalam latihan sila atau peraturan samanera lainnya, mereka juga harus mengikuti peraturan lain, termasuk kami tempa dalam pengetahuan-pengetahuan umum seperti kepemimpinan, teamwork, dan lain-lain,” jelas Bhante Jayamedho.
Selesai makan pagi, aktivitas para samana ini dilanjutkan dengan melaksanakan tugas-tugas vihara, seperti membersihan peralatan makan, menyapu area padepokan, sampai membuat taman. “Olahraga mereka ya itu, bersih-bersih vihara, mencangkul untuk membuat taman. Mereka harus belajar disiplin dan kerjasama dimulai dari hal-hal kecil seperti ini,” terang Bhante.
Sehingga tak jarang, ketika ada samanera yang melanggar peraturan harus mendapat teguran dari para bhikkhu. Hari Senin (31/10), saat saya berada di padepokan ini misalnya, saya menyaksikan langsung bagaimana Bhante Jayamedho menegur dan menasehati para samanera yang tidak ikut puja bakti pagi.
“Latihan kita ini disokong oleh para donatur, jadi harusnya Anda berlatih dengan sungguh-sungguh. Salah satu dari Anda ini kan samanera teladan, yang bulan depan akan dikirim ke Jogja, kok malah tidak bisa menjadi teladan. Apa perlu saya batalkan cari yang lain,” kata Bhante menegur mereka di sebuah saung area padepokan.
Setelah samanera yang ditegur bubar untuk melaksanakan tugas selanjutnya, Bhante Jayamedho sempat berseloroh kepada saya, “Kuat kamu dengan latihan seperti ini? Untuk melatih kedisiplinan, karena pada akhirnya nanti mereka akan terjun di masyarakat, rasa tanggung jawab dan kedisiplinan harus dilatih sejak dini.”
Tidak hanya melaksanakan peraturan sebagai seorang samanera saja, di padepokan ini mereka juga harus belajar pendidikan agama Buddha, karena sebagian besar samanera dan atthasilani yang tinggal di vihara ini merupakan mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan agama Buddha. Jadi, setelah melakukan aktivitas di vihara, siang harinya mereka ke kampus yang letaknya persis di bawah padepokan, yaitu Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Kertarajasa.
Pulang dari kampus, para samanera juga harus kembali mengikuti aktivitas vihara. Puja bakti dan meditasi merupakan makanan spiritual sehari-hari. Pada saat-saat tertentu, mereka juga harus mengulang sila yang dibimbing oleh para bhikkhu.
Namun yang paling menarik, sekolah samanera di padepokan ini ketika masa libur semester, mereka disebar ke berbagai pelosok Indonesia untuk membantu para bhikkhu membina umat. “Saat libur semester biasanya mereka sangat antusias, karena mereka akan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Oleh sebab itu, kami tidak main-main, mereka harus siap secara spiritual dan pengetahuan untuk diterjunkan di masyarakat,” tutup Bhante Jayamedho menegaskan.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara