Kedudukan Sang Hyang Taya lebih tinggi daripada dewata Hindu ataupun Buddha, persemayamannya diungkapkan pada kedudukannya yang lebih tinggi daripada swarga Hindu ataupun sunyata Buddha.
Lapisan-lapisan loka atau alam yang disebutkan dalam Serat Dewabuda, dan merupakan lapisan tertinggi yakni Taya, Paramataya, Atyantataya, Nirmalataya, Sunammataya, dan Acintyataya, serta lapisan paling atas terdapat Abhyantarataya. Di alam ini tidak terlihat cahaya bintang, bulan, matahari, semua tak akan sampai di sana.
Menurut Poerbatjaraka, salah seorang pakar sastra Jawa Kuna, menjelaskan; “Ciri yang dengan jelas membuktikan bahwa Kitab Korawasrama lebih muda daripada kitab Tantu Panggelaran, yaitu Kitab Korawasrama menyebutkan Sang Hyang Taya yang ditempatkan di atas Hyang Prameswara (Bhatara Guru). Taya, dalam bahasa Sunda teu aja, yakni nama untuk menyebut Yang Kuasa.”
Konsepsi Sang Hyang Taya dikenal meluas sebagai konsep adikodrati pada masa Jawa Kuna maupun Sunda Kuna.
Dalam Serat Dewabuda (SDB) atau dikenal dengan Serat Sewakadarma menyebutkan Sang Hyang Taya berkedudukan lebih tinggi dari pantheon Hindu maupun Buddha. SDB 26v:1-2 menyatakan:
1. “…Sang Hyang Taya tidak tergantung, Siwa Buddha tidak diajarkan, bathara-bathari tidak dinamai, sunyata tidak diunggulkan, tidak ada.
2. Gelar puja, tidak dikaji yang serupa dengan teratai besar, tidak ada semua itu sebelumnya, hingga pada napas, ujar dan tujuannya sampai berjumpa dengan kearifan.
Sang Hyang Taya dapat ditafsirkan kearifan yang seyogianya dicapai oleh setiap insan manusia.
Serat Dewabuda menyatakan bahwa prana (napas) adalah indra, adalah kehidupan merupakan tujuan, dan tujuan hidup adalah Sang Hyang Taya. Dalam lingkungan seluruh dunia selalu terdapat Hyang sebagai tujuan/acuan. Para Dewata Hindu maupun Buddha merupakan sebuah visualiasi dari raga.
Sang Hyang Taya terdapat dalam setiap diri manusia, apabila ia menyadarinya ia juga hadir di seluruh dunia. Lingga maupun rupa dari Dewa-dewa adalah wujud yang tak kekal, bagai raga yang tampil dalam mimpi.
*Disarikan dari buku Tatar Sunda Masa Silam, karya Agus Aris Munandar, Penerbit Wedatama Widyasastra, 2010.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara