• Monday, 21 December 2015
  • Andre Sam
  • 0

“Dalam kegagalan pun, seseorang mesti bangkit lagi.” (Milarepa)

Apabila Anda pernah mendengar tentang boneka Daruma yang begitu terkenal di Negeri Sakura, tentunya kalimat di atas mirip dengan semangat boneka yang tidak bisa jatuh tersebut. Apabila Anda berusaha sekuat tenaga menjatuhkan boneka Daruma, nyaris mustahil usaha Anda. Itulah permainan anak-anak di Jepang. Boneka pantang menyerah.

Di Tibet, ada seorang yogi agung bernama Milarepa. Anak seorang kaya raya. Dalam perjalanan hidupnya, ketika ayahnya meninggal, kehidupannya berbalik! Dari seorang anak yang berkelimpahan menjadi seorang anak yang papa. Ia, ibunya, dan adiknya tercinta jatuh miskin. Harta warisannya diambil bukan oleh orang lain, melainkan oleh paman dan bibinya sendiri.

Ibunya yang merasa terhina atas perlakuan paman dan bibinya, kemudian membesarkan Milarepa dengan energi kebencian dan penuh dendam. Dendam inilah yang mengantarkan Milarepa belajar ilmu sihir. Ilmu tersebut ia gunakan untuk semata-mata memenuhi baktinya pada ibu tercinta.

Seluruh keturunan paman dan bibinya ia musnahkan dari muka bumi dengan ilmu sihirnya. Tidak hanya berhenti di situ, Milarepa juga menghajar seluruh penduduk desa yang tidak membelanya ketika Milarepa dan keluarganya direndahkan. Tanaman penduduk ia hancurkan dengan badai ilmu sihirnya.

Dengan capaiannya tersebut membuat ibunya merasa bangga. Milarepa dianggap sebagai anak yang tahu membalas budi pada orangtua.

Setelah peristiwa itu, setiap malam Milarepa merasa ada yang salah dalam jalur hidupnya. Ketika malam hadir, ia teteskan air matanya. Hatinya remuk penuh sesal, bagaimanakah caranya menebus karma yang luar biasa buruknya ini, karena menghilangkan nyawa manusia?

Ia kemudian, bertekad untuk belajar Dharma. Tetapi pada siapakah? Setelah mencari guru, ia bertemu dengan Lama Marpa. Sebelum bertemu dengan Milarepa, Lama Marpa dan istrinya bermimpi melihat stupa yang di dalamnya ada rupang Buddha, tetapi sangat kotor.

Tidak mudah belajar pada Lama Marpa, Milarepa diperlakukan lebih rendah dari seekor anjing kudisan. Diminta membuat menara, kemudian gurunya tanpa perasaan menghancurkan begitu saja. Sering dikata-katai kasar oleh gurunya, bahkan diusir agar jangan mendekat pada Dharma. Mengingat karma buruknya yang sangat parah.

Ia hampir putus asa dalam menghadapi gurunya tersebut. Istri Lama Marpa menyemangatinya dengan berbagi cara. Kemudian karena keteguhan hati dan tekad yang tak pernah padam demi Dharma, Milarepa mendapat ajaran dari gurunya untuk melakukan meditasi yang intensif di tempat-tempat sunyi.

Setelah bertahun-tahun menjalankan perintah gurunya –bermeditasi, Milarepa mendapat realisasi spiritualnya. Ia demikian terkenalnya dalam memberikan ajaran dengan syair-syair sederhana, penuh bakti, dan mendalam.

Seperti syair di bawah ini:
“Jika engkau meditasi, engkau melayani gurumu.
Jika engkau meditasi, engkau menunjukkan terima kasihmu pada ayah dan ibumu.
Jika engkau meditasi, engkau akan mencapai tujuan semua makhluk hidup.”

Buku Riwayat Hidup Milarepa yang ditulis oleh Lobsang P. Lhalungpa akan segera dicetak ulang dengan revisi oleh Penerbit Karaniya, untuk mengulangi kisah sukses inspirasi yang ditularkan oleh buku tersebut.

Judul buku: Milarepa
Penerbit: Karaniya
Penerjemah: Hustiati, SH dan Ir. Edij Juangari
Penyunting: Suryananda

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *