• Thursday, 30 August 2018
  • Goenawan S
  • 0

Seorang laki-laki sedang memukul seekor kera.

Seorang laki-laki digendong seekor kera, relief ini tidak jelas lagi, sebagian punggung kera dan badan orang bagian bawah telah hilang.

Di sebelah kiri, seekor kera sedang menggandeng anaknya dan di sebelah kanan, seorang laki-laki sedang berdiri.

Kera dan laki-laki di atas pohon. Di bawah pohon, seekor harimau mendekam dan melihat ke atas. Kera berbaring di pangkuan lelaki itu.

Di sebelah kiri, seekor kera memikul sesuatu dan di sebelah kanannya seorang laki-laki duduk menghadap api unggun dan tengkorak kera.

Relief di atas merupakan salah satu panel relief Candi Jago, Jawa Timur, yang berkisah tentang kera dan pemburu yang tidak tahu membalas budi. Urutan penggambaran relief ini terbalik balik bila mengacu pada cerita yang ada, baik pada cerita Tantri Kamandaka maupun Tantri Kediri.

Dalam cerita Tantri Kamandaka, relief itu bercerita sebagai berikut;

Seorang pemburu bernama Papaka sedang berburu di hutan dan bertemu dengan seekor Harimau. Dengan ketakutan Papaka lari dan berjumpa dengan seekor kera bernama Wanari, pemburu itu ditolong oleh Wanari naik ke atas pohon. Harimau yang mengetahui perbuatan Wanari berkata bahwa ia melakukan tindakan yang salah, karena pemburu itu tidak patut untuk dikasihani. Harimau memberi contoh dengan beberapa cerita.

Di saat mereka sedang asyik bercerita, Papaka memanah harimau itu dan harimau pun melarikan diri. Papaka meminta Wanari untuk menunjukkan jalan pulang ke desa karena ia sudah tersesat di hutan, namun Wanari memintanya singgah di rumahnya terlebih dahulu untuk melepas dan menunggu pagi.

Baca juga: Membaca Relief Kura-kura dan Angsa di Candi Jago

Ketika sampai di rumah Wanari, kedua anaknya meminta makanan dan karena Wanari tidak membawanya maka ia meminta kepada Papaka untuk menjaga anak-anaknya sementara ia pergi mencari buah buahan.

Setelah Wanari pergi, Papaka merasa lapar dan ia pun membakar dan memakan kedua anak Wanari, di saat Papaka sedang memakan kepala anak kera itu, Wanari datang membawa buah-buahan yang diminta anak anaknya. Wanari pun bertanya di manakah anak-anaknya dan dijawab bahwa anak-anaknya telah masuk ke dalam api dan Papaka tidak berhasil menolongnya.

Sebetulnya Wanari tidak begitu saja percaya kepada perkataan Papaka namun ia tidak memperlihatkannya, ia malah memberikan buah-buahan itu kepada Papaka. Setelah memakan buah-buahan yang diberikan Wanari, pemburu itu meminta Wanari untuk menggendongnya sampai ke batas hutan. Sesampainya di batas hutan, Papaka tidak mau turun namun ia malah mencekik dan menusuk Wanari dengan panah.

Di hari yang lain Papaka pergi berburu lagi dan bertemu dengan harimau, namun Sang Harimau yang tahu kejadian antara Papaka dan Wanari berkata, “Salah pikiranmu aku mau memakanmu, aku tidak mau. Engkau seorang teman durhaka. Kalau aku memakanmu, aku ikut sial dan sengsara!”

Papaka sadar akan kesalahannya dan berkata, “Kalau seseorang dikatakan jahat, tidak mempunyai rasa terima kasih, tidak ada yang sudi memakan dagingnya.”

Goenawan A. Sambodo

Seorang arkeolog, Tim Ahli Cagar Budaya Temanggung, menguasai aksara Jawa kuno.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *