Pada Februari 2015 lalu, Light Simple Rythm (LSR) meluncurkan sebuah album Buddhis perdana dengan titel Tentang Kita di bawah label Namaste Music. Peluncuran dilakukan di kota asal mereka, di Vihara Dhammadipa, Surabaya.
Album ini berisi 8 lagu plus intro dan outro: Namo Buddhaya, I Love You Buddha, Pujaku PadaMu, Tentang Kita, Semangat, Junjungan, This Too Shall Pass, dan Jangan Pernah Ucapkan. Judul terakhir adalah lagu lama populer ciptaan Jan Hien yang kini berada di belakang layar Namaste Music.
Lagu Tentang Kita menceritakan tentang perasaan bahagia personel LSR saat bertemu dengan teman-teman yang memiliki visi dan misi yang sama, yaitu sama-sama mencintai musik dan ingin menggunakannya sebagai media penyaluran Dharma. LSR terdiri dari tiga personel, yaitu Bagusranu Wahyudi Putra (Ren) pada gitar, Stephanie Hoesny (Stephie) pada biola, dan Haryani Caroline (Cen Cen) pada vokal. LSR menyebut genre musik mereka sebagai popcoustic.
LSR terbentuk awalnya dari acara Waisak Bersama di Institut Teknologi Surabaya (ITS) tahun 2013. Saat itu Ren mengajak Stephie menjadi salah satu pengisi acara. Dari situ kemudian mereka diundang mengisi acara di Buddhist Festival, dimana mereka berdua bertemu dengan Cen Cen sehingga kemudian terbentuk LSR. Undangan mengisi acara-acara Buddhis pun makin sering mereka terima, bahkan hingga ke kota-kota lain.
Musik yang Simpel
“Light itu berarti terang, simple itu berarti sederhana, dan rhythm itu irama. Jadi ini seperti melambangkan tujuan kami: menyuguhkan Dhamma kepada masyarakat melalui irama sederhana yang bisa membuat terang kehidupan mereka,” jelas Cen Cen tentang arti nama Light Simple Rhythm.
“Tapi tetap dengan musikalitas yang baik dan berkualitas untuk turut memajukan musik Buddhis di Indonesia,” Ren menambahkan. “Tentunya dengan konsep yang berbeda dari musik Buddhis umumnya,” Stephie ikut menambahkan.
“Musik kami dapat disebut musik akustik. Kami memang sengaja mengonsep musik kami hanya dengan alat-alat akustik seperti biola, gitar akustik, dan vokal. Tentunya alat tersebut adalah alat yang sederhana dimana kami pun bisa menyebarkan Dhamma melalui musik kami di mana saja tanpa perlu ribet, (dibandingkan) jika kami mengonsep dengan tema band (full instrumen). Irama yang sederhana itu juga dalam artian irama yang dapat dinikmati oleh semua kalangan,” jelas Ren lebih detail, yang merupakan leader LSR.
LSR mengakui tidak gampang untuk membuat musik yang simpel. “Awalnya susah. Saat pertama kali itu kami sampai harus berpikir keras bagaimana bisa mengharmonisasikan musik dengan alat sederhana namun bisa menghasilkan musik mewah,” ujar Cen Cen.
Stephie mencontohkan, pada masa awal, kadang selama 5 jam saja belum tentu bisa menghasilkan satu lagu. Kadang mereka harus gonta-ganti aransemen sampai menemukan yang cocok. Dan ketika sebuah aransemen telah dipilih, hari berikutnya pun bisa berubah lagi. Ren menyebut, untuk menghasilkan sebuah lagu hingga aransemen final biasanya butuh waktu 2-3 hari.
“Namun seiring berjalannya waktu, kami semakin menikmati dan mulai mengerti alurnya,” Cen Cen menimpali.
“Kami sangat menarik atau meminimalkan ego/idealis kami untuk membuat karya musik yang simpel dan mudah dinikmati semua orang. Jadi bagaimana caranya kami dapat bener-bener membuat karya itu menjadi bagus dan baik tetapi tetap pada porsinya,” tambah Ren. Dan tak ada yang dominan dalam pengerjaan album, semua berkontribusi dan berperan.
Genre Baru Musik Buddhis
Ketiga personel LSR tersebut sepakat untuk memberi sentuhan baru dalam musik Buddhis, itulah kenapa LSR lahir. “Menurut aku sih musik Buddhis kadang terlalu jadul, membosankan, dan monoton. Sudah saatnya kita memberikan sesuatu yang baru, dengan alunan-alunan yang modern tapi tidak melenceng dari Dhamma,” ujar Stephie.
Ren menambahkan, “Musik Buddhis sangatlah bagus untuk menyebarkan Dhamma saat ini, namun dalam musik Buddhis perlu pembaruan. Musik Buddhis dulu yang saya tau termasuk sangat jadul, terlalu melow dan monoton. Mungkin dengan adanya LSR, kami dapat memberikan warna baru dalam musik Buddhis dan turut berkontribusi untuk menyebarkan Dhamma.”
“Hal itu mungkin yang menjadi semangat saya untuk membuat sesuatu yang baru bersama teman-teman. Musik Buddhis seharusnya bisa lebih baik, seharusnya bisa lebih gaul, itu yang sempat saya pikirkan. Dan saya rasa akhirnya itu tercapai melalui LSR ini,” sambung Cen Cen.
LSR tak khawatir sentuhan modern itu menghilangkan corak Buddhis dalam lagu mereka. “Selama pesan Dhamma-nya ga melenceng, seharusnya ga ada kekhawatiran sih,” ujar Stephie yakin.
“Menurut kami LSR adalah sebuah inovasi baru di dalam musik Buddhis, karena kami mengusung tema akustik modern dengan tetap anak muda, tidak monoton, dan tidak terlalu kalem/pelan. Ya intinya kami ingin membuat sesuatu yang baru dalam dunia musik Buddhis,” Ren berpromosi.
Alunan biola dalam album mereka juga membuatnya beda dengan lagu-lagu Buddhis yang pernah ada. “Kalau menurut kami sih biola bisa jadi sesuatu yang baru di dunia Buddhis, apalagi dengan perpaduan gitar, loop, dan vokal,” ujar Stephie, sang violis yang mengaku les biola sampai pindah 9x.
Pembajakan Tak Menyurutkan Semangat
Semakin mudahnya pembajakan ternyata tidak menyurutkan LSR untuk terus berkarya. “Itu ngga akan menyurutkan tekad kami untuk berkarya. Kembali lagi ke visi misi kami saja tujuannya apa? Ingin memajukan musik Buddhis, ingin membabarkan Dhamma melalui musik. Semoga saja umat Buddha melalui lagu kami juga tergerak untuk mendedikasikan diri atas kemajuan itu sendiri. Bagaimana? Ya dengan membeli CD asli kami,” jelas Cen Cen.
Untuk memasarkan album mereka, LSR berencana untuk promo album ke daerah-daerah, dari vihara ke vihara, dan diakhiri dengan sebuah kejutan pada akhir Juni 2015.
Nah, buat kalian yang mau beli album mereka, buruan ke bursa Buddhis atau vihara terdekat. LSR sendiri berharap lagu-lagu mereka bisa diperoleh melalui iTunes. Kalian juga bisa follow akun Instagram, Twitter, dan Path mereka di @LSRofficial1. Sedangkan fan page FB di Light Simple Rhythm.
[youtube url=”https://www.youtube.com/watch?v=_hL2XSe-Vv4″ width=”560″ height=”315″]
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara