• Thursday, 12 September 2019
  • Hartini
  • 0

David McMahan memberi tahu kita bahwa Dalai Lama dan Thich Nhat Hanh merupakan “Dua orang Buddhis hidup yang paling berpengaruh.” Sumbangsih mereka bagi era baru agama Buddha dalam dunia modern sungguh luar biasa.

Dalai Lama mengikuti silsilah Gelugpa, yang didirikan oleh Tsongkhapa (1357 – 1419). Diidentifikasi sebagai seorang Tulku, beliau dinobatkan sebagai pimpinan agama dan politik bagi Tibet pada tahun 1940 saat beliau berusia lima tahun.

Setelah berdirinya RRT, beliau mengungsi ke India bersama para pengikutnya dan pada tahun 1960 membangun pemerintahan dalam pengasingannya di Dharamsala di negara bagian Himachal Pradesh di India, beliau selanjutnya menetap.

“Sebagai seorang pemimpin ‘pemerintahan dalam pengasingan’ Tibet di India Utara, beliau dengan tanpa letih bekerja untuk kembali memenangkan kendali Tibet atas tanah mereka dari Tiongkok, meskipun beliau dengan tegas menentang penggunaan kekerasan apa pun dalam pelaksanaannya, serta mendesak perlunya tanggung jawab serta welas asih universal dalam sebuah dunia yang makin saling tergantung.”

Sebuah alasan bahwa Dalai Lama menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1989 yaitu tanggapan welas asihnya atas tindakan brutal yang dilakukan Tiongkok terhadap rakyat Tibet. Beliau menemukan tempat berpijak yang sama dengan Tiongkok, mengembangkan dialog, dan mengusulkan rencana-rencana untuk memulihkan berbagai kebutuhan dalam cara yang tanpa kekerasan.

Beliau menekankan bahwa Tiongkok, sebagaimana dirinya, juga menginginkan kebebasan dari penderitaan yang diakibatkan oleh situasi.

Dalai Lama tidak membawa penderitaan yang beliau dan rakyatnya alami ke tingkat dunia. Alih-alih, beliau secara proaktif mendengarkan berbagai nilai yang berbeda dan membagikan ketulusannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan individu dan sosial dalam dunia dewasa ini.

Dalai Lama mengenali bahwa semua orang dari semua latar belakang, Timur maupun Barat, kapitalis ataupun sosialis, “Selalu tertarik terhadap uang atau kenikmatan material.” Dalai Lama memahami bahwa manusia dewasa ini mungkin bersikap skeptis ragu-ragu terhadap agama dan beliau kembali menguatkan bahwa nilai-nilai welas asih, perasaan berbagi, serta kepedulian bukan sekadar pesan religius, melainkan etika sekular yang relevan bagi setiap orang dan dapat membawa kebahagiaan bagi individu, komunitas, serta semua makhluk hidup.

“Beliau mendorong kaum non-Buddhis untuk mempraktikkan meditasi, menawarkannya sebagai sumbangsih Buddhis bagi dunia yang kacau balau, sesuatu yang menumbuhkembangkan kedamaian pikiran, welas asih, dan tanggung jawab moral dalam diri siapapun, tanpa memandang komitmen religius.”

Dalai Lama masih berusia 25 tahun ketika beliau mendirikan pemerintahan dalam pengasingan bagi Tibet. Sekalipun beliau telah meraih pencapaian gelar pendidikan tertinggi Tibet dengan tingkatan geshe sebelumnya, hidupnya dalam pengasingan telah memberikan beliau kesempatan yang luas untuk bepergian dan mempelajari filosofi serta gagasan Timur dan Barat.

Beliau telah memberikan pendapat tentang banyak permasalahan modern dalam bidang politik, sosial, budaya, dan kalangan agama, kadang membuat pernyataan yang berani dan menyajikan sudut pandang yang mengilhami banyak orang. Beliau secara luas dipandang sebagai sebuah kekuatan dari cara terampil dalam memodernkan agama Buddha, sekalipun ajaran Buddha tentang welas asih dan kesalingbergantungan selalu merupakan pusat dari ajaran beliau.

Saat ditanya tentang hubungan antara agama Buddha dan ilmu pengetahuan, beliau menyatakan: “Jika ada ajaran Buddha yang ditemukan secara definitif bertentangan dengan kesimpulan keilmuan yang telah berkembang, maka ajaran ini harus ditinggalkan.” Sikap yang percaya diri dan terbuka ini menggarisbawahi sisi pengalaman empiris agama Buddha dan menguatkan kemampuannya untuk berhubungan dengan mentalitas berdasarkan fakta yang modern.

Sikap

Bagaimanapun, sikap terbuka Dalai Lama kadang memicu timbulnya kesalahpahaman tentang kedekatannya dengan tradisi Tibet. Perlawanan Shugden, sebagai contohnya, berlangsung sejak 1970 hingga 2015, dan telah menyebabkan beberapa orang melawan beliau untuk berbicara tentang penentangan pemujaan pada hanya-Dorje-Shugden-semata, dharmapala heruka perkasa pelindung.

Maksud Dalai Lama adalah untuk bersikukuh pada suatu sikap Buddhis yang inklusif dengan cara kembali menekankan arti penting dari semua pelindung tantra dan hakikat tertinggi dari kesunyaan, tetapi beliau secara keji dianggap oleh sebagian orang sebagai telah bersikap tidak hormat terhadap pelindung Heruka. Perlawanan ini tidak berhenti hingga tahun 2015, ketika Reuters melaporkan bahwa Partai Komunis Tiongkok telah mendukung sikap berseberangan tersebut.

Lebih kurang 100,000 orang Tibet hidup dalam pengasingan bersama Dalai Lama, menghadapi tugas besar untuk membangun kembali landasan material bagi kehidupan mereka, sembari pada saat yang bersamaan melestarikan dan menyebarkan budaya Tibet.

Pusat administrasi Dalai Lama di Dharamsala telah mendorong bentuk-bentuk modern dari pendidikan sebagai cara trampil untuk berurusan dengan kehidupan di luar Tibet, dengan sedikit kekhawatiran bahwa hal ini akan mengakibatkan pengabaian terhadap pendidikan agama tradisional.

Banyak kaum muda Tibet telah mempelajari agama Buddha dari buku-buku Barat alih-alih dari Lama tradisional atau gaya guru dengan pengajaran pribadi. “Bentuk-bentuk seperti itu dari ‘modernisasi’ terutama telah menggerogoti latihan-latihan dan kepercayaan Buddhis Tibet.”

Dua organisasi ajaran yang paling besar dan tumbuh paling cepat adalah Yayasan Pelestarian Tradisi Mahayana (FPMT), yang didirikan oleh Lama Thubten Yeshe, dan Tradisi Kadampa Baru (NKT), yang didirikan leh Geshe Kelsang Gyatso. Bersama-sama, mereka memiliki 500 – 600 pusat dan cabang di seluruh dunia.

Dalai Lama telah menyerukan perbincangan internasional untuk mulai berbagi sudut pandang tentang peraturan Vinaya. Tujuannya adalah untuk melihat apakah berbagai aliran dapat bersepakat untuk memodernisir beberapa peraturan dan kode demi menjawab perkembangan baru di dunia seperti kesetaraan antara biksu dan biksuni. (Buddhistdoor.net)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *